Mohon tunggu...
KA Widiantara
KA Widiantara Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Clickbait, antara Sensasi dan Orientasi Iklan Media Online

3 April 2021   13:32 Diperbarui: 3 April 2021   13:38 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kultur mengakses media berubah drastis sejak trend internet meningkat di Indonesia. Perubahan ini makin terasa sejak dasa warsa ini. Dari offline menuju online. Media daring, tidak hanya berkembang di kota-kota besar. 

Namun merambah hingga  ke media lokal. Hal ini secara praktis mempengaruhi gaya hidup masyarakat mengkonsumsi informasi di era digital. Kehadiran media tidak semata  mengubah habbit para penggunanya. Namun juga lembaga media bersangkutan. 

Mulai dari ragam konten, strategi saluran distribusi pemberitaan, pola kerja jurnalis, substansi pemberitaan hingga kreativitas dalam mendulang  pendapatan iklan. Namun tidak semua media massa khususnya mainstream media bisa bertahan ditengah laju disrupsi  media online.

Dalam jurnalisme, salah satu hal yang paling mencolok adalah orientasi bisnis.  Lembaga media yang tidak bisa eksis dan  menghasilkan keuntungan di tengah kompetisi yang ketat sudah dipastikan mengalami sendyakalaning. Fenomena mengakses informasi secara gratis di  internet menjadi pemicu perubahan landscape cara mengkonsumsi media di dunia saat ini. 

Seiring kehadiran pemain baru di media daring bermunculan, berbagai pihak sudah memprediksi nasib menggerikan surat kabar atau majalah yang  dulu mendominasi yang kini ditinggalkan oleh para pembacanya. Terlebih  seiring berumunculannya new reader di kalangan generasi milenial yang cenderung digital native.Tidak hanya di Indonesia, diberbagai Negara maju seperti Amerika Serikat dan  Inggris pengelola media cetak terlambat untuk bermigrasi secara serius ke media daring. 

Para pengambil kebijakan di media cetak terlambat menyesuaikan diri  dengan perilaku dan selera khalayak yang kini sudah berpusat pada internet. Kini media cetak pada akhirnya kesulitan  mencari perhatian kepada pembaca yang bersaing dengan media yang lahir di era daring, yang mana sudah memiliki basis kuat di akar rumput.

Pengelolaan media daring juga sangat berbeda dari media cetak. Majamemen redaksi dan model bisnisnya sangat dinamis. Tidak ada resep manjur yang berlaku secara tetap dan universal. Berbeda dengan model bisnis cetak dan penyiaran yang sudah mapan. Di sisi lain jurnalisme daring  bisa digunakan untuk mendukung media penyiaran, misalnya melalui situs berita yang dibuat stasiun radio dan televisi. Dengan ini, liputan jurnalis media penyiaran yang sebelumnya langsung menguap setelah disiarkan bisa tercatat dalam wujud teks dan multimedia sehingga selalu diakses khalayak.

 (Wendratama, 2017: 2-3)  Jumlah media daring tumbuh pesat, baik media pers maupun nonpers, baik yang profesional maupun nonprofessional. Semua media itu harus bersaing ketat  dengan media konvensional dan raksasa media sosial untuk merebut perhatian khalayak. Persaingat memperubutkan perhatian dari public pada akhirnya mengorbankan  kualitas jurnalisme daring. 

Hal ini ditengarai karena online media berpacu pada kecepatan yang berorientasi pada klik yang kemudian mengorbankan kualitas dan validitas pemberitaan.  di Indonesia banyak media daring sudah menawarkan beragam konten berkualitas,  inovatif bahkan interaktif. Namun ada juga yang membuat jurnalisme daring terkesan murahan dan menyerupai jurnalisme kuning yang menyajikan sensasi semata.

Fenomena sensasi jurnalisme online saat ini tercermin dari judul-judul berita yang menarik perhatian dan menggoda selera baca masyarakat awam. Hal inilah yang dikenal sebagai fenomena clickbait. Sebuah "aliran" media online yang bertujuan hanya satu untuk menarik pembaca atau warganet masuk ke sebuah situsweb dan mendulang apa yang disebut sebagai page view atau jumlah klik yang masuk.

 Ankesh Anand, dari Indian Institute of Technology, dalam tulisannya yang berjudul "We used Neural Networks to Detect Clickbaits: You won't believe what happened Next!" mengatakan bahwa clickbait merupakan istilah untuk judul berita yang dibuat untuk menggoda pembaca. Biasanya menggunakan bahasa yang provokatif nan menarik perhatian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun