Di dalam QS Al-Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman:
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian semua dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian semua bisa saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian semua di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengabarkan."
Berdasarkan penjelasan dalam ayat tersebut kiranya kita dapat memahami beberapa hal:
Pertama, Hakikat Penciptaan Manusia
Awal kali manusia diciptakan berasal dari seorang laki-laki dan perempuan, yakni Nabi Adam dan Siti Hawa. Dari perjodohan Nabi Adam dan Siti Hawa ini kemudian Allah SWT mengaruniakan kepada keduanya beberapa kelahiran putera-puteri beliau dalam keadaan yang selalu kembar.
Oleh karena belum adanya manusia lain pada waktu itu, selain dari Nabi Adam dan keturunannya, maka Allah pun memerintahkan kepada keduanya untuk menjodohkan putera puteri mereka kepada yang selain saudara kembarnya, agar keturunan dari umat manusia tetap terjaga keberadaannya.
Dari hasil perjodohan puteri-puteri keduanya inilah kelak akan terlahir anak keturunan beliau yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sebab tersebarnya mereka ke berbagai penjuru bumi.
Akan tetapi, meskipun mereka telah menjadi kabilah, bangsa, suku, dan ras yang berbeda, mereka sepatutnya tetap dapat saling mengenal satu dengan yang lain.
Hal ini dikarenakan dengan tetap saling mengenal satu dengan yang lain, maka mereka pun akan mudah dipersatukan, sebab adanya kesepemahaman tentang latar belakang yang sama sebagai anak cucu dari Nabi Adam AS.
Kedua, Manusia Paling Mulia di Sisi Allah
Ayat tersebut secara tidak langsung juga telah menjelaskan pada kita bahwa tidak adanya keunggulan suatu kabilah, suku, maupun bangsa atas kabilah, suku, dan bangsa yang lain.
Dengan demikian, Amerika tidaklah lebih mulia dari China. China tidak lebih terhormat dari Indonesia. Suku Jawa tidak lebih baik dari suku Asmat, dan seterusnya.
Sebab yang menjadi ukuran kemuliaan derajat manusia yang sesungguhnya adalah berdasarkan tingkat ketaqwaan mereka di sisi Allah SWT.
Dengan adanya konsep ini, maka secara sendirinya telah tercipta keadilan bagi seluruh umat manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, meski latar belakang mereka saat ini tampak berbeda.
Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menaiki strata kemuliaan sebagai seorang hamba berdasarkan ikhtiar ketaqwaan mereka kepada Allah SWT.
Ketiga, Kewaspadaan Diri dari Sikap Merasa Paling Mulia
Dari adanya konsep yang diterangkan di dalam QS Al-Hujurat ayat 13 ini sepatutnya kita juga dapat menjadi semakin waspada bahwa secara asal kita sebagai manusia sekaligus sebagai seorang hamba memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah, meski latar belakang penciptaan kita ada yang sedikit tampak berbeda.
Kemudian berangkat dari modal awal kedudukan yang sama sebagai manusia tersebut keadaannya dapat semakin meningkat atau justru semakin menurun seiring berubahnya kesungguhan ikhtiar untuk bertaqwa kepada Allah SWT.
Dengan memahami hal tersebut, maka sewajarnya kita tidak lagi merasa diri paling mulia karena berasal dari ras maupun bangsa tertentu.
Bahkan, kita juga tidak sepatutnya merasa lebih mulia dari orang lain sekalipun keadaan kita saat ini dari segi perekonomian maupun status sosial terlihat lebih gemilang dibandingkan dengan orang-orang di sekeliling kita.
Sebab kita sadar bahwa penilaian kemuliaan yang sesungguhnya adalah berdasarkan ukuran ketaqwaan kita.
Semoga dengan ragam ikhtiar kita untuk mau saling mengenali sesama kita, hal ini kelak juga akan dapat mengantarkan kita pada derajat ketaqwaan yang semakin mulia di sisi Allah SWT. Amin YRA. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI