"Selama hajat masih di kandung badan, selama itu ibu akan bekerdja dan berusaha untuk kebahagian hidupmu. Guna kepentingan hidupmu, akan kudjadikan diriku sebagai seorang bapak, disamping aku tetap mendjadi seorang ibu jang bertanggung djawab atas perkembangan djiwamu sekarang, besok dan kemudian hari engkau mendjadi seorang putra bangsa jang sungguh2 bagi nusa dan bangsa.."
Dalam cerpen ttu Suly digambarkan menunjukan sikap setia  kepada suami almarhum.  Dia berjanji kepada dirinya sendiri hanya menikah satu kali. Selain itu bagi Suly kalau dia menikah lagi akan menyakitkan hati anaknya Rahmat. Walaupun di mata orang lain,  dia masih muda dan rupanya cantik.Â
"Bapak si Mamat telah menundjukan darma baktinya bagi ibu pertiwi dengan djalan mengurbankan djiwanja,  Sedang aku (kalau menikah lagi) bersenang-senang  dengan suamiku jang baru? Apakah itu perbuatan seorang istri jang setia untuk suaminja.."
Cerpen Nanie Sudarma lainnya  "Hati Bidadari" dimuat dalam "Pikiran Rakjat", 3 Maret 1951  Cerpen itu mengungkapkan seorang perempuan bernama Hajati yang merawat anak tirinya bernama Deden, karena sakit.Â
Suaminya yang juga ayah Deden adalah seorang keturunan ningrat. Ketika deden saki dan terus menerus memanggil ibunya, Hajati mengirim kawat pada mantan isteri suaminya bernama Aisyah untuk menengok.Â
Aisyah dan suaminya sudah tujuh tahun bercerai. Sang suami yang membuat Deden tidak mengenal ibu kandungnya sendiri. Namun akhirnya mau memaafkan suaminya dan menganggap Hajati sebagai saudaranya.  Dalam cerpen itu janda cerai digambarkan sebagai perempuan yang berhati bidadari  bahwa tali kasih dengan anaknya tidak akan bisa diputuskan walau di bawah asuhan suaminya. Janda cerai di sini digambarkan baik.
Agak sulit menemukan citra negatif  menjadi wacana publik  Saya hanya menemukan sedikit referensi, yaitu tulisan dari Trisno Juana bertajuk "Djanda" dalam sebuah kolomnya di harian Pikiran Rakjat edisi 3 Oktober 1964.  Â
Trisno mempertanyakan citra janda itu melalui tiga tokohnya, Mang Brata, Itjih dan Ipin. Tokoh Pertama Mang Brata mengingatkan bahwa janda itu negatif dan menyarankan untuk tidak bergurau (bergaul) secara berlebihan. Â
Hal ini dibantah oleh Itjih, kalau soal menjaga pergaulan, bukan saja janda, gadis, ibu rumah tangga juga harus menjaga (kehormatan dirinya). Mengapa hanya janda yang tidak boleh bergaul?
Sementara tokoh Ipin menyarankan agar janda agar segera menikah dan problemnya ialah bagaimana mendapatkan suami. Â Dengan menikah lagi maka ribut soal janda tidak akan ada lagi.
Namun pada bagian lain Ipin juga menggugat bahwa hal aneh bahwa laki-laki begitu mendengar perkataan "janda" Â mendapat kesempatan untuk nakal, janda itu kesepian, janda bisa dipermainkan, janda lebih gampang dijebak. Perkataan janda juga terkait "sudah berpengalaman" dalam berumah tangga, tentunya juga dalam bercinta.