Mohon tunggu...
sofwan ardyanto
sofwan ardyanto Mohon Tunggu...

Blog ini hanyalah sebuah kumpulan tulisan dan catatan dari seorang jurnalis amatiran bernama SOFWAN ARDYANTO yang sesekali menjadi copy writer, ghost writer, dan jurnalis freelance. Sedangkan kata KALIPAKSI merupakan nickname yang terlalu panjang untuk diceritakan di sini (baca: tentang KALIPAKSI di www.kalipaksi.wordpress.com).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Caleg “N-Sebelas” Gagal Melenggang ke Senayan

13 April 2009   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:13 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin pagi, saya mendapat informasi bahwa pada Sabtu, 11 April 2009, akhirnya Syaykh Al-Zaytun, YAB. Abdus Salam Rasyidi (Panji Gumilang) mengumpulkan para ‘pejabat’ NII (Negara Islam Indonesia) level wilayah (Gubernuran) bawahannya di Ma’had Al-Zaytun (MAZ) Indramayu. Mereka dikumpulkan setelah Partai RepublikaN dipastikan tidak mampu menembus batas ambang electoral threshold sebesar 2,5%. Itu artinya, kelima caleg dari NII (faksi Al-Zaytun) otomatis gagal menembus Senayan—berapapun jumlah suara yang mereka peroleh.  Sang Imam mencoba membesarkan hati para pejabat bawahannya itu,  yang saya peroleh dari seorang insider, intinya begini:

“Tidak perlu berkecil hati. Setidaknya, masyarakat telah mulai menerima kehadiran kita di kancah politik nasional.”

Kenyataan ini, jelas mengecewakan para jamaah NII faksi Al-Zaytun.  Padahal, seluruh jamaah yang masih aktif sudah dikerahkan untuk ‘memilih’ di berbagai TPS di lima Dapil tempat kelima caleg itu dicalonkan.  Bahkan, dengan persiapan hampir 7 bulan. Memang, berbagai komentar di facebook Imam Prawoto, salah satu caleg dari MAZ tersebut, para konstituen mencoba menghibur diri.

Siapa saja kelima caleg NII-MAZ  yang gagal melenggang ke Senayan itu?

  • Imam Prawoto

  • Drs. Miftakh

  • M. Soleh Aceng, SH

caleg-az-soleh
caleg-az-soleh
  • dr. Dani Kadarisman

caleg-az-dani
caleg-az-dani
  • Ir. Asrurrifak

Master Teknik Sipil dari ITB ini menjadi Caleg Dapil Lamongan dan Gresik, Jawa Timur
Master Teknik Sipil dari ITB ini menjadi Caleg Dapil Lamongan dan Gresik, Jawa Timur

***

Beberapa kader NII faksi Al-Zaytun (NII-MAZ) yang masih aktif di dalam ’struktur organisasi bercerita kepada saya tentang geliat Al-Zaytun untuk meloloskan caleg mereka. Namun, beberapa dari mereka menyesalkan: mengapa Imam Prawoto yang ditempatkan di Dapil Tangerang, yang otomatis Dapil paling gemuk—dan berpotensi besar menjadi lumbung suara serta meloloskan putra sulung Syaykh AS. Panji Gumilang itu, jika saja Partai RepublikaN lolos electoral threshold 2,5 %. Padahal caleg Drs. Miftakh dan M. Soleh Aceng S.H. jelas jauh lebih senior dan memiliki kompetensi leadership yang tidak kalah hebat.

“Mengapa tidak kader senior, seperti para pejabat setingkat Menteri atau eselon satu lainnya, yang sudah berjuang sejak tahun 1980-an. Apakah hanya karena beliau anak Syaykh Al-Zaytun. Kok jadi KKN gitu?” keluh seorang kader NII faksi Al-Zaytun kepada saya.

“Ah, sudahlah. Tak perlu dikeluhkan. Lagipula, kelima kader itu tak lolos juga, bukan?” jawab saya.

Sebagai catatan, tiga dari lima orang caleg tersebut memiliki kedudukan struktural penting dalam sistem organisasi NII faksi Al-Zaytun. Mohon maaf,  jika saya tak bisa mengungkapkannya di sini.

***

____________________________________________________________

Sebagai orang yang pernah memiliki kedekatan  dengan kelima caleg tersebut di atas, juga dengan Syaykh A.S. Panji Gumilang, saya mencoba mengambil ibrah (pelajaran) dari kegagalan ini sehingga muncul pertanyaan: “Mengapa tidak sejak dulu saja memutuskan mengambil jalur kepartaian dalam berpolitik, ketika organisasi NII-MAZ masih begitu kuat?  Padahal ketika itu ada momen yang begitu kuat untuk membentuk sebuah partai politik–yang akhirnya momen itu diambil secara cerdas oleh PKS.

Saya masih ingat betul, sehari setelah bertemu dengan Jusuf Kalla  di kediaman beliau di Jalan Dharmawangsa pada masa Pilpres putaran kedua tahun 2004 lalu, Syaykh Al-Zaytun sempat berpikir untuk membentuk partai politik. Waktu itu, saya termasuk orang yang menjawab “setuju” ketika ditanya oleh “beliau”.  Entah, mengapa kemudian rencana itu urung dilakukan.

Saya juga masih ingat betul, ketika berbagai pertemuan dilangsungkan di Wisma Fairbank Senayan, antara para pimpinan MAZ dan tokoh-tokoh politik Orba seperti Harmoko, Haryono Suyono, dan beberapa tokoh lain, yang sepertinya akan bermuara pada pembentukan sebuah partai politik.  Namun, lagi-lagi saya hanya bisa bertanya dalam hati: “Entah, mengapa kemudian rencana itu pun urung dilakukan?”

Jika kemudian, artikel ini muncul, semata-mata karena saya resah dengan berbagai ketidakpastian yang dikeluhkan oleh beberapa teman di dalam  barisan NII-MAZ–yang sepertinya juga dialami oleh sebagian besar kader-kader NII-MAZ–akan arah perjuangan mereka. Sementara di satu sisi, pengorbanan yang diberikan sudah begitu besar.  Memang, meski saya sekarang berada di luar sistem, namun saya merasa bahwa masa 15 tahun keterlibatan saya di NII-MAZ (dengan berbagai konsekwensi  terhadap diri dan keluarga saya) merupakan alasan bagi saya untuk tetap berhak ikut merasa resah.

Sekian dulu informasi singkat dari saya. Selengkapnya, nantikan saja sebuah buku yang sedang saya tulis—yang sementara ini akan saya beri judul “Mozaik Hitam Putih Al-Zaytun: Belajar dari Keunggulan dan Kelemahan NII Al-Zaytun”. Semoga, jika tak ada halangan, buku tersebut akan saya rampungkan pada akhir tahun ini.

***

Oh ya, bagi saya, buku tersebut merupakan bentuk tanggung jawab moral saya kepada seluruh jamaah dan mantan jamaah NII faksi Al-Zaytun. Melalui buku itu, kelak, saya ingin meluruskan berbagai informasi menyesatkan yang terlalu menghujat dan menempatkan kawan-kawan NII faksi Al-Zaytun sebagai orang sesat, serta mendudukkan organisasi itu sebagai organisasi tanpa nilai lebih. Padahal, organisasi ini memiliki begitu banyak potensi positif, yang bermanfaat bagi kemajuan umat dan masyarakat luas.

Tapi, sebaliknya, saya juga ingin menyampaikan berbagai pergulatan internal (perpecahan, praktik KKN dan miss-orientation) yang pada akhirnya membuat organisasi ini melalui grafik menurun, setelah sempat mengalami era keemasan pada periode 1994-2002.

Bagi saya, hanya satu hal yang membuat buku itu urung terbit, yakni jika terjadi rekonsiliasi di antara para elite NII-MAZ, antara mereka yang masih aktif  “di dalam” dan yang berada “di luar sistem” untuk membicarakan masa depan organisasi, termasuk pertanggungjawaban aset organisasi yang saya perkirakan menyentuh angka triliun rupiah.

artikel juga saya posting di: www.kalipaksi.wordpress.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun