Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dua Bulan, Dua Gelar

13 September 2015   22:09 Diperbarui: 14 September 2015   08:44 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mendagri Tjahjo Kumolo usai dianugerahi gelar Lencau Ingan oleh Kepala Adat Besar Suku Dayak Apo Kayan, Ibau Ala"][/caption]

Wajah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, tampak sumringah. Di mejanya, terhidang butir kelapa hijau yang sudah di belah ujung butirnya. Siang itu, 17 Agustus 2015, hawa terasa cukup gerah. Namun, panasnya udara, tak membuat Mendagri kehilangan rasa sumringahnya. Hari itu, baru saja orang nomor satu di Kementerian Dalam Negeri, jadi inspektur upacara peringatan hari Kemerdekaan RI yang ke-70 di sebuah lapangan di Desa Long Nawang, Kalimantan Utara.

Desa Long Nawang sendiri, adalah sebuah desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Malinau. Desa ini terletak di ujung batas negara, berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Long Nawang juga, selain berbatasan dengan Malaysia, juga termasuk desa pedalaman, karena letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan atau ibukota provinsi Kalimantan Utara, provinsi termuda di Indonesia.

Kehadiran Mendagri di Long Nawang, teramat istimewa. Karena baru kali ini, sejak Indonesia merdeka, bahkan sejak desa itu berdiri, 120 tahun yang lalu, ada seorang menteri menginjakan kaki di sana. Maka, Mendagri pun di sambut besar-besaran. Persiapan penyambutan menteri pun dilakukan sejak lama.

Saya beruntung bisa hadir meliput kegiatan Mendagri di Long Nawang. Memakai baju batik Korpri, Mendagri begitu menikmati suguhan buah kelapa hijau yang dihidangkan di mejanya ditemani kue-kue serta buah-buahan. Hari itu, usai jadi inspektur upacara, Mendagri dibawa ke Balai Adat yang letaknya tak jauh dari lapangan tempat upacara peringatan 17 Agustusan di gelar.

Tarian Kanjet Ajai, tarian perang ala Suku Dayak pun dipentaskan di atas panggung tepat di depan Mendagri duduk. Hentakan kaki, dan pukulan pedang para penari yang beradu dengan perisai yang dibawanya, membuat tarian itu begitu energik. Usai, tarian perang, Mendagri disuguhkan tarian yang ditarikan gadis-gadis Suku Dayak Kenyah yang cantik gemulai.

Selanjutnya tibalah acara utama, kenapa Mendagri dibawa ke Balai Adat tersebut. Ternyata, Mendagri di bawa ke Balai Adat itu untuk dianugerahi gelar kehormatan. Tak hanya Mendagri yang diberi gelar kehormatan, tapi juga istrinya juga di beri gelar serupa.

Gelar adat yang diberikan untuk Mendagri adalah Lencau Ingan. Sementara gelar untuk Erni Guntarti, istri Mendagri adalah Aren Ngerung. Lencau Ingan sendiri, bukan gelar adat sembarangan. Tapi gelar penuh makna dan sarat akan nilai sejarah. Lencau adalah harimau. Lencau melambangkan keberanian dan ketegasan. Sementara itu, Ingan adalah nama bangsawan Suku Dayak, yang terkenal akan ketegasan dan kebijaksanaannya.

Mendagri pun didaulat maju ke atas panggung. Selanjutnya Kepala Adat Besar Suku Dayak Apo Kayan, Ibau Ala ikut naik ke atas panggung. Sang kepala adat, memakai pakaian kebesaran kepala suku Dayak. Dan prosesi pemberian gelar pun dilakukan. Mendagri dipakaikan Beluko atau topi khas Suku Dayak Kenyah yang dihiasi bulu merak. Setelah itu, leher Mendagri dikalungi uleng atau semacam kalung khas Suku Dayak.

Rompi khas Suku Dayak pun dipakaikan. Lalu, mandau dipasangkan. Perisai juga diberikan. Maka, menjelmalah Mendagri jadi Lencau Ingan. Setelah itu, Mendagri dipersilahkan memberi kata sambutan. Sambil memegang mandau yang terpasang di pinggang dan tangan satunya memegang persai, Mendagri mulai memberi sambutan di atas panggung.

Dalam kata sambutannya, Mendagri sangat terhormat diberi gelar adat oleh Suku Dayak Kenyah. Ia pun kemudian bercerita, bahwa sebelumnya juga diberi gelar adat oleh masyarakat Humbang Hasundutan, sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Gelar yang diberikan masyarakat adat Humbang Hasundutan, adalah gelar adat batak. Gelar adat batak dari masyarakat Humbang Hasundutan, kata Mendagri, ia terima pada bulan Juli 2015, saat ia menghadiri peringatan hari jadi ke 12, Kabupaten Humbang Hasundutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun