Mohon tunggu...
Kamilla Faiza
Kamilla Faiza Mohon Tunggu... Pelajar

Labscib

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Menuju Indonesia Digital yang Inklusif dan Egaliter: Peran AI dalam Pemerataan Akses Internet di Perkotaan dan Pedesaan

4 Oktober 2025   15:40 Diperbarui: 4 Oktober 2025   16:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, sekat pemisah antara dunia digital dengan dunia fisik memudar di Indonesia. Makin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan internet. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2025 tembus 229,42 juta. Meningkat 71,19 juta pengguna dibandingkan tahun 2015. Tumbuh identitas digital (digitalisasi) yang signifikan dalam waktu yang cepat. Hal ini membuktikan tingginya ketergantungan masyarakat Indonesia pada layanan internet yang diprediksi akan terus meningkat di masa mendatang.

Namun, konsentrasi populasi pengguna internet di Indonesia lebih terkonsentrasi di kawasan perkotaan (70%) dibandingkan dengan kawasan pedesaan (30%). Ketidakseimbangan ini berkonsekuensi menghadirkan high traffic pada area padat penduduk dan ketimpangan infrastruktur antara kawasan perkotaan dan pedesaan meninggi. Mula-mula menyebabkan traffic (kemacetan) tinggi di daerah padat penduduk, lalu kecepatan internet yang dirasakan user melemah. Maka penyedia layanan merespon dengan meningkatkan infrastruktur layanan di daerah kota, sedangkan di daerah desa infrastruktur dibiarkan stagnan. Ini memberikan solusi sementara pada masalah yang panjang. Oleh karena itu, diperlukan solusi fundamental yang memutus mata rantai siklus ketimpangan (cycle of inequality) ini, bukan sekadar tambal sulam.

Mari kita berimajinasi bersama:

Mula-mula saya ingin Anda membayangkan diri Anda terjebak di suatu jalan raya. Di jalan tersebut hanya ada riak suara kemacetan dan klakson; tak ada satupun pengendara yang dapat bergerak. Di sekitar Anda terdapat ribuan kendaraan berbagi dua ruas jalan. Satu mobil ingin bergerak ke arah yang berlawanan, sampingnya lagi ingin ke arah yang lain. Terjadilah tabrakan (collision) akibat tidak ada satupun aturan, rambu lalu lintas, maupun pengatur lalu lintas yang menertibkan kondisi jalan. Mengingat ramainya jalan tersebut, Anda ingin cepat sampai tujuan; tak peduli keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan lain. Ternyata, yang berpikiran seperti itu bukan hanya Anda melainkan pengendara-pengendara di depan, samping, dan belakang Anda. Alhasil semua pengendara stuck di sana dan tidak sampai ke tujuan dalam waktu yang diinginkan. Terjadilah .... delay.

Foto Kemacetan di Bogor (Sumber: Mediabogor.co, BOGOR)
Foto Kemacetan di Bogor (Sumber: Mediabogor.co, BOGOR)

Ini adalah representasi dari sebuah traffic (kemacetan) yang sebelumnya saya sebut. Persis seperti gambaran kemacetan itu, menara BTS (Base Transceiver Station) yang melayani ribuan pengguna sekaligus pun dapat 'macet', membuat sinyal yang kita rasakan menjadi lemah. Menara BTS penyedia internet dapat mengalami ini kapan saja; atau lebih sering saat mendapat banyak permintaan dari berbagai perangkat untuk menggunakan akses jaringan internet.

Oleh karena itu, mari kita bedah masalah siklus ketimpangan (cycle of inequality). Menurutmu, apa yang dapat menjadi solusi jangka panjang dari dualitas permasalahan yang kita sebutkan tadi, tingginya angka kemacetan internet di area padat penduduk dan kurangnya akses infrastruktur yang memadai di area pinggiran? Kita telah tau dampaknya, bukan hanya kecepatan internet yang berkurang atau sinyal menjadi putus-putus, namun juga hak-hak pengguna layanan yang telah membayar untuk paket data tak terpenuhi. Maka mari kita analisis salah satu solusi brilian.

Ternyata, solusinya beragam jika terbuka terhadap berbagai hasil brainstorming. Namun, untuk permasalahan ini kita akan membahas tentang salah satu solusi paling realistis: standardisasi kualitas layanan (QoS) di tiap-tiap titik penyedia internet (menara BTS) dengan mengoptimasikan AI sebagai pengatur lalu lintas. Infrastruktur kita anggap sebagai penopang kualitas internet yang paling utama. Jika kita bayangkan jalan yang sempit disulap menjadi lebih lebar dan diberi rambu lalu lintas, palang informatif, dan adanya sistem regulasi yang ketat, maka tingkat kemacetan akan turun secara drastis. Dimana infrastruktur yang memadai ini perlu untuk diberikan standar minimum (Quality of Service/QoS) di tiap menara BTS yang ada untuk memastikan efektivitas dan fungsionalitasnya. Kita padukan lagi dengan memasukkan AI ke dalam sistem sebagai Traffic Conditioning. AI bertugas untuk menganalisis statistik real-time data dan tren (harian/mingguan/bulanan) di tiap tower BTS untuk laporan ke sentral dan pada tingkat tertentu membuat keputusan berdasar analisis AI. Pelanggan yang mengalami suatu kendala jaringan juga dapat melapor pada AI yang akan memberikan laporan kondisi jaringan di perangkat dan memecahkan masalah (troubleshooting).

Menara BTS modern yang didukung AI-system sebagai manual operator (Sumber: perplexity.ai Image Generator)
Menara BTS modern yang didukung AI-system sebagai manual operator (Sumber: perplexity.ai Image Generator)

Daerah padat penduduk (urban) dapat mengoptimalkan penggunaan AI untuk Manajemen Jalur Dinamis (Dynamic Lane Management) untuk mengurangi traffic. Saat menara BTS sedang tinggi traffic atau jam kerja sedang sibuk AI membuat keputusan untuk menambahkan jumlah jalur dengan mengalokasikan jalan sesuai dengan tingkat kecepatan, urgensi, dan kebutuhan aplikasi (ringan atau beratnya). Misalnya untuk video call dibutuhkan jaringan yang stabil dan berkelanjutan ini bisa diibaratkan sebagai “ambulans”, dimana untuk kebutuhan download file besar adalah “truk kontainer besar”, dan bermain game online adalah “mobil balap”. Untuk tiap-tiap mobil, disediakan jalur khusus supaya tidak ada collision atau yang biasa dialami adalah susah sinyal. Perlu ada pembagian jelas untuk tiap jalan (lane).

  • Jalur cepat, digunakan untuk “ambulans” dan “mobil balap” yang butuh sampai secepat mungkin tanpa delay. Ini untuk video call dan gaming.
  • Jalur stabil, digunakan untuk “truk kontainer besar” dimana kecepatan harus konsisten tapi tidak terburu-buru. Ini untuk streaming video dan mengunduh file besar.
  • Jalur lambat, digunakan untuk sepeda atau pejalan kaki. Ini untuk update aplikasi, sinkronisasi data cloud, idle internet, dll.

Jadi ketika Anda sedang video call, AI akan menempatkan perangkat Anda di ‘jalur cepat’. Sementara teman Anda yang mengunduh file ditempatkan di jalur stabil. Hal ini memungkinkan untuk beberapa perangkat tersambung sekaligus (real-time) ke satu menara BTS tanpa berebut jalan. Usaha ini dapat memastikan hak-hak pelanggan untuk mendapatkan akses internet tanpa adanya gangguan terpenuhi dengan baik.

Sebaliknya, di kawasan pedesaan (rural) dimana infrastruktur tidak se-memadai kawasan urban, AI justru berfungsi untuk mengoptimalkan sumber daya yang terbatas untuk mengirimkannya dengan jangkauan maksimum dan kualitas yang memadai untuk memastikan Resource Efficiency atau efisiensi sumber daya. AI berfungsi sebagai pengatur lalu lintas hemat yang cerdas dan tanggap. Disini fokus AI adalah memastikan bahwa setiap kawasan sekitar radius menara BTS dapat mendapatkan sinyal. Dengan prinsip inklusivitas, reliabilitas, dan kualitas. Implementasi konsep efisiensi sumber daya di kawasan minim infrastruktur AI bisa dilakukan dengan “mengecilkan” data sebelum dikirim, jika memang kecepatan dari infrastruktur tidak memadai untuk menggunakan data dalam kecepatan tinggi di banyak perangkat sekaligus. Misalnya dengan mengurangi kualitas gambar atau video otomatis, menyesuaikan dengan batasan kecepatan yang dikirim menara BTS ke tiap perangkat, AI bisa hemat sumber daya (resource). Untuk konten yang populer dan sering diakses sesuai dengan analisis tren AI, Ia bisa menyimpan konten tersebut di cache sehingga tidak perlu memakan waktu lama dan kuota yang besar untuk diakses. Untuk permintaan traffic yang boros misalnya mengunduh game online dengan ukuran >1 GB, AI bisa mengidentifikasi ini dan merekomendasi pengguna untuk menjalankan pengunduhan pada malam hari saat traffic mulai sepi sehingga tidak “boros” data pada jam sibuk. Berbeda dengan prinsip di daerah perkotaan, pada kawasan pedesaan AI justru berfungsi untuk menjangkau daerah terpencil yang mana terdapat kemungkinan adanya pengguna layanan aktif di tempat tersebut. 

Secara dinamis, AI akan membentuk pancaran sinyal yang kuat dan tajam ke arah satu rumah di balik bukit, misalnya (dengan teknologi Beamforming). Hal ini memungkinkan pengguna yang terisolir atau jauh dari jangkauan untuk tetap mendapatkan akses internet. Selain itu, teknologi “pemerataan beban” dengan seamless switching atau pengalokasian akses internet melalui jaringan fiber, radio, satelit, etc. dapat dikontrol konektivitasnya oleh AI sebagai “penjaga gerbang” untuk mengarahkan lalu lintas data di jalur terbaik yang tersedia. Misalnya untuk video call digunakan jalur fiber yang stabil, sementara untuk email bisa dialihkan ke jalur radio. Jika satu jalur putus, AI secara otomatis mengalihkan ke jalur lain tanpa terputus. Tentu saja, usaha-usaha ini perlu dibarengi dengan usaha berkelanjutan ISP untuk memperbaiki infrastruktur telekomunikasi di daerah pedesaan yang secara singifikan meningkatkan kondisi layanan dan kepuasan pelanggan di desa atau daerah terpencil.

Pada akhirnya, optimasi AI sebagai polisi lalu lintas digital bertugas untuk memastikan hak fundamental pelanggan untuk mengakses internet yang berkualitas dan andal dapat terpenuhi oleh penyelenggara layanan penyedia internet (ISP). Di perkotaan, hak ini dipenuhi dengan mengatasi kemacetan (traffic); di pedesaan, dengan memaksimalkan jangkauan internet. Solusi ini mematahkan siklus ketimpangan (cycle of inequality) dengan pendekatan yang cerdas dan berkelanjutan. Dengan standardisasi kualitas layanan yang didukung AI di setiap menara BTS, Indonesia tidak hanya meminimalisir kesenjangan digital, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk menuju masyarakat digital yang inklusif dan adil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun