Cuma satu hal yang mendorong saya menonton "Sore: Istri dari Masa Depan", selain webseriesnya, ingin tahu bagaimana sineas Indonesia menggarap film petualangan waktu untuk mengubah kejadian di masa kini.
Dari berbagai film mancanegara "Butterfly Effect" (2004) yang paling menarik, ketika tokoh utamanya  Evan Trebon (Ashton Kutcher) mencoba mengulangi hidupnya yang dirasanya buruk  dengan membaca diary, melihat foto lama dan menonton film kenangan.
Percobaan berulang-ulang selalu berakhir lebih buruk terkait hubungan dengan cintanya  dengan Keyleigh Miller (Amy Smart). Akhirnya pilihan win-win solutionnya adalah dengan tidak mengenal Keyleigh sama sekali.
Masih banyak film lain lagi dengan konsep serupa perjalanan mengulang waktu berulang-ulang dan "Sore: Istri dari Masa Depan" mengingatkan saya pada "Butterfly Effect".Â
Cuma yang melakukan perjalanan waktu ialah Sore (Sheila Dara) yang kembali ke delapan tahun yang lalu agar suaminya Jonathan (Dion Wiyoko) tidak meninggal dunia karena serangan jantung. Â
Untuk itu Sore berupaya agar Jo, panggilan Jonathan mau mengubah kebiasaan buruknya, alcoholic dan perokok berat, tekanan kerja yang membuatnya kurang tidur dan jarang berolahraga.
Upaya itu dilakukan berulang-ulang dan hanya disadari oleh Sore, bukan oleh Jonathan dengan satu tujuan: agar bisa selama mungkin dengan orang yang dicintainya. "Meskipun aku hidup 10 ribu kali aku tetap memilihmu," ucap Sore.
Jika Sore gagal, maka dia kan jatuh tidak sadarkan diri dengan mimisan di mana pun ia berada dipelukan Jonathan tentunya dan dia kembali ke tempat tidur Jonathan pagi hari pukul 08.25 di Zagreb, Kroasia.
Berhasilkah Sore? Saya tidak akan membukanya dalam tulisan ini. Tetapi saya hanya menyebut secara keseluruhan. Sore: Istri dari Masa Depan adalah film Indonesia yang unik dan termasuk yang terbaik tahun ini.Â
Karena cara bertuturnya dengan tiga segmen, Jonathan, Sore dan Waktu bagaikan kumpulan puzzle, maka sulit untuk kehilangan satu scene film agar bisa menangkap esensinya.Â