Padang Panjang - Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap limbah organik yang mencemari lingkungan, seorang mahasiswa Desain Produk Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang menjawab tantangan itu dengan kreativitas. Defant De Laurent (25), putra daerah asal Kota Binjai, Sumatera Utara, berhasil menciptakan produk jam tangan estetik dari limbah batok kelapa, yang ia beri nama D'Laurent Watch.
Produk ini bukan sekadar hasil eksperimen kreatif. D'Laurent Watch merupakan karya Tugas Akhir yang dikerjakannya sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana Desain Produk di ISI Padang Panjang. Namun, lebih dari sebuah tugas akademik, karya ini lahir dari keresahan personal terhadap masalah lingkungan yang terus diabaikan.
"Masyarakat cuek dan tidak peduli tentang pemanfaatan mengolah material dari limbah," ujar Defant saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia sering melihat tumpukan batok kelapa dibakar begitu saja atau dibuang di tempat terbuka. Di balik kepulan asap dan aroma kayu terbakar itu, Defant justru melihat peluang: menghadirkan nilai dari sesuatu yang dianggap tak bernilai.
Estetika dari Limbah
Batok kelapa memiliki tekstur kasar dan warna natural yang khas. Kebanyakan orang mungkin melihatnya sebagai sisa dapur yang tak berguna. Namun bagi Defant, material ini justru punya kekuatan: kuat secara struktur, ringan, dan memiliki karakter visual yang alami.
Melalui D'Laurent Watch, ia ingin memperlihatkan bahwa limbah bukan akhir dari sebuah siklus, melainkan bisa menjadi awal dari sesuatu yang baru, bernilai, dan berestetika tinggi. Setiap jam tangan yang ia buat memiliki keunikan tersendiri, mengikuti guratan alami dari batok yang digunakan. Tak ada dua jam tangan yang sama.
Produk ini tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk waktu, tetapi juga menjadi simbol gaya hidup berkelanjutan dan pernyataan identitas lokal.
Proses Pembuatan D'Laurent Watch
Untuk menciptakan satu unit D'Laurent Watch, Defant mengikuti proses kerja yang teliti dan berlapis. Ada tujuh tahapan utama yang harus dilalui: