Mohon tunggu...
Abdul Kahar
Abdul Kahar Mohon Tunggu... Tutor - Pembaca aktif, penulis pasif

Peradaban harus terus berevolusi bersama roda pergantian waktu, dan setiap individu punya cara dalam membenahi apa saja yang harus dibenahi. Gunakan caramu!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam Bukan Bersumber dari Logika

14 Maret 2018   06:34 Diperbarui: 14 Maret 2018   08:58 2161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ansorcyber.com

Oleh : Abdul Kahar

(Mahasiswa Perbandingan Madzhab dan Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar)

Islam merupakan agama yang sempurna, dan tidak membutuhkan tambahan syari'at. Ia sudah lengkap atas segala yang menjadi kebutuhan spiritual, sosial atau bahkan intelektual. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT dalam Al - Qur'an surah Al - Maidah : 3 "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".

Nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna seluruh ajaran yang ada, telah menjelaskan seluruh  apa yang menjadi perkara dari usul hingga furu'. Syekh Sholeh bin Abdil Aziz pernah mengutip perkataan imam Darul Hijrah dalam kitabnya "Ulu al - mn f aui al - kitb wa al - sunnah" bahwasanya "Mustahil jika kita menyangka bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan tata cara instinjak lantas belum mengajarkan tauhid". Ungkapan ini menunjukkan bahwa agama Islam telah sampai pada titik kesempurnaan dan tidak membutuhkan tambahan.

Sempurna dalam islam bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipahami, karena ketika akal tak mampu menjangkau pengetahuan yang disiratkan oleh ayat - ayat Al - Qur'an Allah SWT menurunkan ayat yang lain sebagai penjelas ayat sebelumnya, atau ketika tidak ditemukan maka ada dalil sunnah yang kemudian memperjelas setiap hukum yang terdapat di dalamnya.

Sebagian besar kaum orientalis menyebutkan bahwa islam adalah agama yang kaku dan tidak sesuai dengan perjalanan zaman. Islam bagi mereka hanyalah agama klasik dan tidak mampu menyesuaikan. Hal tersebut mereka ungkapkan karena melihat islam hanya ada pada tataran ibadah yang mereka tak butuhkan di era globalisasi yang materialistik. Pandangan seperti ini muncul dikarenakan worldview yang teradopsi dalam pemikirannya terbatas pada hal -- hal empirik tanpa meyakini adanya hal metafisik.

Islam bukanlah agama logika. Ia dibangun atas nash -- nash yang kemudian ada di dalam Alquran dan Sunnah, Sehingga tolok ukur dari sebuah kebenaran di dalam islam tidaklah bersandar pada akal semata tapi lebih pada penyandaran terhadap dalil -- dalil naqli yang ada.

Kesempurnaan islam nampak dari kemurnian ajarannya. Itu dikarenakan hukum yang ada bersandar pada satu sumber yang sama. Pada paragraf sebelumnya penulis menyebutkan bahwa islam bukan agama logika, ia tidak lahir dari akal pemikiran manusia. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hukum -- hukum  yang ada  dan tidak sesuai dengan akal manusia seperti ketika kita buang angin tentu akan membatalkan wudhu yang kemudian berkonsekuensi untuk mengharuskan kita berwudhu kembali jikalau ingin melakukan suatu ibadah, pertanyaannya mengapa kita harus berwudhu (membasuh seluruh anggota wudhu dari kepala hingga kaki) sementara  yang keluar hanyalah angin dari dubur?.

Dalam kasus yang lain kita juga akan mendapati proses bersuci bagi orang yang menggunakan Khuf(sepatu yang berbahan dari kulit dan agak tinggi hingga melebihi atas mata kaki) yang digunakan saat safar. Khuf  yang digunakan setelah bersuci boleh untuk tidak kita lepaskan saat berwudhu sehingga apabila proses wudhu sudah sampai pada bagian mata kaki yang ingin dicuci, Khuf(sepatu) tak perlu dilepaskan tapi cukup dibasuh bagian atasnya saja. Dalam hal ini, konteks penggunaan logika tentu akan menimbulkan pertanyaan "Mengapa harus atasnya yang dibasuh bukankah bagian bawah lebih kotor dari bagian atasnya?". Inilah yang menunjukkan bahwa hukum -- hukum yang ada di dalam islam tidaklah bersumber pada logika semata tetapi lebih pada nash yang bersumber dari Alquran dan sunnah.

Implementasi ibadah di dalam islam bertujuan untuk menguji tingkat ketakwaan dan ketaatan bagi setiap hamba dalam menjalani kehidupannya. Ibadah di dalam islam jika ditinjau dari perspektif pelaksanaannya terbagi menjadi dua, ada ibadah ma'qulatul ma'na(di pahami maksudnya) dan ibadah gairu ma'qulatil ma'na(maksudnya belum dipahami). Sehingga ibadah -- ibadah yang diperintahkan melalui nash yang jelas tanpa dipahami maksudnya secara nalar masuk dalam kategori ibadah "Gairu Ma'qulatil Ma'na" yang salah satu tujuannya untuk menguji seberapa taat seorang hamba dalam menjalani perintah dari sang maha pencipta.

Islam bukan agama logika tapi tidak menafikan keberadaannya, terkadang akal hanya digunakan sebagai salah satu instrumen dalam menganalisa objek permasalahan. Penggunaan akal di dalam islam tidaklah dibangun atas dasar kebebasan tetapi diikat oleh dalil -- dalil naqli yang bersumber dari Alquran dan Sunnah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun