Mohon tunggu...
Kabar Baik PAN
Kabar Baik PAN Mohon Tunggu... -

Jika politik terlalu dominan diisi oleh prasangka buruk maka terjadilah. Namun jika kita lebih menilik sisi baiknya maka itu lebih bermanfaat. Oleh karena itu, kami hadirkan #KabarBaikPAN untuk politik yang lebih bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PAN dan Masyarakat Politik Baru Postmodern

24 September 2015   07:20 Diperbarui: 24 September 2015   07:20 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di antara partai-partai politik yang ada di Indonesia sekarang ini, PAN adalah partai politik yang stabil, kompak, dan energetik. Di satu sisi partai-partai gaek seperti Golkar dan PPP sedang dalam perpecahan yang mendalam, di sisi lain partai-partai besar belum lepas juga dari jerat dominasi tunggal tokohnya seperti PDIP dengan Megawati, Demokrat dengan SBY, dan Gerindra dengan Prabowo. Ketiga yang terakhir ini tetap saja mau bercokol sebagai ketua umum partainya. PAN berhasil menunjukkan dirinya sebagai SATU-SATUNYA partai di Indonesia sekarang ini yang bisa lepas dari jebakan demokrasi liberal. Pemilihan bebas di arena Kongres PAN bulan Maret lalu antara Hatta Rajasa dan Zulkifli Hassan memang sengit namun tak sampai pecah seperti Golkar atau PPP. 

Dari anatomi kepengurusan PAN periode Zulkifli Hassan ini tampak sekali bahwa PAN didominasi oleh wajah muda mulai dari Sekjend-nya, para Wakil Ketua Umumnya, jajaran Ketua dan mereka yang berada di fraksi DPR RI. Tentu sosok ketua umum PAN sendiri yang terbilang muda dibandingkan dengan ketua-ketua umum partai lain tadi. PAN yang muda, kompak, dan terlihat dinamis ini perlu melihat dirinya ke depan dalam sebuah konteks masyarakat politik yang baru jika ingin memenangkan dirinya sebagai juara pemilu dan pilpres 2019. 

Masyarakat politik yang baru yang bagaimanakah?

Tiap zaman akan melahirkan orang. Tiap orang lahir di zamannya. PAN yang muda, dinamis, dan kompak ini adalah jawaban sementara atas keberadaan zaman yang sedang mengalami perubahan cepat dewasa ini. Keterpilihan Jokowi sebagai Presiden adalah fenomena perubahan cepat yang harus kita pahami sebagai cermin dari karakter masyarakat politik Indonesia kontemporer.

Masyarakat Indonesia dewasa ini lebih banyak didorong dan di-drive oleh perkembangan teknologi, media, dan visualisasi politik yang bergerak cepat, padat, dan segera. Hal ini membawa dampak nyata terhadap perkembangan demokrasi kita. Demokrasi yang ter-media-tisasi. Itulah mengapa masyarakat Indonesia kontemporer sangat menekankan persepsi visual yang diyakini sebagai gambaran utuh atas sebuah sosok atau atas suatu fenomena yang sejatinya lebih kompleks. Demokrasi yang ter-media-tisasi ini membuat masyarakat tak lagi rasional dan cenderung non-ideologis. Inilah masyarakat politik postmodern di Indonesia yang harus dihadapi oleh PAN. 

Beda jauh dengan situasi sosiologis di jaman lahirnya Reformasi yang dibidani oleh founding father PAN, Amien Rais, di tahun 1990-an akhir. Masyarakat saat itu belum dijajah oleh media dan visualisme. Mereka mengikuti dengan seksama gagasan besar demokrasi, kesejahteraan, dan keadilan yang diinginkan oleh Indonesia baru pasca-otoritarianisme. Tema besar seperti demokrasi, HAM, kesejahteraan, keadilan, anti-korupsi menjadi konsumsi harian paling disukai oleh masyarakat. Itu pulalah yang mendorong PAN hasil pemilu 1999 hingga 2004 memiliki kursi terbanyak dari 34 kursi menjadi 53 kursi karena kepemimpinan tokoh sentral penggerak Reformasi, Amien Rais, yang selalu jadi pemimpin atas narasi-narasi besar dari demokrasi, keadilan, anti-KKN, dan nasionalisme ekonomi. 

Bagaimana dengan karakter masyarakat politik yang sekarang ini? Bisa dikatakan watak pemilih sekarang jauh berbeda. Seperti yang saya katakan tadi, mereka, karena pengaruh hebat media dan visualisme, telah menjadi irasional dalam menentukan pilihan politiknya. Cara berpikirnya lebih instan, pendek, dan ingin yang terlihat saja. Sangat kecil mereka memahami betul secara menyeluruh para pemimpin di zamannya sekarang ini. Mereka memilih Jokowi sebagai presiden bukan karena pertimbangan rasional berupa karya, prestasi, kapasitas, dan kapabilitasnya. Komitmen terhadap demokrasi, HAM, keadilan, kesejahteraan tidak lagi jadi pertimbangan para pemilih memilih para calon pemimpinnya. 

Sekarang ini adalah eranya masyarakat gandrung dengan tema-tema kecil. Jika ada yang bicara soal ide-ide besar tentang demokrasi, HAM, keadilan maka hampir bisa dipastikan akan dicemooh dan dicibir oleh para pemilih yang sudah menjadi bagian dari masyarakat politik ter-media-tisasi tersebut di atas. Mereka yang mengusung tema soal Indonesia Bersih, Indonesia Hebat, Indonesia Sejahtera, Ekonomi Kerakyatan dianggap sudah tak lagi relevan sekalipun yang dikatakannya itu shahih. Pemilih lebih menyenangi tema-tema kecil seperti kartu sehat, bantuan operasional sekolah, jaminan privacy internet, dan sejenisnya. 

Konsekuensinya adalah pemilih akan lebih melihat partai dan kandidat mana yang lebih menguasai permainan tema-tema kecil ini. Bicara gagasan besar, apalagi ideologi, menjadi tidak relevan. Apakah ini berarti masyarakat kita menjadi mengerdil caranya berpolitik? Inilah realitas masyarakat politik postmodern yang harus dihadapi oleh semua partai politik di Indonesia, termasuk PAN. Dengan modalitas sosial yang dimilikinya (muda, energetik, dinamis, kompak), sebaiknya PAN mulai menyiapkan dirinya menjadi juara yang klop dengan konteks masyarakat postmodern sekarang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun