Ada dua cerpen yang saya baca malam ini selepas magrib. Sekali lagi, saya menyebutnya cerpen sebab begitulah pengakuan penulisnya, yang menayangkan tulisan ini di Fiksiana pada kanal cerpen. Saya acak aja memilih dan membaca cerpen-cerpen ini, seperti biasanya ketika mood nulis saya muncul. Saya sudah beberapa kali membaca tulisan Bowo Bagus, sedangkan tulisan Leil Fataya baru kali ini saya baca. Saya tidak berniat melakukan pembandingan, tetapi jika nanti tampak ada pembandingan maka itu sebagai sesuatu yang tidak bisa saya hindarkan.
Cerpen "Tidur Pak? Pinjam dong Obeng" rasanya sebagai sebuah cerpen metaforis. Bowo sedang mengkritik situasi kini dan membandingkannya dengan situasi dulu, situasi "dulu" ini tampaknya zaman rezim Soeharto berkuasa. Itu ditunjukkan, misalnya, dengan kata "Repelita", terus kalimat "Kerajaan macan asia swasembada beras, ekspor beras". Bowo sedang bernostalgia tentang kemakmuran yang terjadi pada zaman Soeharto. Tidak ada pendeskripsian latar di awal cerpen, awalnya saya pikir, latarnya di sebuah bengkel. Tapi, keliru sebab Mas Parman kaget dan berkata, "Pinjam obeng kok ke istana? ". Jadi, latarnya di istana. Lantas, siapakah yang akan dipinjemi obeng, yang di sapa, "Tidur Pak? " Tampaknya, itu raja/presiden. Parman menganggap "gila" Sudiro sebab berani membangunkan bapak itu. Â Menurut saya, judul cerpen ini sebenarnya sudah menggoda untuk dibaca. Hanya agak sedikit lemah dalam pengembangan jika, misalnya, kita mengganggap judul itu pun menyiratkan atau berkaitan dengan tema. Tak ada cerita lanjutan tentang obeng tersebut. Obeng dijadikan metaforis. Obeng adalah "alat" atau "lembaga" atau "orang" atau "sekelompok orang" yang mampu memperbaiki kondisi korupsi yang terjadi sekarang. Â Sayangnya, itu tidak dikembangkan. Bowo malahan bernostalgia dengan Soeharto, hehehehehe.
Cerpen "Pelayan Bungkuk di Kedai Ali Baba" adalah cerita inspirasi. Jalan ceritanya sederhana, mudah dicerna, tidak berat dipikirkan. Leil ingin memberikan inspirasi kepada kita semua. Inspirasi tentang berbuat kebaikan. Menurut saya, kisah-kisah seperti ini sudah banyak diceritakan pada buku-buku inspirasi. Â Dari pengamatan saya, model-model atau bentuk-bentuk yang "menginspirasi", seperti pada Laskar Pelangi (tohok Lintang-nya, atau yang lain), Negeri 5 Menara, adalah kecenderungan yang dipilih penulis kita sekarang ini. Rasanya, memang orang Indonesia sedang demam "inspirasi" Â sebab sehari-harinya berkutat dengan harapan-harapan yang tidak sesuai hatinya. Tapi, cerita seperti ini memiliki alur yang lemah, yang bisa ditebak. Saya sudah bisa menebak bahwa pelayan bungkuk akan mendapatkan keberuntungan atas tindakannya melakukan kebaikan. Atau, sebaliknya jika ia tidak melakukan kejahatan, maka akan menerima sesuatu kondisi yang tidak menyenangkan.
Saya tidak ingin berkomentar lagi, silakan teman-teman baca kedua cerpen tersebut. Tinggal pilih saja: mau bernostalgia bersama Bowo atau mengais inspirasi bersama Leil. Saya mau baca puisi saja.....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI