Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dahsyatnya Pesugihan "Gulo Abang" Mbah Marni

18 Juni 2022   22:31 Diperbarui: 18 Juni 2022   22:34 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semut Mengerubuti Cairan Gula | maduonggu.com

Namanya Mbah Marni!

Begitulah saya dan semua orang di kampung kami mengenal nenek tua yang dikenal luas sebagai pengamal sekaligus sosok yang konon pertama kali mempopulerkan kedahsyatan "pesugihan gulo abang"  di kampung kami, sebuah desa kecil nan asri yang ijo royo-royo dan selalu nampak adem ayem,  gemah ripah loh jinawi toto tentren kerto lan raharjo persis di kaki Gunung Lawu sisi sebelah Timur Laut di ujung barat Propinsi Jawa Timur.

Mbah Marni yang sebatangkara sejak ditinggalkan jinate  Mbah Darmo, suaminya yang meninggal dunia saat menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, menjalani hari-harinya sebagai penjual getuk dan beberapa olahan dari bahan telo menyok lainnya, seperti utri, cenil, sawut, gatot, lupis dan lain-lainnya.

Khusus untuk getuk yang menjadi materpiece-nya olahan tangan Mbah Marni, memang telah sejak lama menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual sarapan pagi masyarakat di kampung kami.

Dari anak-anak sampai orang dewasa, sepertinya memang tidak ada yang bisa melewatkan sensasi manis gurihnya padupadan legendaris telo menyok dengan gulo aren asli yang ditetel sampai lembut hingga menghasilkan tekstur getuk yang selalu bikin ketagihan siapa saja yang pernah mengudapnya untuk sarapan pagi hari.

Di keluarga saya, getuk Mbah Marni juga tidak pernah ketinggalan mengisi meja untuk sarapan pagi. Diawali dengan "sepincuk" sego pecel-nya Yu Gembrot dan secangkir kopi pahit kental buatan ibu yang sama-sama legend-nya, maka getuk olahan Mbah Marni yang memang nyamleng akan selalu hadir layaknya dessert alias "partai" penutup.

Mungkin, seandainya ada jurusan akademik kuliner tradisional dengan konsentrasi per-getukan atau per-telo menyokan, sepertinya sangat layak kalau Mbah Marni diangkat menjadi guru besarnya, propesornya!

Pengakuan terhadap olahan getuk Mbah Marni tidak hanya datang dari kami, warga kampung yang sejak lahir ceprot memang sudah akrab dengan lembutnya getuk dengan lelehan gulo aren alias gula merah yang selalu ngangeni itu, tapi juga dari berbagai kalangan, termasuk kalangan pejabat, setidaknya di level Bupati dan koleganya.

Kok bisa ya, mosok iyo olahan getuk dan konco-konconya dari telo menyok kok bisa seterkenal itu? Konon, menurut para orang tua, "kesuksesan" getuk Mbah Marni ini ada hubungannya dengan "pesugihan gulo abang" yang selalu diamalkan oleh Mbah Marni dan juga suaminya, jinate Mbah Darmo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun