Seringkali dalam melakukan suatu hal, kita dihadapkan pada sebuah keraguan, apakah mengerjakannya sekarang dengan keadaan yang kita anggap belum sempurna ataukah kita menunggu kesempatan hingga dapat melakukannya dengan lebih sempurna.
Akan tetapi ada sebuah hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah, kita tidak berbuat apa-apa lantaran kita merasa belum mampu memberikan kesempurnaan dalam melakukannya.Â
Padahal, kebaikan yang saat ini belum dapat kita amalkan seutuhnya, maka hal itu hendaknya tidak menjadi alasan bagi kita untuk meninggalkan seluruhnya. Sebab, berbuat kebaikan sekali pun itu belum sempurna, hal itu masih lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali.
Barangkali dengan berbekal tekad kita untuk mengawali amal kebaikan yang kita anggap masih jauh dari kata sempurna itu, hal demikian akan menjadi sebuah tahapan bagi kita untuk menapaki tangga-tangga kebaikan yang lain.
Kita yang saat ini telah mencoba mengawali amal kebaikan dan merasa belum sempurna dalam melakukannya tentu akan memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi diri, apa sajakah kiranya penyebab yang menjadikan diri kita itu belum mampu berbuat maksimal dalam mengupayakannya.
Berbekal evaluasi diri ini akan menjadi modal berharga bagi kita untuk memperbaiki setiap perilaku kita, sehingga peluang kita untuk menjadi pribadi yang semakin baik pun akan semakin terbuka.
Berbeda halnya jika kita sudah berhenti sedari awal lantaran kita dihinggapi rasa berputus asa. Yakni manakala kita memiliki pemikiran, oleh karena diri ini merasa belum mampu berbuat kebaikan, maka kita pun terdorong untuk meninggalkan kebaikan tersebut sama sekali.
Sikap yang demikian tentu tidak akan membawa kita pada arah perbaikan. Sebab, sikap tersebut hanya akan mendorong kita pada posisi yang berdiam diri tanpa ada upaya untuk memperbaiki diri sama sekali.
Berkait dengan sifat putus asa ini, kita kiranya dapat mengambil pelajaran dari Iblis sebagai makhluk yang telah dilaknat oleh Allah SWT. Oleh karena sikap iri dengkinya kepada Nabi Adam, maka selama hidupnya ia pun rela menjadi makhluk yang berputus asa dari rahmat Allah.
Suatu kali, Iblis sebenarnya sempat memiliki keinginan untuk bertaubat lantaran ia merasa khawatir dengan nasibnya ketika berada di akhirat kelak. Oleh sebab itu, ia pun pernah meminta tolong kepada Nabi Musa AS untuk menanyakan cara bertaubat kepada Allah SWT.