"Paman Kiri...paman! Kiri.....kiri.....kiri! Tek....tek......tek.......tek...........tek....!!", teriakku pada  sopir bis sambil mengetuk pintu belakang bis dengan koin, agar menghentikan laju roda bis yang kunaiki.
"POM bensin paal sepuluh kah?" tanya sopir bis sambil menepikan bis tepat di tempat yang kuminta.
"Iya Paman!", jawabku cepat tanpa menoleh lagi.
 "Kiri Badahulu lah", teriak kondektur bus mengingatkanku.
"Iya...makasih banyak!", balasku sambil melompat dari  pintu bis.
"Alhamdulillah, sampai jua aku", begitu kedua kakiku menginjak tanah dengan sempurna, tepat di depan POM Bensin  Mandarsari Paal sepuluh.
POM bensin di hadapanku yang sejak dulu di bangga-banggakan orang sekampung, karena dianggap sebagai lambang kemajuan perekonomian dan teknologi sepertinya sudah banyak berubah bila dibanding dengan sepuluh tahun yang lalu.
Seingat ku, dulu POM bensin ini mesinnya hanya dua buah saja, itupun  manual. Sekarang sudah ada lima mesin canggih dan didukung oleh fasilitas minimarket, Musholla, toilet, bahkan ada fasilitas  kompresor untuk tambah angin maupun tambah air radiator.
Perlahan-lahan kenangan masa lalu pada POM Bensin yang lokasinya tepat di seberang bekas rumah keluarga kami itu menyeruak  dan menyeretku ke pusaran masa lalu..........
Sampai tiba-tiba ada tangan kekar yang mendarat di pundak kananku, " Akbar?", sapanya padaku dengan suara serak hingga membuat jantungku berhenti berdetak untuk sejenak karena kaget dan sekaligus membuyarkan semua lamunanku.