Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dilan 1990, Cerita Sederhana dengan Dialog yang Unik

5 Februari 2018   18:09 Diperbarui: 5 Februari 2018   20:16 29958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan dalam Dilan 1990 (Kredit Foto: https://id.bookmyshow.com).

Suatu pagi di Bandung pada September 1990, Milea (Venesha Presicllia) mengawali kehidupan barunya menjadi pelajar di sebuah SMA Kota Bandung. Seperti pelajar lainnya ia berjalan kaki bersama puluhan pelajar lainnya, sampai seorang teman sekolah naik motor menghampirinya dan menyapa,"Selamat pagi, kamu Milea?" Milea menoleh dengan heran. "Mau ikut naik motor?" Milea menampik. "Suatu hari nanti kamu naik motorku," katanya meloyor pergi.

Salah satu opening scene dari film Dilan 1990 yang menarik awal perkenalan tokoh utamanya Milea dan Dilan (Iqbaal Ramadhan) menampilkan dialog yang sepintas tidak penting, tetapi sebetulnya menjadi kekuatan film ini.

Milea adalah anak dari pasangan seorang tentara asal Sumatera Barat dengan ibu mantan vokalis di Bandung bersama Airin adiknya tinggal di Buahbatu, Bandung. Ayahnya bertugas di sana. Dia sebetulnya sudah pacar bernama Benny di Jakarta. Tetapi kehadiran Dilan pelan-pelan mengusik hidupnya.

Lewat dialog dan tindakan yang bagian orang mungkin tidak penting, tetapi membuat Dilan menjadi sosok yang unik bagi Milea, yang dijuluki Sang peramal. Untuk mendekati Milea, Dilan ikut naik angkot dan meramal: kita akan ketemu di kantin. Ramalan meleset. Pada kesempatan lain Dilan menghampiri: Milea, kamu cantik? Milea menjawab terima kasih. Dilan dengan spontan berkata: Tetapi aku belum mencintaimu, nggak tahu nanti sore.  Woow.

Adegan menarik lainnya, ialah ketika Dilan datang ke rumahnya ditemani Pian, Milea dengan heran bertanya: "Kok kamu tahu rumahku?" Dilan dengan enteng menjawab, "Aku juga tahu hari ulang tahunmu. Aku juga tahu siapa Tuhanmu" Milea tertengun menjawab, "Allah. Dilan menimpali, 'Tuhanku juga.'"  Dilan hanya memberikan undangan kepada Milea, ketika dibuka isinya surat undangan ke sekolah agar Milea masuk Hari Senin hingga Sabtu.

Tindakan unik, lainnya ketika Milea ulang tahun Benny datang ke Bandung memberikan kue ulang tahun tengah malam. Nandan, Ketua Kelasnya memberikan boneka beruang, Milea justru penasaran apa yang akan diberikan Dilan. Hadiah yang dinanti tiba  kado itu, sebuah buku Teka-Teki Silang yang sudah diisi. Lalu Dilan menelepon: Sudah terima hadiah TTS-nya? Sudah kuiisi agar kamu tidak pusing mengisinya.

Cerita bergulir, selain Benny dan Dilan ada sosok Adi (Refal Hadi), guru privat Fisika Milea, mahasiswa ITB dalam sebuah adegan memberikan hadiah baju dan mengajaknya mengunjungi kampusnya. Kesannya Adi juga suka.     

Dilan dihukum karena tidak disiplin dalam upacara, melawan Pak Suripto (Teuku Rifnu Wikana) gurunya yang menamparnya, Dilan panglima Geng Motor tidak mengurangi poin Dilan di mata Milea. Saya paling suka dengan adegan Milea berupaya agar Dilan tidak terlibat perkelahian dengan mengajak jalan-jalan seharian. Adegan itu berisi bahwa Milea itu cinta damai.

Tidak terlalu sulit menebak siapa yang menjadi pacar Milea-sekalipun pada adegan awal 2004 Milea sudah menikah belum terungkap menjadi suaminya-namun kekuatan film ini bukan pada endingnya, tetapi justru hari ke hari Dilan dan Milea menjalani kehidupan masa SMA-nya dengan kurun waktu September hingga Desember 1990.  

Dialog-dalog antara Dilan dan Milea memang kekuatan film ini yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq, chemistry antara Iqbaal Ramadhan dan Venesha Prescilia juga cukup memikat. Percakapan yang kerap mengundang gelak tawa, sekaligus membuat penonton mengenang masa manis SMA. Satu pernyataan Dilan yang sangat berkesan bagi saya ialah ucapannya pada Milea melalui telefon.

"Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, karena orang itu akan hilang".  So sweet bagi cewek.

Dari departemen kasting, pemain senior seperti Meriam Bellina menjadi ibu Dilan, Yati Surachman sebagai tukang pijat, hingga Teuku Rifka sebagai seorang guru killer melengkapi pemeran anak-anak SMA-nya.  

Yang mencuri perhatian ialah cameo Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menjadi salah seorang guru dalam sebuah adegan menimpali keinginan Milea ke Jakarta: Ngapain ke Jakarta, enakan di Bandung. 

Namun yang paling membuat saya terkesan ialah anak-anak SMA digambarkan walau anak orang kaya naik angkot, bukan naik mobil kalau ke sekolah. Memang Dilan naik motor, tetapi bersahaja. Kehidupan mereka tidak glamour seperti gambaran remaja dalam sejumlah  sinetron Indonesia.

Tidak ada siswa yang iri hati dan dengki apalagi melakukan intrik sesama anak SMA merebutkan pacar yang membuat saya geleng-geleng kepala menyaksikan sinetron televisi. Kehidupan anak SMA dalam Dilan 1990 terasa wajar dan realistis.

Selain itu Pidi Baiq memahami jalan berpikir perempuan, serta daya tarik Iqbal mantan Coboy Junior menggiring penonton remaja datang ke bioskop. Seminggu pertama film ini menurut www.filmindonesia.co.id jumlah penonton mencapai 2,2 juta dan di sebuah bioskop di kawasan Depok saya menonton menempati empat layar, hitungan konservatif angka tiga juta bisa ditembus dan mungkin lima juta. 

Walau masih terlalu pagi untuk menyebut menjadi nomor satu, tetapi setidaknya saya yakin Dilan 1990 masuk lima besar "Box Office Indonesia" untuk 2018. 

Dilan 1990 dan Sejarah Kota Bandung

Apa yang menarik dari Dilan 1990, membuat saya,  mau-maunya menonton film genre romantis untuk remaja. Bagi saya menonton film ini merupakan hal yang pribadi dan sangat emosional. 

Film ini diangkat dari novel karya Pidi Baiq tentang kehidupan anak SMA di Kota Bandung era 1990-an berjudul sama. Tentunya sebagai orang "sezaman" dengan para tokoh dan penulisnya, kebetulan juga mencintai Kota Kembang ini, membuat saya tergoda untuk datang ke bioskop. Saya tidak sendiri, banyak orang seusia saya bergabung dengan para remaja pada akhir pekan lalu.  

Bandung hingga 1990-an, ketika saya bangun pagi masih terasa dingin. Biasanya kalau saya sedang liburan ke kota itu harus jogging dulu baru bisa mandi air dingin. Kalau harus mandi pagi karena keperluan, bibik di rumah kakak ibu, tempat saya menginap saya rayu untuk memasak air panas.

Apa pendapat saya tentang Kota Bandung era 1990-an? Udaranya masih sejuk, jalan kaki dari Cicendo ke alun-alun atau Jalan Merdeka tidak terasa panas walau jam sembilan pagi. Ruang terbuka hijau sekalipun sudah berkurang, tetapi relatif masih baik dan jalanan tidak terlalu ramai. Mal seingat saya hanya ada Bandung Indah Plaza.    

Akses Jakarta-Bandung kalau saya ikut mobil orangtua melalui jalur puncak dengan panorama kebun tehnya yang indah. Pada waktu kecil saya dan adik saya dijemput kakak ibu dengan suburban.  Kalau berpergian sendiri biasanya saya menggunakan kereta api parahyangan dari Gambir ke Stasiun Bandung.   

Era 1990-an pertengahan adalah era terakhir yang akan saya bahas dalam penelitian pribadi saya tentang sejarah Kota Bandung sejak 1920-an, yang saya cicil di Kompasiana menginjak tahun ke tujuh, belum selesai juga. Baik novel maupun filmnya menjadi penting bagi saya karena bisa memberikan gambaran sosiologis seperti apa kehidupan remaja dan masyarakat masa itu-salah satu aspek yang diamati.

Yang saya tangkap dari film ini perjalanan Bandung-Jakarta lewat adegan Milea dan kawan-kawan se-SMA-nya ke TVRI untuk mendukung tim cerdas cerdas cermat sekolah mereka di TVRI lewat jalur puncak. Film ini melengkapi Perahu Kertas yang menggambarkan kereta api sebagai transportasi.

Pada era sekarang akses utama adalah jalur tol Cipularang dan travel shuttle adalah angkutan utamanya. Waktu tempuh yang tadinya empat hingga lima jam diringkas menjadi dua hingga tiga jam, kecuali macet.  Perubahan yang mendorong berkonstribusi positif dari sisi kunjungan pariwisata, tetapi juga sekaligus memberikan konstribusi negatif karena terlambat antisipasi Pemkot Bandung.

Beberapa SMA di Kota Bandung, termasuk tempat Dilan dan Milea sekolah masih mempertahankan bangunan peninggalan Belanda merupakan nilai tambah bagi pelajar di sana. Begitu juga keluarga Milea dan Dilan tinggal di rumah-rumah yang arsitekturnya pada era Kolonial akhir, masih ada halaman luas.

Remaja menggunakan angkot dengan nyaman dan tidak membosankan melewati jalan yang di kanan dan kirinya masih banyak pohon dan tidak sumpek seperti di Jakarta. Anak muda di sana lebih banyak menggunakan sepeda motor yang memang pas untuk jalan kota itu-sebetulnya juga sepeda. Bahwa keberadaan geng motor itu bagi sebagian orang menjadi masalah sosial dan kerap menjurus kriminal adalah soal lain.  

Hingga era 1960-an awal, saya belum menemukan awal kemunculan Geng Motor di Kota Bandung, apalagi sampai muncul Panglima seperti dalam film ini.  Ada klub motor di paruh akhir 1950-an, tetapi lebih banyak orang dewasanya. 

Dilan 1990 menyinggung soal Geng Motor, Dilan sebagai Panglima relatif masih baik, tidak terlihat merokok, minum-minuman keras, kehidupan keluarga harmonis dan santun terhadap Milea (perempuan) dan orangtuanya. Bahwa ia melawan Pak Suripto, gurunya karena ditampar mungkin harus dikritisi, walau Dilan punya argumen dalam sebuah dialog dengan Kepala Sekolah dan Guru BP.  Hanya saja perkelahian antara Dilan dengan Anhar menurut saya wajar karena Anhar menampar Milea (tindakan yang harusnya bisa diproses hukum karena penganiayaan).

Sayangnya dalam film ini tidak diperlihatkan tempat tongkrongan anak muda Bandung masa itu. Gambaran "pop art" masa itu hanya ditangkap dari kamar Dilan, ketika Milea diajak Bunda Dilan menengok, terlihat Majalah Hai berserakan, beberapa penyanyi Barat, tetapi penyanyi Bandungnya sendiri tidak tampil.

Komunikasi melalui telepon analog dan Dilan menggunakan telepon umum koin berhasil digambarkan dengan baik oleh Fajar Bustomi, Sang Sutradara.  

Irvan Syafari  

Kredit Foto:

Adegan dalam film Dilan:

https://id.bookmyshow.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun