Impianku mengarungi lautan awan putih tanpa sayap
Menemukan rasa sakit yang disembunyikan biru langit
Impianku menundukan sedih di taman tanpa berharap
Meninggalkan kenangan bahagia lama yang amat pahit
Impianku meninggalkan pekarangan itu tanpa meratap
Melepaskan pelukan eratmu yang dingin tanpa menjerit
Ah, gila. Ini puisi lama sekali. Jauh sebelum aku ke Rusia, malah jauh sebelum aku sadar bahwa menulis bisa menjadi hobi.
Tahun 2003? Tahun 2004? Atau mungkin tahun 2007? Aku tidak ingat jelas. Yang aku ingat, aku masih cukup bocah saat menulis puisi ini. Aku masih menganggap puisi itu harus punya rima (sampai sekarang pun juga), dan aku masih menganggap bahwa puisi itu harus dipenuhi kata indah. Kosa kata masih terbatas, dan pengaruh Sapardi Djoko Damono masih kuat (mungkin hingga sekarang).
Aku sudah tidak ingat lagi alasan apa yang membuatku menulis Impian. Aku hanya bisa menebak bahwa Impian adalah puisi hasil pelampiasan ketika aku merasa tidak bebas dan terkekang oleh kesedihan. Impian mungkin bukan puisi pertama yang kubuat, tetapi Impian jelas merupakan puisi paling tua yang masih tersimpan hingga sekarang.
Personally,aku sangat menyukai Impian. Aku menganggap bahwa Impian bukan puisi yang terlalu buruk, malah terlalu baik mengingat usiaku saat menulis Impian masih begitu muda. Tapi apalah baik-buruk dalam penulisan puisi, melainkan penilaian subyektif dari penulis dan pembacanya?