Sadar atau tidak sadar, pengambilan keputusan untuk tetap melaksanakan pilkada penuh dengan target kejar tayang. Setidaknya untuk mengamankan posisi orang-orang yang terlibat dalam politik dinasti, karena kalau diundur rentang waktu yang dibutuhkan menuju Pilpres semakin singkat.
Melihat dari berbagai macam polemik serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat, salah satunya adalah dengan memberikan mandat penuh penanganan Covid-19 kepada Menko Mavest Luhut Binsar Panjaitan.
Sejak kejadian mengejutkan dari seorang pejabat yang duduk di DPR RI atas statement-nya yang mendiskreditkan rakyat Sumatera Barat, seharusnya kita sadar bahwa yang mereka butuhkan hanyalah bagaiamana membutuhkan suara! Mereka hanya butuh suaramu, bukan KESEHATANmu!.
Kita seharusnya bersyukur dengan adanya pembatasan kegiatan akademik, setidaknya anak-anak kita sehat dari mara bahaya wabah ini. Mereka yang di atas ini masih memikirkan generasi penerus bangsa.
Walaupun dampak yang cukup besar yang dirasakan oleh kaum pelajar dan mahasiswa pada generasi saat ini, tetapi demi terhindar dari kebodohan satu generasi harus rela berdesak-desakan untuk kuota.
Tapi kita patut bersyukur, yang penting pelajar dan mahasiswa di Indonesia tidak tekonfirmasi positif. Bagi mereka para penguasa membutuhkan kemenangan dan itu harga mati daripada ngurus nyawa rakyat, ujung-ujungnya rakyat disalahkan karena tidak patuh protokol kesehatan.
Hingga saat ini pola demokrasi yang dibangun oleh pemerintahan untuk menunjukkan bahwa sektor ekonomi dan demokrasi adalah emas yang tidak bisa sebanding dengan nyawa masyarakat Indonesia, jadi wajar saja menkes mangkir saat diundang di diskusi matanajwa.
Padahal kita semua tau bahwa bukti berdirinya sebuah negara karena adanya; wilayah dan rakyat. Kasus covid-19 yang terkonfirmasi sudah 10.600 lebih yang meninggal dari 283.000 kasus yang ada, pemerintah tinggal menunggu populasi rakyat indonesia menghilang. Hingga mereka tau bagaimana ditinggal saat sedang sayang-sayangnya.