Jam pada ponsel saya menunjuk pukul 8.30 pagi ketika kami tiba di gerbang Puncak Bintang, wisata alam yang setahun menjadi popular bagi warga Bandung, seperti halnya Tebing Kraton. Untuk mencapai lokasinya saya dan rekan saya Widya menumpang ojek dari pangkalannya di Padasuka dengan waktu tempuh antara 20-30 menit ke Caringin Tilu, Kabupaten Bandung. Mulanya menelusuri perkampungan, tetapi akhirnya perkebunan milik warga, hingga tiba di pangkalan ojek setempat, kemudian berjalan kaki sekitar 500 meter untuk ke gerbangnya.
Menurut Widya yang pernah ke tempat ini, dahulu waktu ia kuliah beberapa tahun pernah singgah ketika itu hanya ada Bukit Moko. Hanya ada sebuah rumah makan menghadap panorama kota Bandung yang indah dinikmati malam hari. Namun rupanya sejak September 2014, Perhutani mengembangkan Hutan Bongkor seluas 12 ha dengan logo Bintang di salah satu spot sebagai wahana wisata baru. Untuk memasuki lokasi setiap pengunjung dipungut bayaran Rp10.000.


“Dinamakan Bongkor baru-baru ini saja.Awalnya namanya Bintus, sama dengan desanya yang memiliki 160 KK. Dari Hutan Bongkor ini terdapat jalur ke Patahan lembang. Dahulu ketika baru ditempatkan di sini saya pernah jalan kaki ke Lembang (untuk mencapai Patahan Lembang dibutuhkan waktu 45 menit),” ujar Asep.

Rasanya lagu karya AT Mahmud tahun 1970-an berjudul Pemandangan direvisi: Memandang Alam dari Atas Bukit/ Sejauh pandang kulepaskan/ Gedung-gedung kota tampak terhampar/ Nyaris tak ada yang hijau/ bagaikan permadani abu-abu/. Agak miris sebetulnya. Untungnya Bandung dan sekitarnya masih punya 'paru-paru" alias hutan seperti Dago Pakar, Jayagiri,sasak Bereum dan kawasan Caringin Tilu ini. Lebih lumayan dibandingkan Jakarta, misalnya. Kalau saja ada mesin waktu ke zaman purba, kami akan melihat danau purba biru yang begitu luas di bawah.
“ Coba kalau di bawah masih danau tentunya sangat menakjubkan. Bikin penasaran seperti apa danau Bandung dulu. Tetapi hutan dulu masih ada binatang buas,” gumam saya.
“ Bagi saya Puncak Bintang ini adem banget dan romantis,” cetus Widya.
[caption caption="Selonjor diHutan Bongkor"]

Setelah puas menikmati panorama kota, kami berpindah ke sisi lain bukit yang tak kalah indahnya. Saya dan Widya menelusuri jalan setapak dengan beberapa pohon pisang di kedua sisi. Di belahan bukit lain terdapat sebuah saung dengan tempat untuk charge baterai. Sayang tidak berfungsi ketika Widya mencoba. Lalu kami memasuki hutan di mana tanahnya tertutup daun pinus yang kering karena rontok di musim kemarau seperti hamparan jerami.
“Harusnya juga ada jalan trek seperti di sisi yang ada Bintang. Kalau ada akan lebih bagus,” tambahnya.