Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... -

indonesia jaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perayaan Tahun Baru China Dan Tahun Baru Islam; (Sebuah Ironi di Negeri ini)

9 Februari 2016   17:22 Diperbarui: 9 Februari 2016   17:27 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negeri yang berketuhanan, dan Dunia pun mengakui Indonesia adalah Negara muslim terbesar di dunia, melebihi negara asalnya yaitu saudi arabia. Meski ideologi kita bukanlah islam namun dengan kualitas dan kuantitas yang kita miliki sudah seharusnya nilai-nilai islami tercermin dari tingkahlaku kehidupan kita.

Namun sayangnya, terdapat hambatan-hambatan untuk menjadikan islam sebagai api yang terus menerangi kehidupan saat ini dan dimasa datang. Bahkan kini ada beberapa kelompok yang mengatasnamakan islam sebagai agama yang berbau radikalisme, penuh teror, sampai ada beberapa kelompok – entah sengaja atau tidak sengaja – salah menafsirkan islam hingga para pemuka agama menyebutnya “kesesatan” sebagai sebuah bentuk penistaan agama. Sugguh kiranya saat ini berita-berita seperti itu marak diberitakan berbagai media massa, seperti televisi, media cetak dan sosial media – yang secara langsung dan tidak langsung berdampak bagi pemeluknya dan perjalanan islam itu sendiri.

Rasanya apa yang dituliskan oleh Samuel Huntington benar adanya, dalam benturan peradaban ia mengatakan: bahwa ketika peperangan ideologi telah di menangkan oleh satu pihak, maka hanya satu lawan yang masih tersisa yaitu: islam. Kiranya harus bersiap-siaplah kita untuk lebih erat lagi dalam persatuan islam.

Islam (Mayoritas) – kong hu cu (minoritas)

Sumber dari BPS mencatat, pemeluk agama islam hampir 90% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Sedangkan pemeluk agama kong hu cu hanya 0,15%. Hal ini menarik untuk kita jadikan perbandingan, dikarenakan jarak bentang antar keduanya yang cukup jauh.


Kemarin adalah perayaan tahun baru china – atau lebih populer dengan tahun baru imlek – begitu meriah dan terpublikasi. Walupun secara kuantitas mereka hanya 0,15% namun dapat dipastikan setiap warga keturunan tionghoa telah mempersiapkan hari istimewa itu dari jauh-jauh hari. Tak ketinggalan ruang-ruang publik pun disulap menjadi sesuatu yang bertemakan imlek. Meski hanya tahun baru biasa namun perayaannya mendapatkan simpatik hampir semua media massa setiap tahunnya.

Sedangkan peringatan tahun baru islam tidak pernah semeriah atau mendapatkan tempat khusus dari berbagai pihak. Spirit dari tahun baru islam hanya dapat dirasakan di masjid-masjid besar atau wilayah religius lainnya. Kita tidak dapat menjumpai perayaan tahun baru islam hadir diberbagai sektor publik dan diberbagai media massa.

Layakah fenomena kecil ini menjadi pelajaran bagi kita. Disaat orang china sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut tahun barunya, mengapa umat islam tidak mempersiapkan diri untuk menyambut tahun barunya. Di saat ruang publik dan pertokoan berhias menyambut tahun baru imlek, mengapa masjid kita tidak berhias dalam menyambut tahun baru islam.

Atmosfer yang di ciptakan dari kedua tahun baru tersebut tidaklah imbang. Jangan sampai kata “mayoritas” itu berubah menjadi “minoritas” secara mental dan terus turun sampai mata kaki. Jangan sampai hanya penduduknya saja yang mayoritas tapi minor secara kegiatan agamanya. Tunjukan kita memang umat besar dan mayoritas yang senantiasa menunjukan nilai-nilai islam meski tidak memakai atribut buadaya islam.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun