Mohon tunggu...
Jamaludin Malik
Jamaludin Malik Mohon Tunggu... -

in God I trust....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengakhiri Polemik Fatin

24 Juni 2013   08:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:31 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebelummasuk ke pembahasan mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa harus membahas Fatin lagi, bukankah di bumi ini ada milyaran manusia lainnya yang bisa dijadikan objek tulisan, bukankah sudah banyak artikel yang membahas Fatin, dan bukankah – bukankah yang lain. Sebelum pertanyaan – pertanyaan tersebut benar – benar muncul, baiknya saya jelaskan maksud dari ditulisnya artikel ini.Pertama, tulisan ini sebagai perkenalan saya di dunia kompasiana yang menurut rumor adalah ‘tempat orang-orang canggih’ karena meskipun saya sudah bergabung dengan kompasiana lebih dari setahun lalu saya merasa ‘sendiri’ di kompasiana ini, jadi saya rasa menulis tentang Fatin akan membuat tulisan ini menjalankan tugasnya dengan baik meskipun pada kenyataannya nanti konten yang dimuat biasa saja dan tidak canggih.Yang kedua, artikel ini saya jadikan sebagai penebusan dosa saya yang sudah satu setengah tahun lebih tergabung dengan kompasiana dan belum memposting artikel selain 2 puisi, hehe. Oleh sebab itu, mohon maaf bila nanti dalam pembahasan sangat tidak berbobot, tidak canggih dan tidak renyah dibaca, dikarenakan selain alasan tersebut diatas seyogyanya saya adalah seorang anak desa dari daerah pegunungan kota Wonosobo yang berstatus mahasiswa cuti dan tidak pernah berprestasi apa-apa serta tidak pernah terampil dalam menulis (terbukti dengan setumpuk makalah yang selalu salah menurut dosen).Jadi, salam kenal untuk semuanya dan tak lupa terima kasih untuk mas, mbak, bapak, ibu, om, tante, adek yang mau mampir membiarkan sedikit energinya berkurang untuk membaca tulisan ini. Salam kuper.

POLEMIK FATIN

Sebenarnya menggunakan kata polemik terkesan dipaksakan, tapi biarkanlah, karena Indonesia memang negara polemik, polemik fathanah, polemik BBM, ah semuanya polemik pokoknya. Kata seorang teman, saya adalah fatinistic karena selalu mendownload lagu yang dinyanyikan fatin dari audisi sampai menjadi juara XFI 2013, statement teman saya tersebut langsung menjadi polemik diantara kami berdua, saya tidak merasa fatinistic tapi teman saya ngotot mengatakan bahwa saya adalah fatinistic. Ah dasar.

Polemik tentang dinobatkannya fatin sebagai juara masih terdengar gaungnya hingga hari ini, ditambah gossip dan rumor yang wajib ada saat seseorang berstatus selebriti atau public figure. Polemik atau perdebatan itu bagus dihilangkan dan tidak apa-apa dibahas asalkan ada yang mau dan tidak menimbulkan kebencian dan saling menghina. Akar permasalahan fatin sebenarnya ada pada pendapat “pantas atau tidak” fatin menjadi juara XFI 2013 (meskipun pada akhirnya meluas dah bahkan sampai ke masalah SARA) mengingat di babak final ia bersaing dengan ‘penyanyi’ yang sudah berpengalaman yaitu Novita Dewi. Para penggemar Fatin jelas berpendapat bahwa Fatin pantas menjadi juara, dan sebaliknya untuk penggemar Novita Dewi. Masing – masing kubu mempunyai argumen yang sama kuat, kebanyakan fatinistic (misalnya Ahmad Dhani) akan berpendapat bahwa suara Fatin itu berkarakter kuat serta sangat unik dan suara Novita Dewi meskipun luar biasa bagusnya tetapi sudah terlalu banyak dipasaran. Sedangkan kubu Novita Dewi menganggap bahwa teknik olah vokal Novita sudah beberapa derajat diatas Fatin. Mungkin kedua pendapat tersebut bisa diterima oleh jumhur, tetapi saya sendiri sebagai seorang awam didunia seni, memang lebih setuju Fatin yang menjadi juara XFI (lagian kalo ndak setuju juga sudah ndak ada gunanya,hehe), saya melihat kemenangan Fatin sebagai sesuatu yang wajar karena XFI seperti yang kita tahu adalah lomba menyanyi. Menyanyi sebagai cabang dari musik dan masuk dalam golongan seni merupakan sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa dinilai dengan ukuran baku, karena seni itu boleh saja abstrak dan relatif. Dalam hal ini tidak benar (meskipun tidak salah) ketika kita menilai cara seseorang menyanyi hanya berdasarkan teori, karena pada kenyataannya menyanyi itu adalah soal bisa dinikmati atau tidak. Menikmati orang menyanyi itu seperti menikmati sebuah makanan, tidak semua orang suka bakso, tidak semua suka sate, tidak semua doyan pizza, tidak semua suka rending, dll. Begitu juga dengan suara fatin, mungkin walaupun tekniknya tidak sempurna tetapi orang – orang dapat menikmati suara fatin, dan merasa ‘ngeh’ dengan penampilan panggungnya yang lucu, dan meskipun Novita Dewi tampil bak Diva Internasional saat menyanyi tapi kenyataannya tidak lebih banyak yang bisa menikmati (secara kasar dapat diraba dari Video Viewed dan iTunes Download yang beberapa kali disebutkan oleh Roby Purba bahwa lagu yang dinyanyikan Fatin seringkali masuk jajaran atas).

Pada kesimpulannya, saya (sebagai individu dan tidak mewakili ormas atau golongan manapun, hehe) kurang setuju ketika orang menilai musik (seni) hanya dengan teknik – teknik atau entah apa itu namanya, karena menurut rumor yang saya dengar, musik bisa dinikmati dengan intuisi, bukan dengan logika, menyanyi tidak sama dengan mengerjakan matematika atau fisika yang selalu harus dengan rumus yang tepat.

Salam kuper,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun