Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Sejati Tidak seperti Opini Mereka

14 Juni 2020   07:41 Diperbarui: 14 Juni 2020   07:51 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rasanya sudah kehabisan. Bacaan gak akan pernah habis. Tapi yang menarik buat kita baca kadang sudah gak ada lagi.

Di detik-detik terakhir diskusi Syaikh Ahmad Thayyib kemarin, ada kalimat yang sedikit menghentak. Sebenarnya ini bukan "urusan saya." Sebab tak ada yang bisa saya lakukan setelah mendengar kalimat beliau. Namun hati saya jadi bersimpati.

Dalam keharmonisan hubungan antar agama, beberapa komunitas non muslim kadang menghujat seluruh umat Islam. Mereka menyalakan kita semua atas apa yang dilakukan ISIS atau organisasi kriminal lain. Padahal kita tidak tahu apa-apa tentang mereka. Sebanyak apapun para tokoh-tokoh internasional Islam memberikan klarifikasi, tetap saja mereka menyalakan kita. 

Jika yang tidak percaya itu adalah masyarakat barat, mungkin itu fenomena wajar. Karena tak mungkin membuat mereka semua percaya. Berita hoaks ada di mana-mana, makin membikin distorsi fakta. Tapi jika yang tidak percaya adalah juga tokoh internasional, yang benci pada agama kita juga adalah tokoh yang semestinya netral, ini akan merepotkan. Saya jadi bersimpati, entah sudah sebanyak apa ulama kita melakukan konferensi pers. Dan saya di sini tak bisa melakukan apa-apa.

Sembilan puluh sembilan kebaikan kadang akan runtuh oleh satu keburukan. Itulah kenapa tak perlu peduli pada mulut tetangga. Yang benar-benar tahu diri kita hanyalah Tuhan yang maha esa. Bahkan saya sendiri tak tahu saya adalah orang seperti apa.

Banyak penggambaran tentang Islam dari para penulis barat. Orientalis, atau apalah. Mereka banyak menulis tentang Islam. Membuat biografi tokoh muslim. Semua karena kebebasan berpendapat. Semua orang boleh mengatakan apa saja.

Dulu saya kira diksi lugas yang dipilih oleh ulama kuno ketika menulis sebuah karya itu mungkin ....

Tapi seiring berjalannya waktu, saya pikir itu benar. Mereka menyajikan fakta tanpa membumbui dengan kalimat. Pakai shigot tabarri istilahnya. Sungguh benar kalimat kaana ashohha 'ilma man taqoddama.

Sekarang ini sulit menemukan referensi yang tidak dibumbui opini pribadi penulisnya. Kadang kita jadi terjebak. Bahkan dalam fakta yang asli sekalipun, kita tetap tergiring ke arah yang dikehendaki sang penulis. Meskipun yang kita baca adalah fakta, tapi bahasa yang menggiring itu membuat naluri seakan buta arah.

Belum lama ini baca buku tentang Waffen-SS. Saya agak lupa-lupa ingat diksinya. Tapi jelas sekali di mata saya, kalau penulis buku itu sangat-sangat benci kepada Heinrich Himmler. Ia tidak mengatakannya langsung kepada saya. Tidak mengatakan Himmler itu penjahat perang. Tapi bahasa "mantan peternak ayam dan tentara yang gagal" sudah cukup jelas. Seharusnya kalau dia bersikap netral, kalimat itu ia berikan waktu sendiri untuk dibahas di sub bab, atau bahkan tak usah ditampilkan sama sekali.

Entahlah, hari ini saya sudah cerita gak jelas sampai kemana-mana. Saya sudahi saja tanpa kesimpulan apapun.

Senin 30 Maret 2020 M.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun