Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1965, Indonesia Keluar dari PBB dan Carut Marut Ekonomi

6 Desember 2019   23:16 Diperbarui: 6 Desember 2019   23:13 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara di Ciamis, pasar tradisional juga ramai diserbu tetapi tidak yang berbelanja dnegan harga beras kualitas I Rp350 dan terendah Rp250 per kilogram.

Kolomnis Trisno Juwana mengungkapkan hal ini  dalam Pikiran Rakjat 6 Februari 1965, sebetulnya rakyat bersedia prihatin asal sama-sama bersahaja, tetapi bagaimana memandang orang kaya baru dan orang kaya lama, mampu merayakan tahun baru dan hidup gemerlap.

Padahal mereka yang  pulang mudik, orang yang berpenghasilan pas-pasan menjual radio dan jam dinding agar bisa menggunakan suburban, karena kereta api tidak layak untuk anak kecil dan barang akan tercecer.  Meskipun ada yang bisa merayakan lebaran karena adanya THR.

Pada pertengahan Januari 1965 Pemerintah Kotapraja Bandung menggusur para pedagang dengan dalih tanahnya milik milik pemerintah kotapraja di Jalan Bogor nyaris membuat keributan berdarah, karena petugas kotapraja dianggap mengeluarkan kata-kata yang menghina: seperti gerombolan pinggir kali.

Mahasiswa  dan Borjuis Lokal

Mahasiswa di Bandung juga merasakan tekanan. Aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia Bandung Alex Rumandor mengeluarkan yang cukup keras dalam tulisan bertajuk "Mahasiswa dan Buku: Harga Buku Betul-betul Menggila" dalam Pikiran Rakjat, 12 Januari 1965.

Harga buku Rp2.000 saja sudah terasa tinggi bagi mahasiswa di Bandung. Pada 1961 harga buku hanya Rp100 pada 1965 ini menjadi Rp.3000, harga pocket book Rp.1000, Paperback Series Rp2.000 hingga Rp3.000.  Rata-rata kenaikan 10 hingga 30 kali lipat harga 1961. 

"Bukankah ekonomi kita adalah ekonomi terpimpin, mengapa harga-harga di suatu sekolah tidak terpimpin dan melangkah sangat tinggi di atas daya beli mahasiswa. Hal ini berlawanan dengan Amanat Penderitaan Rakyat."

Sementara di Institut Publististik Universitas Padjadjaran, pada akhir Januari 1965 Dewan Mahasiswa setempat dengan tokohnya R Endang Natawinarja dan Asikin Martakusmah meminta seorang mahasiswa MH dikeluarkan karena tulisannya di Acta Jurna  bertentangan kebijakan mengganyang Neokolonialisme Malaysia.

Namun seperti yang disindir Trisna Juwana, pertunjukan musik tetap jelan terus. Awal tahun baru BPU Jabar menampilkan Band Bahana Mutiara di Grand Hotel Preanger. 

Diikuti serentatan pertunjukan musik seperti pertunjukan Koes Bersaudara dan Aneka Nada di Gedung Dwikora, pada 5 Februari serta Malam Ria dan Gaya di Gedung Gelora pada 6 dan 7 Februari menampilkan band kondang kota Bandung masa itu, yaitu Band Eka Jaya and Combo, Band Gita Remaja, Band Rhapsodi, hingga penyanyi seperti Lilis Suryani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun