Mohon tunggu...
Christian Novendy Agave
Christian Novendy Agave Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka Rempah

Menelaah Sejarah, Budaya, dan Sosial Masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pandemi Covid-19: Eksistensi Manusia, Penyakit, dan Tuhan

10 Juni 2020   20:00 Diperbarui: 10 Juni 2020   20:12 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: covid19.kemkes.go.id

Sudah mulai bosan dengan berita covid-19? Pada tgl 10 Juni ini penambahan kasus positif mencapai 1.000 orang lebih. Tapi tetap angka kesembuhan masih tinggi dibanding angka kematian.

Sudah mulai siap dengan kenormalan baru? Protokol kesehatan terus digaungkan beriringan dengan beragam sektor yang dilonggarkan. Kebijakan negara yang diterapkan apakah sudah berbasis kebijakan Biopolitik? Atau justru abai?

Pandemi penyakit yang melanda kehidupan manusia bukanlah hal yang baru. Sudah banyak contoh seperti Flu Spanyol, Black Death, Mers, dan sebagainya.

Manusia dengan kapasitas berpikir menciptakan penemuan guna memerangi pandemi tersebut. Eksistensi manusia untuk bertahan hidup diupayakan dengan segala cara. Apa jadinya jika kita menengok ke belakang bahwa manusia purba hanya mengandalkan berburu dan meramu? Apa jadinya jika kita hanya mengandalkan api untuk penerang dan penghangat di malam hari?

"Aku berpikir maka Aku ada."

Dasar berpikir Descrates ini mencoba mengingatkan kita di tengah keterpurukan untuk mencoba menggali apa yang bisa kita pikirkan untuk diri sendiri, orang lain, alam semesta dan Tuhan.

Eksistensi penyakit membawa suatu persepsi kacamata sains dan agama bisa kita baca dan dengar dalam lingkup dialektika yang menggugah pikiran dan hati nurani.

Penyakit dianggap sebagai suatu kutukan, hukuman dari Tuhan, dan pembersih dari dosa. Penyakit pun dapat dianggap sebagai akibat dari ulah manusia yang mencemari lingkungan dan dirinya sendiri.

Penyakit mendorong manusia untuk melakukan inovasi dalam dunia medis dan mengajak manusia untuk menggali kembali budaya lampau tentang kebersihan diri dan keselarasan dengan alam. Eksplorasi dengan rempah-rempah berguna untuk menstabilkan kembali imunitas tubuh yang kini telah rusak dengan makanan dan minuman cepat saji.

Penyakit menyadarkan negara untuk membangun kebijakan yang biopolitik. Apa jadinya ketika sarana dan prasarana tidak mendukung untuk menanggulangi wabah? Apakah masyarakat mendapat penghidupan yang layak seperti ketersediaan air bersih dan mengalir dengan lancar? Apakah dapat diimplementasikan dengan protokol cuci tangan dengan sabun dan air mengalir? Makanan yang bergizi pun penting mengingat masih banyak yang kekurangan gizi dan tetap berlangsung sebelum pandemi covid-19 melanda.

Tak ketinggalan bagaimana agama memandang wabah ini. Perilaku umat beragama dalam meresponnya beraneka ragam. Ini merupakan suatu ujian, hukuman, atau sebuah peluang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Kepasrahan kepada Tuhan adalah suatu yang rohaniah namun perlu dibangun suatu kesadaran penting untuk melindungi jasmani. 

Penyerahan diri kepada Tuhan penting namun bukan berarti menyerah pada keadaan atau menantang penyakit tersebut. Bukankah Tuhan tidak suka orang sombong yang menganggap remeh penyakit atau merasa benar karena sudah berlindung kepada-Nya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun