Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kepada Warga Jakarta, Selamat Datang di Kenyataan

13 September 2018   16:58 Diperbarui: 15 September 2018   14:42 2951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Petak Sembilan Jakarta (sumber : Jakarta100bars.com)

"Kepada para pendatang, selamat datang di Jakarta. Kepada warga Jakarta, selamat datang di kenyataan".

Pernah dengar pantun tersebut? Ya, itulah hiburan yang kadang kita dengar dari awak kabin sebuah maskapai BUMN sesaat setelah pesawat mendarat di bandar udara Soakerno Hatta atau Halim Perdanakusuma.

Sebetulnya, pantun itu memang cuma hiburan. Sapaan yang jadi ciri khas si maskapai. Namun di balik pantun tentang Jakarta tersebut, terselip banyak pesan dan makna. Terutama pada frase "di kenyataan". Ada makna hiperbolis, bahwa Jakarta adalah kota yang kenyataannya menyimpang jauh dari yang diharapkan.

Kemegahan Jakarta yang nampak dari layar kaca, tersaji dalam sinema, maupun jepretan kamera yang instagramable, tak selalu berbanding lurus dengan realitas.

Siapa yang kuat coba, dengan kemacetan Jakarta. Yang menurut riset aplikasi navigasi lalu lintas, WAZE, kecepatan rata-rata kendaraan hanya 18 Km/jam. Cuma setara kecepatan sepeda santai.

Bukan cuma persoalan lalu lintas, masih banyak problem lain yang membelit Ibu Kota. Sumber tumpukan masalah Jakarta berpangkal dari arus urbanisasi yang amat masif. Jakarta adalah kota destinasi utama kaum urban di Indonesia. Tempat memperjuangkan mimpi. Meskipun Ibu Kota kadang lebih kejam dari ibu tiri, kata orang. 

Dalam tujuh tahun terakhir, Jakarta kedatangan 63 ribu warga baru setiap tahun. Tentu saja mereka datang dengan membawa banyak harapan. Terutama mimpi sukses keuangan dan karir. Derasnya arus urbanisasi di Ibu Kota adalah potret tren global urbanisasi. 

Perlu dicatat, urbanisasi merupakan fenomena global. Menurut prediksi BBVA Research, tahun 2025 sebanyak 53% populasi dunia bermukim di kawasan urban.

Bandingkan pada tahun 1980, hanya 39 persen populasi global tinggal di perkotaan. Dampak dari urbanisasi ini adalah ketimpangan yang makin parah. McKinsey mencatat, saat ini 60% ekonomi global dihasilkan di 600 kota dunia. 

Data-data statistik tentang urbanisasi di skala global dan lokal tersebut, pasti berkonsekuensi terhadap kualitas hidup manusia. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Apalagi dengan banyak status yang disandang oleh Jakarta.

Sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis hingga pusat pertumbuhan budaya modern yang semakin memikat anak-anak muda hijrah ke Ibu Kota yang menjanjikan banyak harapan.

Jakarta bahkan punya gelar yang belum dimiliki oleh kota-kota besar lain. Yaitu sebagai megacity.

Megacity merupakan sebuah kota super jumbo dalam aspek ukuran populasi. Biasanya didefinisikan sebagai wilayah metropolitan dengan total populasi 10 juta orang atau lebih.

Jakarta masuk Top 3 Megacity di dunia. Mengalahkan Delhi, Seoul, Guangzhou, Beijing, Manila, Mumbai dan New York City. Jakarta hanya kalah oleh Tokyo dan Shanghai.

Seperti halnya megacityyang lain, isu hunian dan keseimbangan lingkungan menjadi sorotan di Jakarta. Bayangkan, setiap 1 Km persegi Jakarta dihuni oleh 15.700 jiwa penduduk. Bila pengelolaan lingkungan dilakukan biasa-biasa saja, tentu kualitas hidup jadi pertaruhan.

Tak ayal, pembangunan dan pengembangan Jakarta harus diwujudkan dengan cara-cara inovatif. Bukan saja oleh pemerintah, namun terutama juga pihak swasta.

Tantangan bagi para pelaku industri di sektor properti, konstruksi, hingga pebisnis transportasi untuk melayani 10,4 juta warga Ibu Kota (30 jutaan se Jabodetabek).

Isu utama dalam pengembangan megacitysaat ini adalah pembangunan yang berpijak pada kebutuhan sosial dan lingkungan.

Megacity amat sensitif dengan perubahan lingkungan. Elemen krusial yang menjadi kunci harmoni megacitynamun tak mudah diwujudkan dalam pembangunan kota yang super kompleks.

Dalam sebuah talkshow di Hotel Pullman, Jakarta yang saya hadiri belum lama ini, Sigit Kusumawijaya salah satu arsitek dan urban design mengatakan, bahwa genre desain di kawasan perkotaan telah bergeser ke konsep berwawasan lingkungan.

Kita kian familiar dengan konsep green architecture dan urban farming. Inovasi ini merupakan respons atas kebutuhan hunian di tengah kota tanpa mengesampingkan kualitas lingkungan.

Senada, Deliana Suryawinata, arsitek dan Co-Foubder SHAU yang beroperasi di Indonesia, Belanda dan Jerman mengatakan bahwa ruang terbuka hijau merupakan hak setiap orang yang kerap dilupakan.

Karena itu, ia bersama rekannya berupaya memberikan terobosan arsitektural hijau. Termasuk dalam pemanfaatan material daur ulang. 

Kita mungkin tau rumah botol milik Kang Emil. Rumah yang dibangun dari 30 ribu botol kaca bekas oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Rumah botol tersebut mengusung konsep ramah lingkungan.

Selain menggunakan bahan bekas (re-use) juga dapat menghemat energi dengan penerangan alami di siang hari.

Rupanya, Deliana Suryawinata juga banyak berkolaborasi dengan Kang Emil sejak menjabat sebagai walikota Bandung. Dalam presentasinya, Deliana memaparkan beberapa project kolaborasi Pemkot Bandung dengan SHAU.

Misalnya Microlibrary Taman Bima, Bandung yang dibangun dengan menggunakan bucketbekas eskrim. Biro arsitektur yang sama juga merancang Microlibrary di Taman Lansia dan Taman Film, Bandung. 

Melalui project-project tersebut, Deliana menegaskan, bahwa konsep arsitektur masa kini dan masa depan harus berwawasan lingkungan. Prinsip pembangunan yang selaras dengan lingkungan ini pula yang mengilhami konglomerasi bisnis Siam Cement Group (SCG) memelopori produksi material bangunan yang tak hanya menerapkan teknologi, namun juga ramah lingkungan. 

Dalam talkshow bertajuk Construction Talk 2018 itu, SCG mengenalkan produk Super Semen, inovasi semen yang mengusung teknologi nano. SCG mengklaim, produk ini mampu mengurangi penggunaan semen dan air sehingga lebih ramah lingkungan.

Selain produksi material konstruksi, SCG juga turut langusung dalam pembangunan infrastuktur.

Country Director SCG Indonesia Nantapong Chantrakul menjelaskan bahwa dalam pengalamannya selama lebih dari 100 tahun beroperasi. SCG menemukan fakta tentang kunci sukses pembangunan yang sustainable terletak pada kemampuan menerapkan prinsip keseimbangan dalam membangun infrastruktur.

Apalagi, pembangunan megacityperlu mengakomodir kebutuhan masyarakatnya yang kompleks.

Di Indonesia, SCG terlibat dalam pembangunan proyek infrastruktur skala besar. Seperti pembangunan mass rapid transportation (MRT)Lebak Bulus -- Bundaran HI dan LRT Jabodetabek.

Pembangunan proyek infrastruktur di lokasi vital seperti itu, menurut General Manager Product Innovation and Application SCG, Budi Hermanto, amat menantang.

Sebab dalam proses pembangunan, lokasi tidak ditutup. Masyarakat megacity Jakarta tetap beraktivitas normal. Karena itu, SCG Jayamix mengandalkan produk-produk mereka yang dapat diapliaksikan secara efektif. 

Karakter megacity yang tak pernah berhenti pada satu titik pembangunan, memang jadi tantangan. Kita melihat, Jakarta yang telah riuh dengan gedung pencakar langit masih terus berpacu memanfaatkan ruang dengan munculnya gedung-gedung jangkung yang baru. Megacityini terus dibangun, berkembang dan tumbuh. 

Karenanya, pemerintah selaku regulator mesti mampu mengatur peruntukan dan mengoptimalkan ruang yang ada dan telah dimanfaatkan.

Pun para pelaku industri yang menyokong eksistensi megacity, tak boleh berhenti menawarkan terobosan aplikatif untuk mengakomodir kompleksitas kepentingan di megacity.

Hanya dengan kolaborasi dan kesigapan para pemangku kepentingan, makna "kenyataan" hiperbolik yang di maksud dalam pantun di atas, dapat diubah menjadi kenyataan yang memang diidam-idamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun