Mohon tunggu...
Kali Yuga
Kali Yuga Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

dari pinggir kali mahardhika

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Para Pendiri Bangsa Indonesia Sudah Merumuskan Secara Sederhana Cara Menuju Kejayaan bagi Bangsa Ini

26 November 2012   14:25 Diperbarui: 5 Desember 2019   09:51 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah rumus tersebut? Jawabannya adalah lima sila dari Pancasila. Dasar Negara kita yang akhir-akhir ini makin dilupakan dan disepelekan oleh generasi baru anak bangsa. Hal ini terlihat semakin maraknya generasi sekarang mempelajari ideologi dan filsafat luar, entah itu liberalism, komunisme, sosialisme, atau atau bahkan ideologi sebagian besar Negara timur tengah yg berdasarkan syariat islam secara murni, tentu murni disini adalah berdasarkan sudut pandang dan pemahaman secara subyektif, sebagaimana kita ketahui ranah Ketuhanan ada hal personal yang hanya manusia dan Tuhan yg mengetahuinya, bisa dikatakan hanya Tuhanlah yg menjadi saksi setiap tindakan dan kata hati manusia. 

Semua hal tersebut penulis lihat belum bisa memberikan pijakan dan arah yg jelas bagi bangsa ini menjadi bangsa yang untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap bangsa pasti memiliki jalan sendiri sesuai karakter dan sejarah bangsa itu sendiri. Itulah mengapa dunia ini terdiri dari berbagai bangsa, suku dan agama. Apa yang baik bagi bangsa lain belum tentu baik bagi bangsa kita. 

Sebenarnya para pendiri kita sudah meletakkan dasar bernegara yaitu PANCASILA, sebuah penggalian berdasarkan sejarah kejayaan masa lalu dan karakter bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama, tetapi memiliki satu kesamaan dalam hal adat istiadat ketimuran. Tetapi kenapa seolah-olah PANCASILA itu hanya jargon semata dan tampak sulit mewujudkannya, karena sebagian besar memandang PANCASILA tidak secara sederhana, dan tidak melihat dari sudut pandang sebagai rakyat Indonesia yang memiliki adat istiadat ketimuran.

Untuk mewujudkan sebuah negara yang besar sangatlah sederhana hanya dengan syarat setiap warga negara Indonesia melaksanakan PANCASILA ini secara murni dan konsekuen. Apa maksud dari kata "murni dan konsekuen"? Maksud dari kata murni adalah menerapkan secara sederhana setiap sila yang terdapat di PANCASILA, kemudian secara konsekuen yaitu secara berurutan, bertahap dalam pelaksanaannya. Kalau kita melihat PANCASILA secara utuh, apa adanya dan sederhana, maka mudah sekali mewujudkan bangsa yang besar dan memiliki karakter dan kepribadian yang kuat.

Sangat sederhana sekali, pertama kita membaca sila kesatu, KETUHANAN YANG MAHA ESA. Cukup sampai disitu kita membacanya. Hal ini memberikan sebuah pijakan paling dasar yaitu menempatkan Tuhan diatas segalanya, diatas kepentingan manusia, diatas kepentingan golongan, dan yang penting Tuhan diatas semua agama. Menyerahkan segalanya kepada Tuhan, menyadari bahwa Tuhanlah pemilik semuanya dan Tuhanlah sebagai saksi semua perbuatan kita. Inilah arti kata "Esa". Sebuah konsep semua adalah satu kesatuan dalam kekuasaan Tuhan. 

Apabila sudah menepatkan Tuhan diatas segalanya, maka terwujudlah sebuah KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, manusia Indonesia yang mengkedepankan nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kemanusian, saling menghargai, menghormati sekaligus saling mengasihi, karena cahaya Illahi lah yang mengisi setiap relung hati manusia, nilai-nilai Illahi berada diatas semua golongan, suku, ras dan agama. Karena sudah tertanam konsep bahwa keaneka ragaman, suku, ras, golongan dan agama adalah semata-mata wujud kekuasaanNya.

Setelah menjadi manusia yang adil dan beradab, maka terwujudlah PERSATUAN INDONESIA. Tanpa nilai keadilan, tanpa menjadi manusia yang beradab, sangat sulit mewujudkan toleransi, tepa selira, menghargai, karena kita sebagai manusia selalu mengkedepankan golongannya saja. Bersatunya seluruh bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang ketiga, tanpa bersatu dalam rasa keadilan dan kemanusian mustahil kita menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN.

Di dasar/sila yang keempat kita lihat secara sederhana bahwa penyelenggaraan pemerintahan untuk memimpin rakyat Indonesia adalah melaui sistem musyawarah bersama agar memberikan solusi secara bijaksana, yang dilakukan oleh perwakilan dari seluruh elemen bangsa ini. Perwakilan terdiri dari wakil semua elemen masyarakat yang dipilih oleh masing-masing golongan, suku dsb. Kenapa harus wakil bukan semua rakyat ikut serta? Karena tidak semua rakyat Indonesia itu mampu baik secara emosi, intelektual, dan fisik. Juga secara karakter dan sejarah bangsa ini yaitu setiap suku memiliki dewan perwalian adat yang terdiri dari tokoh yang memiliki kapasitas yang mumpuni secara alamiah. Praktek demokrasi yang mengkiblat barat terutama demokrasi amerika menurut saya tidaklah tepat untuk diterapkan di Indonesia. Karakter bangsa ini sangat jauh berbeda, bangsa Indonesia memiliki akar sejarah sejak ribuan tahun silam, yang sudah terbiasa dengan gotong royong, musyawarah, wali adat, dan sistem kerajaan. Hal ini berbeda dengan karakter bangsa amerika yg baru berusia ratusan tahun. Bangsa amerika tidak mempunya kebudayaan asli, mereka terdiri dari berbagai suku bangsa yang merantau, sehingga yang ada adalah suara mayoritas yang memerintah bangsa tersebut. Hal tersebut bisa dilihat bagaimana bangsa kita menanggung ongkos politik yang sangat besar melalui pilkada, pemilihan anggota dewan, dan presiden. Dan hasilnya bangsa kita menjadi terpecah belah, kerusuhan dimana-mana, korupsi merajalela. Bangsa kita sebenarnya adalah bangsa yang santun, mengedepankan musyawarah, suka gotong royong, patuh pada tokoh masyarakat seperti dewan adat, kyai dan sebagainya. Tokoh-tokoh masyarakat itulah yang secara turun temurun membimbing bangsa ini. Sebenarnya para pendiri bangsa ini sangat memahami karakter bangsa Indonesia.

Setelah 4 dasar/sila tersebut kita jalankan, maka tercapailah apa yang dicita-citakan oleh kita semua, yaitu KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA. Apakah itu Keadilan sosial? Keadilan sosial adalah keadilan yang sesuai dengan hak dan kewajiban setiap rakyat Indonesia, bukanlah keadilan sama rasa sama rata, atau keadilan yang berdasarkan besaran modal, tetapi keadilan dalam hukum, keadilan dalam mencari penghidupan, keadilan dalam pendidikan, keadilan yang bersifat sosial antar rakyat, dan pemerintah ke rakyat juga sebaliknya. Keadilan untuk kemakmuran yang sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat Indonesia. Sebuah bentuk negara yang saling mengayomi, saling berbagi dan saling melayani. Apakah ini utopis? Tentu tidak, diberbagai daerah di desa tertentu sikap Pancasila secara tidak sadar dilaksanakan oleh warganya. Kenapa tidak untuk seluruh Negara Indonesia?

Jadi sebaiknya kita mengkaji lagi PANCASILA yang sekarang terlihat sudah usang. Membaca kembali secara sederhana. Selama ini terutama dalam masa orde baru PANCASILA dipergunakan sebagai alat propaganda dengan penafsiran yang memihak penguasa, bagaimana dulu Penataran P-4 begitu membosankan, melelahkan dan menakutkan, karena PANCASILA ditafsirkan oleh penguasa sebagai ideologi yang kaku, represif. Tetapi sebenarnya karakter bangsa ini sepenuhnya terwakili oleh 5 sila tersebut.

Penulis bukanlah seorang birokrat, anggota dewan, tokoh masyarakat atau pemuka agama. Penulis adalah salah satu dari ratusan juta anak bangsa Indonesia yang gamang dan bingung ditengah hingar bingar globalisasi. Kehilangan jati diri sangat mengganggu penulis, siapakah bangsa Indonesia ini? Bagaimanakah harusnya bangsa ini bersikap? Hingga kemudian penulis melihat poster tulisan PANCASILA yang sudah usang dan berdebu dipojok dinding kusam sebuah kantor pemerintah daerah. Ketika itu penulis coba membaca secara perlahan dan menafsirkannya secara sederhana sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman penulis. Karena itu tulisan ini bisa anda baca. Mohon maaf bila apa yang penulis sampaikan ternyata kurang berkenan, setidaknya penulis berbagi sedikit pencerahan. Atau pencerahan ini sudah usang? Ya bisa saja.

 

terima kasih

lembah, di pinggir kali mahardhika


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun