Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketidakpuasan Seks Sebabkan Guru Wanita Lebih Temperamental dan Rendah Kinerja

21 Mei 2015   14:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Selama puluhan tahun kajian seksologi lebih terpusat pada kaum pria. Itu sebabnya berbagai aspek tentang penyebab, dampak, dan teknik penanganan gangguan fungsi seksual untuk kaum pria sudah banyak diketahui. Sebaliknya, studi fungsi seksual kaum perempuan baru marak dan berkembang dalam dua decade belakangan ini. Akibatnya, banyak hal seputarfungsi seksual kaum perempuan yang belum sepenuhnya diketahui masyarakat.

Pertanyaan-pertanyaan riset yang biasadiajukan seputar fungsi seksual itu adalah: (1) Apa saja jenis gangguan seksual (sexual dysfunction) pada wanita? (2) Apa penyebabnya? (3) Apa pengaruhnya pada kesehatan fisik, psikis, dan fisiologis? (4) Bagaimana menanganinya? (5) Apakah gangguan seksual berpengaruh pada kehidupan sosial seorang wanita?

Di antara 5 pertanyaan tersebut, pertanyaan no.5 adalah yang (paling)belum sepenuhnya terjawab. Dalam upaya mencari tahu dampak sosial gangguan seksual pada kaum wanita itulah peneliti dari Universitas Lampung melakukan survey di 12 SD (Sekolah Dasar) di Bandar Lampung. Garis besar penelitian yang sudah dipublikasikan di American Journal of Public Health Research itu adalah sebagai berikut.

Metode

Kepada 84 guru wanita yang bersedia menjadi responden penelitian ditanyakan (menggunakan kuesioner)seberapa sering dan/atau seberapa tinggi derajat kejadian-kejadian berikut ini mereka alami.

1)Libido rendah atau turun drastis. Gangguan ini ditandai dengan berkurang atau hilangnya dorongan untuk melakukan hubungan seks. Gangguan ini tergolong parah.

2)Sulit untuk terangsang. Keinginan/hasrat untuk melakukan hubungan seks mungkin ada tetapi sulit mengalami rangsangan, baik oleh tayangan video maupun rangsangan fisik oleh pasangan.

3)Lubrikasi rendah. Kendati ada hasrat, bisa terangsang, tetapi vagina tetap kering (tidak mengeluarkan cairan pelumas).

4)Sulit/tidak mencapai orgasme. Setiap kali melakukan hubungan seks jarang/tidak pernah mencapai orgasme.

5)Tidak merasakan kepuasan (keintiman psikologi). Meskipun orgasme tercapai tetapi yang bersangkutan tidak merasakan kepuasan psikologis.

6)Timbul rasa nyeri pada vagina selama berlangsungnya penetrasi penis ke dalam vagina, atau pasca penetrasi (setelah persenggamaan).

Hasilnya, kelompok guru yang normal ada sebanyak 39 orang (46%) dan kelompok guru dengan gangguan seksual ada sebanyak 45 orang (54%).

Untuk mengukur kinerja pedagogic kedua kelompok guru tersebut, peneliti memilih dan menanyai 2 orang murid (1 lelaki dan 1 perempuan) dari masing-masing kelas yang diasuh guru bersangkutan. Yang ditanyakan kepada para murid itu seberapa sering perilaku berikut diperlihatkan gurunya:

1)Rajin: Datang tepat waktu atau lebih awal

2)Siap: Membawa bahan dan alat peraga ke kelas

3)Akrab/Ramah: Menyapa murid, mengawali percakapan

4)Menghormati: Ramah kepada murid (mengucapkan kata terimakasih, tolong, maaf dll.)

5)Profesional: Berpakaian rapi dan bersih, tidak jorok

6)Pemarah: Hilang kendali, membentak murid

7)Kasar: Memotong pembicaraan murid saat mereka bicara

8)Penghina: Mempermalukan murid di depan kelas

9)Sombong: Membanggakan kemampuan/kekayaan dirinya

10)Mendominasi: Meminta murid selalu diam selama di kelas, menghukum murid yang nakal

Rangkuman hasil

Berdasarkan jawaban para guru, secara statistic responden dikategorikan menjadi 2 kelompok. Kelompok guru yang normal sebanyak 39 orang (46%) dan kelompok guru dengan gangguan seksual sebanyak 45 orang (54%).

Berdasarkan jawaban yang diberikan para murid diperoleh rangkuman hasil: Dibandingkan dengan guru yang normal, guru yang mengalami gangguan fungsi seksual cenderung malas, tidak siap mengajar, kurangramah, dan kurang menghargai murid.

Diantara 6 jenis gangguan seksual di atas, gangguan orgasme adalah yang paling berhubungan dengan perilaku guru. Artinya, guru-guru yang kesulitan mengalami orgasme cenderung menampilkan kinerja pedagogic yang rendah.Selanjutnya, diantara 6 gangguan fungsi seksual, kenyerian pada vagina adalah jenis gangguan yang relative tidak berpengaruh pada kinerja pedagogic guru.

Kesimpulan

Gangguanseksual, khususnya yang bertemali dengan gangguan orgasme, berpotensi menurunkan kinerja professional seorang wanita.

Penutup

Hasil kajian ini tentu belumlah ckup untuk dijadikan dasar untuk menggeneralisasi hubungan gangguan fungsi seksual dengan kinerja dan peran social wanita. Namun demikian, setidaknya, temuan ini bisa menjadi pintu gerbang untuk mengungkap dampak fungsi seksual kaum wanita dalam kehidupan social-ekonomi masyarakat.

Note: Bagi pembaca yang ingin mengetahui secara detail tentang metode dan hasil penelitian ini bisa langsung klik link ini atau yang ada di dalam teks di atas.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun