Mohon tunggu...
Zulkarnaen
Zulkarnaen Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penyuka Buku dan Kopi Jahe

Berbagi, mengikat, dan menyusun ide yang berserak.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kunci Menjadi Percaya Diri, Zero Commitment

14 Desember 2021   18:20 Diperbarui: 14 Desember 2021   18:25 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: jawaban.com)

Pagi itu, akhir tahun 2013 adalah kali pertama Heri menjadi perwakilan kelas untuk menyampaikan aspirasi teman-temannya di hadapan pegurus senat (lembaga eksekutif mahasiswa) Ma’had Darul Qur’an wal Hadits (MDQH) NWDI dan pertama kali di hadapan segenap perwakilan yang hadir saat itu.

Suara Heri bergetar ketika dipersilahkan untuk menyampaikan keinginan teman-teman kelasnya. Suaranya tersendat-sendat hingga Heri merasa malu. Padahal apa yang akan Heri sampaikan sangat lah sederhana, hanya menyampaikan keinginannya supaya perpustakaan MDQH dibuka 24 jam. Namun sungguh sulit dan sangat berat di lidahnya. Tubuhnya bergetar begitu keras.

Setelah itu, Heri semakin malu ketika salah satu perwakilan kelas perempuan menyampaikan keinginannya dengan begitu lancar, lugas, dan tanpa terbata-bata. Seketika batin Heri merana karena ketidakmampuannya menyampaikan isi kepalanya di hadapan orang banyak. Sejak itu, Heri bersumpah akan masuk organisasi demi mengejar kemampuan public speaking.

Tahun 2014 tiba, Heri memutuskan untuk merangkap di sebuah kampus swasta di Lombok Timur. Berharap dengan menjadi mahasiswa kemampuan public speaking bisa dicapai. Karenanya, sejak masa opspek, Heri sangat aktif berbicara meskipun tubuhnya bergetar. Namun ia tidak memperdulikan hal itu.

Pada suatu kesempatan di kampus, Heri menghadiri sebuah diskusi yang bertajuk public speaking. Diskusi tersebut diisi oleh salah seorang awardee LPDP. Dalam diskusi tersebut, pemateri itu mengisahkan pengalaman dirinya yang juga memang orang yang sangat pemalu. Ia juga awalnya adalah orang yang tidak berani berbicara di depan orang banyak.

Singkat cerita, satu jam diskusi itu berlangsung. Heri ingat betul apa yang disampaikan pemateri, terutama ketika ia mengatakan “siapa yang tahu pertanyaan yang kita sampaikan ketika diskusi adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab?,”. Kalimat itu benar-benar menyulut semangat Heri yang masih mengalami penyakit minder itu.

Semenjak itu juga, ia sangat aktif di kelas terutama di mata kuliah yang menuntut makalah dan diskusi kelas. Hingga pernah, ia dipanggil oleh dosennya sambil jengkel sebagai anak Yahudi. Yahudi memang dikenal sebagai kaum yang banyak bertanya.

***

Selain aktif di kelas, Heri juga langsung ikut organisasi sebagaimana niatnya dulu. Menurutnya organisasi dapat membantunya mendapatkan kemampuan public speaking itu. Di organisasi kampus saat itu, Heri dipertemukan dengan orang-orang yang rajin diskusi dan suka membaca buku. Hingga, ia juga memiliki kebiasaan membaca buku.

Dalam proses tersebut, dalam waktu yang tidak lama, Heri semakin percaya diri terutama setelah memiliki kebiasaan membaca buku. Menurutnya kini, salah satu faktor kenapa banyak orang tidak percaya diri adalah, karena mereka tidak memiliki sesuatu yang bisa disampaikan di kepala mereka. Selain itu, menurut Heri, banyak membaca, adalah jalan yang harus ditempuh bagi setiap mereka yang menginginkan percepatan dalam mencapai kemampuan public speaking.

Di kesempatan diskusi yang lain, Heri bertemu dengan salah seorang dosen yang konsen pada filsafat. Heri mengambil kesempatan itu untuk bertanya soal public speaking. “Bagaimana caranya supaya kita percaya diri?,” tanya Heri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun