Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Gejala Degradasi Penutur Bahasa Ibu

27 Oktober 2020   05:21 Diperbarui: 27 Oktober 2020   06:06 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi percakapan. sumber: eslbrains.com

Teman sepermainan adik saya datang ke rumah. Mereka bermain bersama, tapi tidak seperti masa kecil saya dulu, yang memainkan papan monopoli atau robot gundam. Mereka mulai mengobrol tentang gim daring yang tak saya mengerti.

Obrolannya menarik, karena saya jadi tak sengaja menguping. Bukan pembahasannya yang menarik, tapi bahasanya. Di sebuah desa nun jauh dari kota, dekat pegunungan, dan suasana yang masih hijau seperti ini, teman sepermainan adik saya memilih menggunakan bahasa Indonesia.

Padahal disini masih umum memakai bahasa daerah. Bahasa ibu. Jarang orang desa yang berbahasa Indonesia, tapi sekarang anak-anak kecil pun mulai mahir berbahasa Indonesia. Apakah salah? Tidak, tentu saja tidak.

Namun ada sesuatu yang terasa ganjil saja. Seperti rasanya apa yang saya baca di koran Jawa Pos Minggu kemarin sudah makin jadi nyata, bahwa bahasa daerah kian beranjak punah.

Seingat saya, Indonesia punya lebih dari tujuh ratus bahasa daerah. Ada yang bilang sekitar enam ratus lima puluhan. Sungguh jumlah yang luar biasa. 

Mungkin yang kita tahu dari jumlah sebanyak itu hanyalah sepersekian persennya saja. Dan jumlah itu kian hari kian terkikis. Semakin sedikit bahasa daerah yang tersisa. Kebanyakan mulai tiada, dan umumnya seingat saya adalah bahasa yang ada di wilayah Indonesia timur sana.

Merawat bahasa daerah sebenarnya tidak hanya bisa dilakukan dengan menuturkannya saja di kehidupan sehari-hari. Kita bisa menulis buku atau karya berbahasa daerah. 

Dan salah satu yang paling efektif tentu saja dengan lagu. Mungkin ada diantara kita yang tidak akan tahu bagaimana bentuk bahasa Osing, bila lagu-lagu dangdut koplo yang sempat viral itu tidak dibuat dulu.

Di Jogjakarta sudah ada tabloid berbahasa daerah, Jawanaca. Dan hebatnya, tabloid itu gratis. Salah satu upaya yang luar biasa dalam melestarikan bahasa ibu. 

Meskipun ketertarikan masyarakat belum tentu tinggi, karena gratis pun belum tentu dibaca. Tabloid lain juga sebenarnya ada banyak, namun kurang populer. Seperti majalah mingguan Jayabaya.

Di Malang ada radio Senaputra FM yang gigih mempromosikan bahasa daerahnya, sehingga akhirnya menjadi semacam ciri khas. Tapi sekarang umumnya bahasa Indonesia lebih banyak dipakai.

Media promosi seperti itu tentunya efektif. Berawal dari lagu, kemudian menciptakan rasa penasaran. Berawal dari karya tulis, kemudian akan mengundang ketertarikan. Atau mungkin dengan usaha lebih, seperti adanya Hari Bahasa Daerah, atau Hari Bahasa Ibu Nasional. Mengingat Hari Bahasa Ibu Internasional sudah ada dan resmi ditetapkan UNESCO. Diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Tentu saja sayang sekali, bahkan bahasa krama inggil saja seperti sudah hampir kehilangan penuturnya. Dulu orang Jawa biasa mengajari anaknya berbahasa halus, ada orang tua yang langsung mempraktekkan dengan cara bila berbicara kepada anak-anak mereka, mereka memakai bahasa krama. 

Dulu waktu saya kecil saya masih melihat keluarga yang demikian. Tapi sekarang sudah hampir tidak saya lihat. Semoga daerah yang lain tidak.

Sekarang walaupun masih banyak yang bisa berbahasa krama inggil, tapi kadang juga masih sering salah penempatan. Kadang merasa agak gimana, saat mendengar adik saya mengucapkan kata "kundur" atau "dahar" untuk dirinya sendiri.

Sesekali adik saya juga bertanya, tentang apa bahasa krama dari kalimat tertentu. Dengan semangat semacam ini, saya perlu memberikan apresiasi. Walaupun kurang fasih, setidaknya ada kemauan untuk belajar.

Bagaimana bila suatu saat nanti anda punya seorang anak? Apakah berencana akan menggunakan bahasa krama halus atau bahasa ibu dalam percakapan sehari-hari kepada sang anak, atau bahasa apa saja juga boleh? Yang penting nyaman...

***

Sekian...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun