Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1965, Meningkatnya Popularitas Siliwangi

20 Januari 2020   17:38 Diperbarui: 20 Januari 2020   17:40 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Peringatan HUT Kodam Siliwangi pada Mei 1965-Foto: Repro Pikiran Rakjat/Audiovisual Perpusnas.

Keberhasilan Batalyon Kujang, Siliwangi menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar pada Februari 1965 membuat nama Kodam VI ini menjadi populer. Tiga tahun yang lalu Siliwangi yang juga mengakhiri pemberontakan Darul Islam Kartosuwiryo.  Operasi Pagar Betis yang membuat tertangkapnya Kartosuwiryo dirancang oleh Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi VI (1960-1966)

Kemenangan Siliwangi bukan hanya unjuk keterampilan militer, tetapi juga memberikan contoh memahami masyarakat di daerah tempat mereka bertugas. Para perwira dan prajurit kerap ikut salat berjamaah di musala, hingga bersedia makan apa adanya dan bersahaja.

Peringatan 19 tahun Bandung Lautan Api di Alun-alun Bandung pada 24 Maret 1965 menjadi istimewa karena bukan hanya kegiatan pawai obor, pemadaman lampu seperti rutin perayaan sebelumnya, tetapi penyambutan kedatangan Batalyon 330 Kujang. Selama upacara ribuan warga Bandung berseru: "Hidup Siliwangi!"

Perayaan Bandung Lautan Api juga dirayakan mulai dengan pementasan wayang golek semalam suntuk hingga  pementasan para mahasiswa yang tergabung dalam Departemen Kesenian Universitas Padjadjaran dan Ensamble Rumaris menghidupkan kembali peristiwa itu ke atas pentas, dalam bentuk paduan suara gerak serta mimik, di Geudng Dwiwarna pada 3 April 1965.

Seorang mahasiswa Unpad bernama Ade Kosmaja membuat sebuh puisi panjang dibuat di Pikiran Rakjat 20 Mei 1965 antara lain syairnya:

Siliwangi Prabu jang dihormati segala umat/Mati untuk hidup jang abadi/Pilihlah mati demi geni demi kedjajaan esok harik/Akan masih bisa mengisap bau kemenjan/bau bumi dan kulit pohon  

Perayaan HUT Kodam Siliwangi ke 19 di Lapangan Tegallega pada 20 Mei 1965 menjadi seremoni yang memikat warga Kota Bandung. Selain dihadiri Pangdam Ibrahim Adjie, upacara dihadiri oleh para pahlawan operasi kilat yang menumpas Kahar Muzakkar, seperti Kolonel Solichin, Mayor Yogi S Memed, Mayor Djajadi, Lettu Umar Sumarnda dan Kopral Satu Sadeli yang menembak Kahar Muzakkar.

Dari pusat hadir, Chaerul Saleh yang membacakan amanat dari Presiden Sukarno, serta Panglima Angkatan Darat Ahmad Yani.  Dalam amanatnya, Sukarno mengakui tanpa adanya kekuatan militer dan fisik yang ril di bidang pertahanan dan keamanan, maka  dalam abad sekarang ini dengan intervensi dan subversinya neokolim, kita tidak dapat berdirikari di bidang ekonomi, bebas di bidang politik dan kepribadian dalam bidang kebudayaan.

"Saya tahu darma bakti Siliwangi tidak sedikit dalam revolusi," kata Sukarno.

Selain upacara, perayaan HUT Kodam Siliwangi diwarnai oleh pawai rakyat yang berlangsung sore harinya.  Malamnya di alun-alun digelar pementasan Esa Hilang Dua Terbilang. Hadir pesinden kondang masa itu titin Fatimah dan Itjar Winrasih.

Popularitas tentara tampaknya berbanding terbalik dengan citra Partai Komunis Indonesia yang makin memburuk. Di kalangan mahasiswa, HMI Bandung pada Maret 1965 berseru anggota mempertinggi kewaspadaannya. Jangan bertindak sendiri-sendiri dan tidak terpncang oknum kontrarevolusi.

Seruan itu terkait dengan kejadian di Yogyakarta pada 25 Februari 1965 ketika diadakan pertemuan pemuda di Kepatihan, di mana HMI tidak diikutsertakan karena dianggap tidak revolusioner. Rombongan HMI justru datang dengan membawa fandel dan bendera hingga terjadi bentrokan dengan Pemuda Rakyat.  Bentrokan juga terjadi di depan sebuah bank, mengakibatkan dua mahasiswi luka-luka, serta terbakarnya beberapa sepeda dan sepeda motor (1).  

Namun yang paling menggembarkan adalah berita gugurnya Pelda Sudjono  dikeroyok 200 anggota Barisan Tani Indonesia dan Pemuda Rakyat di sebuah perkebunan di Sumatera Utara pada 14 Mei 1965.  Ketika akan meninjau bersama Peltu Pura dan Kasim Saragih, untuk mengawal traktor mereka dihadang massa  PKI dengan teriakan: "Kamu tentara Neokolim, Hansip Neokolim".  Yang membuat gempar ialah kepala Sujono dicangkul. Pembunuhan Sudjono menjadi berita di Pikiran Rakjat, 22 Mei 1965. 

Secara nasional insiden itu dikenal sebagai Peristiwa Bandar Betsi.  Dalam sumber lain disebutkan Sujono dan tiga rekannya ingin mengangkat traktor yang terperosok. Mereka memang ingin mencegah aksi sepihak PKI yang ingin mengusai tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara. Peristiwa ini meningkatkan ekskalasi ketegangan antara Angkatan Darat dan PKI.

Popularitas tentara juga  untuk hal lain.  Tentara dilibatkan dalam operasi menindak kriminal pada April 1965.  Hijrah pencopet dari Jakarta ke Bandung tercium karena serangkaian aksi kriminal yang meningkat. Sejumlah warga, seperti Dokter Utoyo kecopetan di Jalan Raya Barat, seorang mayor di depan Gedung MPRS, Edito di depan Bioskop Puspita.

Pada 18 April 1965 razia gabungan Angkatan Kepolisian, Kodam Siliwnagi, termasuk CPM membekuk 110 pencopet. Perkelahian antara aparat keamanan dan pencopet terjadi di atas kereta api cepat di dekat Indramayu menjadi berita sensasional, di mana seorang pencopet yang hendak melukai petugas ditembak.  Para pencopet ditahan di Kodam Siliwangi, bukan di tahanan kepolisian. Tindakan keras ini berhasil membuat suasana peringatan 10 tahun Konferensi Asia Afrika menjadi aman.

Sukarno kemudian memang memberikan apresiasi tinggi kepada Siliwangi.  Pada 28 Agustus 1965, Presiden Sukarno memberikan anugrah Sam Karya Nugraha kepada Divisi Siliwangi. Anugrah tertinggi yang pertama dan satu-satunya diterimakan kepada kesatuan militer sepanjang pemerintahan Sukarno (2)

Irvan Sjafari

Catatan Kaki:

  1. Taufik Abdullah, Sukri Abdurahman, Restu Gunawan, "Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian II Konflik Lokal", Yayasan Pustakan Obor, 2012, halaman 112.
  2. Martin Sitompul, "Loyalis Sukarno Bernama Ibrahim Adjie" dalam Historia Online https://historia.id/militer/articles/loyalis-sukarno-bernama-ibrahim-adjie-vZ5AB

Sumber Lain:

Pikiran Rakjat, 11 Maret 1965,  21 Maret 1965, 25 Maret 1965, 20 Mei 1965, 15 April 1965, 20 April 1965, 21 Mei 1965, 22 Mei 1965.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun