Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bab XV: Terungkap, Jati Diri Sebenarnya Sang Pria Bangsawan

17 Desember 2020   08:53 Diperbarui: 17 Desember 2020   13:42 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Al-Qur'an (Unsplash/olah pribadi)

Begitu mendapat perintah dari bapaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), sebagian dari putera Ya'qub itu lekas menyiapkan kembali bekal perjalanan ke Ibukota Mesir. Perjalanan itu sekaligus mereka tujukan untuk mencari bahan makanan yang konon persediaannya kian menipis di lumbung pangan.

Hingga tibalah mereka di lokasi lumbung pangan dan bersua dengan sang pria bangsawan yang dulu telah menahan adik mereka itu. 

Sangat tak dinyana, di samping pria penuh kharisma itu mereka juga mendapati Bunyamin dengan ekspresi wajah yang lebih bahagia dibanding saat-saat sebelumnya. Mereka tampak mulai curiga dengan segala keganjilan ini.

"Wahai Tuan, sesungguhnya kami beserta keluarga kami ini telah ditimpa kesengsaraan yang teramat berat dengan terbatasnya makanan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami datang kembali ke sini dengan membawa barang-barang yang tak berharga, yang kiranya dapat kami tukar dengan jatah bahan makanan untuk kami. Kami mohon berikanlah jatah itu untuk kami. Sesungguhnya Allah akan memberi balasan kepada orang yang gemar bersedekah." ucap salah seorang putera Ya'qub kepada sang bangsawan yang belakangan ini telah mereka kenal bernama Yusuf.

"Sudah sadarkah kalian tentang kebodohan kalian yang telah berperilaku buruk terhadap Yusuf dan seorang saudaranya di masa lalu?" Bangsawan itu menanggapi ucapan mereka yang tampak hanya memedulikan bahan makanan ketimbang nasib kedua saudaranya yang dahulu dirundung penderitaan.

"Apakah Engkau benar-benar Yusuf, saudara kami?" tanya salah seorang putera Ya'qub itu bertambah penasaran.

"Benar, aku adalah Yusuf dan inilah saudaraku." jawab Yusuf seraya menunjuk ke arah saudaranya, Bunyamin.

"Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barangsiapa bertaqwa dan bersabar, maka sungguh, Allah takkan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan itu." lanjut sang bangsawan yang mengaku diri bernama Yusuf bin Ya'qub itu.

"Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan kedudukanmu di atas diri kami semua. Kami mengakui bahwa kami dulu adalah orang yang bersalah terhadapmu." jawab mereka bergantian dengan penuh sesal.

"Pada hari ini aku takkan mengolok perilaku kalian. Mudah-mudahan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahan kalian, karena Dia-lah Dzat yang Maha Penyayang terhadap para makhluk-Nya." Yusuf menanggapi penyesalan mereka.

"Setelah menerima bahan makanan ini, pulanglah kalian dengan membawa bajuku ini. Usapkanlah ia ke wajah bapakku. Jika Allah menghendaki, dia kelak akan dapat melihat kembali seperti semula. Setelah itu, aku harap kalian akan membawa serta seluruh keluarga kita ke tempat tinggalku ini." ucap Yusuf seraya memberi mereka sebuah pakaiannya.

Salah seorang saudaranya menerima pakaian itu dengan diiringi isyarat setuju dari mereka semua untuk memenuhi permintaan itu.

***

Sobat, dari kisah pertemuan Nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya itu, ada sebuah pelajaran berharga yang dapat kita peroleh. Yakni mengenai pentingnya sikap untuk dapat memberi maaf kepada pihak lain yang telah berbuat kesalahan dan kezaliman kepada kita di masa terdahulu.

Nabi Yusuf yang pada waktu kecilnya telah dianiaya oleh saudara-saudaranya sendiri telah mampu untuk memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Tak ada niat sedikitpun darinya untuk membalas atau menghukum kesalahan mereka itu. Bahkan, lebih dari itu, beliau pun memohonkan ampunan kepada Allah atas kesalahan saudara-saudaranya di masa lalu.

Sikap pemaaf yang dimiliki oleh Nabi Yusuf beserta kecenderungannya untuk memohonkan maaf kepada Allah inilah diantara bukti bahwa dia adalah seorang berbudi luhur yang memiliki jiwa pemaaf terhadap sesamanya.

Sikap pemaaf yang dimiliki oleh Nabi Yusuf ini seakan telah menjadi cerminan dari salah satu sifat Allah itu sendiri, yakni Dzat Yang Maha Mengampuni kesalahan-kesalahan dari para hamba-Nya.

Saya kira demikianlah pesan bijak yang dapat kita kaji pada kisah kali ini. Bagaimanakah kelanjutan kisah Nabi Yusuf setelah mengakui jati dirinya di hadapan saudara-saudaranya itu? Insyaallah, akan saya sajikan pada tulisan berikutnya. (*)

Referensi: QS Yusuf 88-93

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun