Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kombatan Perempuan dalam Sejarah Indonesia: Demi Martabat dan Bagimu Negeri

24 Oktober 2014   18:57 Diperbarui: 22 April 2017   19:00 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368839" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi Laksanama Malahayati (kredit foto http://ewingsa.files.wordpress.com/2012/04/100712101915-keumalahayati-2.jpg)"][/caption]

Kombatan perempuan (female combatant) menurut definisiJoshua S. Goldstein, guru besar School of International Service at American University dalam artikelnya “War and Gender” adalah prajurit perempuan mempunyai melayani peran dalam pertempuranberseragam militer atau tidak teratur. Namun baisanya perempuan berjuang lebih sering dalam pasukan tidak teratur sebagai gerilyawan, milisi, bahkan kelompok teroris dari dalam tentara berseragam biasa. Hampir di seluruh budaya perempuan di seluruh budaya sepanjang sejarah biasanya jarangberpartisipasi dalam perang sebagai kombatan. Namun ketika mereka berjuang mereka dapat kedudukan yang setara dengan laki-laki. propaganda kadang-kadang menekankan pertempuran perempuan peran sebagai simbol persatuan dan pengorbanan.Mitos Yunani tentang tentara perempuan Amazonjustru untuk memperkuat maskulinitas laki-laki bahaw perempuan Amazon itu untuk ditaklukan dan dijinakan

Sejarah kerap mengabaikan bahwa di beberapa tempat perempuan adalah kombatan yang tangguh.Saya tidak mengabaikan ada Joan of Arcdari Prancis yang masih berusia remaja ketika memimpin perlawananterhadap Inggris pada abad ke 15, namun yang paling menarik adalah kasus di Benin sebuah negara di Afrika ketika masih diperintah Kerajaan Dahomeypunya resimen militer yang semuanya perempuanyang dinamakan Dahomey Amazone (pengamat Eropa menambahkan kata Amazon karena diingatkan mitologi Yunani) .

Pada 14 Juli 1892 hingga15 Janauri 1894sekitar 1200 perempuan dari resimen inimembela raja dan tanah airnya melawan penjajah Prancis bersama 8000 tentara kerajaan.Antara 2000 hingga 4000 pejuang gugur dan 3000 lain luka-luka. Di pihak Prancis,85 tentara tewas dan 440 luka-luka.Pertempuran paling besar melibatkan para kombatan perempuan ini terjadi di Desa Adegon pada 6 Oktober 1892 di mana 417 perempuan Kerajaan Dahomey gugur dan 6 serdadu Prancis tewas dan 32 luka-luka. (sumber Wikipedia,Timothy J. Stapleton,A MilitaryHistory of Africa, Santa Barbara, 2013 ).

Secara kulturalsekalipun perempuan di kerajaan Dahomey (Benin) dapat meningkatkan kekayaan dan kekuasaan mereka sebagai bagian dari organisasi istana raja dan sering disajikan dalam pekerjaan terutama laki-laki, pola umum selalu bagi perempuan secara sosial dan ekonomis bawahan laki-laki. Baru pada kosntitusi 1977 diberikan kesetaraan hukum terhadap perempuan, tapi ini diabaikan dalam praktek. Saat ini 65 persen anak perempuan yang tidak bersekolah.

Indonesia juga punya sejarah keberadaan kombatan perempuan. Para kombatan perempuan ini cukup dominan di daerah yang punya dualisme dalam soal gender seperti di Benin, di satu sisi perempuan kedudukan dalam adat dan budaya, bahkan pada prakteknya bisa bertempur layaknya laki-laki, tetapi pada prakteknya priadominan.Memang harus dikritisi apakah tulisan-tulisan lokal tentang keberadaan para kombatan perempuan ini dilebih-lebihkan, mitos atau memang realita.Catatan yang saya ambil menyorot periodemasaHindu Budhahingga Perang Kemerdekaan, juga menggunakan cerita-cerita rakyat setempat menggambarkan bagaimana posisi perempuan secara kultural.Selain itu periode ini cukup banyak melahirkan kombatan perempuan dibandingkan sesudahnya, tentunya tak mengabaikan Inong Balee dalam Gerakan Aceh Merdeka (yang tidak saya bahas).

Tentara Perempuan Kesultanan Aceh

Secara tak sengaja saya menemukan artikelberjudul “Silenced Fighters: AnInsight into woman CombatansHistory in Aceh(17th -20th) ” karya Elsa Clave Celik, dimuat dalam Jurnal Archipel 87 keluaran 2014.Sejarawan tentang Indonesia dari Prancis melihat munculnya Laksamana Malahayati pada akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17, Cut Nyak Dien dan Cut Meutia memimpin perlawanan terhadap tentara pendudukanBelanda, menyinggung laporan Belanda dan publikasi lokal yang menyembunyikan adanya tentara perempuan dari Aceh selama Perang Kemerdekaan (1945-1949) hingga terlibatnya kaum perempuan dalam gerakan Aceh Merdeka (1976-2005). Keterlibatan kaum perempuan dalam peristiwa peperangan ini kebanyakan tidak diketahui dan tidak dikenal.

Acehpernah diperintah empat sultanah (sultan perempuan) antara 1641-1699 membuktikan bahwa perempuan sudah dianggap hal yang umum berperan dalam politik , bahkan sebelumnya pada abad ke 13 dan abad ke 14 tiga perempuan Al_malika Wabisa, Malika Asya dan paduka Sit Al-alam pernah memerintah Pasai. Meskipun kekuasaan politik mereka tidak bisa dipungkiri ada operasi militer yang pernah disebutkan, tampaknya Ratu ini tidak pernah berada di medan perang. Di Aceh, sebagai sisa dari dunia Melayu, penguasa wanita tidak berarti pejuang perempuan. Itu bahkan sebaliknya.

LaksamanaMalahayati berada dalam pemerintahan Sultan Ala al-Din Riayat Syah (1589-1604) mendapatkan posisi netraldi antara tokoh politik lain di lingkungan kesultanan yang tidak semua menyukai sultan. Dia disebut mengepalai pasukan yang disbeut Inong Balee (tentara perempuan) . Malahayati kehilangan suaminya yang gugur dalam pertempuran denagn pasukan asing, Tentara Malahayati berhasil mengalahkan armada Belanda yang dikirim dua bersaudara Cornelis dan Frederick deHoutman pada 1599. Sumber biografi menyebutkan bahwa Cornelis tewas di tangan Malahayati (bahkan disebutkan di ujung rencong) dan saudaranya Frederick ditawan.

Dua tahun kemudian laksamana ini memimpin armada Aceh mengalahkan LaksamanaPaulus van Heerden, dan menawan Jacob van Neck pada Juni 1601, sebelum bernegosiasi dengan pedagang Belanda Gerard de Roy dan Laurens Becker di Agustus, tahun yang sama.Sumber Inggris menyebutkan pada Juni 1602 James Lancaster tiba di pantai aceh dengan surat dari Ratu Elizabeth I untuk sultan, ia diterima oleh laksamana wanita pertama. Surat yang dibawa oleh utusan Inggris menyebutkan perwira itu disebut kapten Ragamacota yang gagah berani.Ragamacota inikemungkinan adalah Malahayati.

Namun sebetulnya menurut Elsa sebetulnya tak satu pun sumber tertulis yang membenarkan bahwa Malahayati yang membunuh Cornelis de Houtman, kecuali sumber penulis perjalanan Inggris bernama John Davis (1543-1605). Elsa melihat kemungkinan keberadan Malahayati ini munculdari penulis wanita Belanda Marie van Zeggelen dalam bukunya Vrowwelijke Admiral Malahajati.Bukunya tampaknya mencampurkan fakta dan fiksi-sekalipun ada kesaksian John Davis.Hanya Elsa setujupaling tidak Inong Balee(tentara perempuan) memang ada dalam sejarah Aceh.

Keberadaan pasukan perempuan ini dibenarkan saudagar Prancis Admiral Beaulieu yang singgah di Aceh pada 1621. Diamenyaksikan bahwa ada pasukan keamanan istanaterdiri 200 serdadu perempuan berkudayang berpatroli dari 3000 serdadu perempuan di Aceh.Beaulieu bahkan melihat 5 atau 6 serdadu perempuan dihukum dengan keras oleh sultan karena melanggar kedisiplinan dalam tugasnya. Pada 1637 seorang pengelana bangsa Inggris bernama Peter Mundy mengunjungi Aceh menyaksikan penjaga istanaperempuan berparade dengan busur dan panah. Pada waktu itu Aceh dipimpin Sultan Iskandar Muda.Beberapa tahun kemudian seorang ahli ebdah belanda bernama De Graaff melihat hal yang sama ketika Aceh dipimpin Sultan Iskandar Tani.

Sampai Titik Darah Penghabisan : Perempuan dalam Perang Aceh

Elsa kemudian menyorot tentang pejuang perempuan Aceh selama Perang Aceh. Cut Nyak Diendari Kampung Lampadang kehilangan dua suaminya berturut-turut gugur dalam pertemuran, yaitu teuku Ibrahim pada 1878 dan Teuku Umar pada 1899. Cut Nyak Dien meneruskan perlawanan sekali pun dalam keadaan buta hingga dikihanati orang dekatnya pang Laot yang kasihan padanya, hingga ditangkap Belanda pada 1905. Dia diasingkan ke Sumedangdan meninggal pada 1908.

Figur lainnya ialah Cut Meutia (1870-1910) dari Keureutoe (Aceh Utara). Dia disebtukan menikah dengan Teuku Syamsarif. Namun ektika suaminay bekerjasama dengan belanda, Cut meutiah memilih bercerai dan menikah dengan adik suaminya, Teuku Chik Tunong. Mereka meneruskan perjuangan melawan Belanda. Tentara Belanda baru mengetahui keberadaan pejuang perempuan ini setelah Cut Muetiah berhasil menewaskan seorang sersan dan seorang prajuritmarsose dalam pertempuran di Meurandeh Paya.

Pada 5 Maret 1905 Teuku Chik Tunong tertangkap dan dieksekusi.Cut meutiah menikah ketiga kalinya dengan Pang Naggroe teman seperjuangannya.Mereka berjuang sambil membawa anak berumur lima tahun bernama Teuku Raja Sabi. Belanda mengakui bahwa ini dua kali meyerang kereta api Belanda , lima kali menyerang patroli Belanda, lima kali menyerangkamp tentara Belanda dan 54 kali memutus jaringantelepon dalam 1907.PangNaggroe tewas diPaya Cicem pada 1910.Elsa menulis Cut Meutiah gugur dalam suatu pertempuran pada 22 Oktober 1910.

[caption id="attachment_368840" align="aligncenter" width="300" caption="Pocut Meuligo (kredit foto ;http://samalangaraya.wordpress.com/seujarah/sejarah-samalanga/ )"]

1414126271736358902
1414126271736358902
[/caption]

Elsa dalam artikelnya menyebutkan sejumlah kombatan perempuan Aceh lainnya, Pcut Baren (1880-1933), Pocut Meurah Intan (?-1937), Teungku Fakinah (1856-1938) dan Teungku Tjupo Fatimah (?-1912). Meskipun sebagian tokoh itu beradsarkan sejarah tradisi oral, tetapi sumber Belanda ada menyebutkan dalam sebuah serangan ke kamp militer di Kuala Bhee, tampak sejumlah uleebalang perempuan. Seorang di antaranya berkaki kayu.

Pocut Baren masih berusia 18 tahun ketika kehilangan suaminya pada 1898.Dia melanjutkan perjuangan melawan Belanda.Tentara Belanda menjadikannya salah satuprioritas, karena keberadaannya dianggap berbahaya. Pada 1906 dalam suatu pertempuran di Kuala Bhee,Baren tertembak di kakinya dan ditawan pasukan marsose.Dia kemudian dibuang ke Jawa.

Pocut Meurah Intan Biheue adalah kombatan perempuan lainnya yang disebut dalam laporan Belanda.Menyerahnya Sang Suami kepada Belanda tidak membuat Meurah menyerah. Dia bersama tiga anaknya terus melawanBelanda. Akibatnya Meurah dan tiga anaknya menjadi buornan pasukan marsose. Meurah tertangkap setelah terluka dalam suatu pertempuran dengan pasukan marsose dipimpin Kapten Veltman. Menurut laporan wartawan Belanda, Zentgraaff, seorang sersan ingin mengakhiri penderitaan Meurah dengan menembak mati karena simpati. TetapiVeltman menolak karena itu bisa membuat para pejuang Aceh akan terus melawan Belanda.Pada 1905 Pocut Meurah dibuang ke Blora.Dia meninggal pada 1937.

Nama lain yang disebut Elsa adalah Pucut Meuligoe, panglima perang daru Samalanga. Dia diketahui pernah berada di Lahore, Indiauntuk beli senjata bersama saudaranya pada 1857. Meuligoeterlibat dalam sejumlah pertempuran, terutama di Batee Ilie.Kombatan yang satu ini tidak pernah dilaporkan pernah tertangkap sekalipun benteng Batee Ilie direbut tentara Belanda pada 1904.Dia menghilang begitu saja. Kombatan lainnya yang disebut Elsa ialah Teungku Tjupo Fatimah. Dia bersama sang suami adalah pengikut Cut Meutiah. Dia dan suaminya gugur dalam pertempuran.

Sesudah Perang Aceh agak mereda pada 1910-an (diberbagai tempat masih terjadi perlawanan terutama di selatan dan Gayo), Elsa mengutip sumber Belanda masih menyebutkan di sebuah rumah di Desa Beu’ah, seorang marsose dilukai wajahnya oleh sebilah rencong yang disembunyikan seorangperempuan Aceh.Perempuan itu terbunuh oleh marsose itu.Di Pidie menurut catatan Zentgraaf, suatu ketika sebuah patroli marsose menembak seorang laki-laki, tetapi istrinya melindungi laki-laki itu dan mengambil klewangnya.Perempuan itu kemduian ganti menyerang seorang serdadu yang mencoba mengambil klewangnya dari tangannya. Perempuan itu ditembak dan gugur sebagai martir (halaman 293).

Dalam Perang KemerdekaanPESINDO di Aceh merekrut sejumlah pemuda berusia 81 tahun untuk menajdi kombatan.Pasukannya dinamakan Divisi Rencong yang punya tujuh resimen. Salah satu resimen di antaranya Resimen perempuan bernama Pucut Baren berbasis di kutaraja. Komandannya seorang perempuan bernama Zahara. Namun tidak ditemukan apakah resimen ini pernah bentrok dengan tentara Belanda. ApalagiBelanda tidak pernah mendudukiAceh selama perang kemerdekaan.

Mengapa perempuan Aceh bisa begitu hebat sebagaikombatan? Elsa mengutip analis James Siegel dalam bukunya The Rope of God, Barkeley, University of California Press, 1969) yang melakukan studi di Aceh bahwa laki-lakisebetulnya di Aceh punya peranmarjinal dan perempuanpunya peran sentral dalam masyarakat.Di rumah, pria Aceh hanya sebagai tamu dan bukan sebagai tuan

Kombatan Perempuan di Minangkabau: Mitos dan Realitas

Hal sebangun tampaknya terjadi di Minangkabau. Di daerah ini keturunan ditarik dari garis ibu. Seorang anak yang dilahirkan, baik laki-laki maupun perempuan akan mempunyai suku yang sama dengan ibunya. Bukan menurut suku bapak seperti kebanyakan adat di daerah lain di Indonesia bahkan di dunia yang pada umumnya menganut Patrilinial. Kaum ibu di Minangkabau disebut dengan Bundo Kanduang, Bundo adalah ibu, Kanduang adalah sejati. Jadi Bundo Kanduang adalah ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.Setiap terjadi perkawinan, pihak laki-laki yang pulang kerumah perempuan.

Jika terjadi perceraian, laki-laki keluar dari rumah dan kembali kerumah ibunya, sedangkan perempuan tetap berada ditempat semula (dirumahnya).TaufikAbdullah dalam artikelnya “Adat and Islam: An Examination Conflict in Minangkabau” menyebutkan bahwasistem matrineal ini cukup sensitif di Minangkabau akrena laki-laki tidak punya otoritas di rumahnyadan tidak menjadi manajer bagi saudara perempuannya di rumah.

Dalam kaba “ Cindur Mato”disinggung tentang semacam “yang dipertuan agung” perempuan di Kerajaan Pagaruyung yang disebut sebagaiBundo Kandung,Dang Tuanku sebagai putra mahkota, dan Cindua Mato sebagai pembantu utama.Bundo Kanduang diceritakan sebagai tokoh yang pintar, cerdas, arif bijaksana.Dia tidak memutuskan sendiri segala masalah. Ia mengatur dan memberi tugas orang sesuai dengan jabatan dan keahliannya. Dalam pemerintahan ia dibantu oleh beberapa lembaga yang menjadi sarana kelengkapan pemerintahan yaitu lembaga Rajo Duo Selo (Rajo Adat di Buo dan Rajo Ibadat (agama) di Sumpu Kuduih) dan Lembaga Basa Ampek Balai (Dewan Empat Menteri) yaitu Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Gantiang, Makhudum di Sumanik, Indomo di Saruaso.Pengambilan keputusan tidak dilakukannya sendiri, tetapi selalu dibawanya bermusyawarah.Cerita Kaba ini merupakan pengakuan bahwa perempuan mendapat tempat secara politikdalam budaya Minang.

[caption id="attachment_368841" align="aligncenter" width="300" caption="Sabai Nan Aluhi karya Tulis Sutan Sati (kredit foto http://www.smansasingaraja.sch.id )"]

14141263561317531115
14141263561317531115
[/caption]

Dalam cerita rakyat“Sabai Nan Alui”disebutkan alkisah di Padang Tarok, Hilir sungai Batang Agam tinggalah Rajo Babanding, istrinya Sadun Saribai dan kedua anak mereka laki-laki bernama Mangkutak Alam dan anak perempuan bernama Sabai nan Aluhi.Mangkutak alam digambarkan dimanjakan ayahnya, gemar bermain layangan, kulitnya hitam legam dan gagah. Sementara Sabai nan Aluhi rajin membantu ibunya, kulitnya putih cerah dan wajahnya cantik. Sabai diceritakan pandai menenun dan merendra. 1

Kecantikannya terkenal hingga kampung lain. Rajo nan Panjang dari Kampung Situjuh di antaranya tertarik dan berniat mempersunting Sabai nan Aluhi.Sebetulnya Rajo nan Panjang adalah kawan dari Rajo Babanding.Ia merantau dan kaya raya.Karena yang melamar anaknya seumur dengan dia, Rajo Babanding menolak lamaran itu. Karena tersinggung Rajo nan Panjang mengajak bertanding di Padang Panahunan.Keduanya bertemu membawa pengawal. Namun Rajo nan Panjang lebih licin membawa penembak tersembunyi.Rajo Babanding tewas. Berdasarkan cerita kaba, yang menembak adalah Rajo nan Kongkong, sekutunya Rajo nan Panjang.Sabai nan Aluhi berang, dia kemudian membawa senapan dan mencari Rajo nan Panjang, kemudian menembaknya hingga tewas.

Dari cerita kaba Sabai Nan Aluih dapat diambil peajaran kalau perempuan pada zaman dahulu, hanya untuk menunggu rumah gadang, tidak boleh ikut campur urusan laki-laki.Tapi dalam cerita kaba ini hal tersebut sangat bertolak belakang, Sabai Nan Aluih sebagai perempuan dalam kaba ini yang sangat kuat dan pantang menyerah, dia bisa melakukan urusan yang juga urusan laki-laki. Secara sejarah sosial Rajo Babanding dan Rajo Nan Panjang pemimpin Nagari di Minangkabau.Rajo nan Panjang sebetulnya dalam cerita itu sudah punya istri namun punya istri yang lebih muda.

Dalam peristiwa pemberontaklan pajak1908 di Kamang dan Manggopohterdapat sejumlah perempuan yang ikut serta dalam bentrokan berdarah.Di antaranyaterdapat nama dua perempuan Siti Aisyah dan SitiAnisah terbunuh dalam peran di Kamang. Mereka menyamarsebagai laki-laki dengan memakai pakaian destar (Nostalgia Liau Andeh, Autobiography of Sitti Djanewar Bustami Aman, Balai Pustaka, 2001).

Rusli Amran dalam bukunya Sumatra Barat: Pemberontakan Pajak 1908 bag.ke-1 Perang Kamang, terbitan 1988 mengutip laporan pejabat Belanda bernama Westenenk tenatng perkelahian hebat di Kamang beberapa kali pada 16 dan 17 Juni 1908.Sepuluh kali rakyat meyerang dengan senjata tajam. Pihak kita 9 mati 13 luka-luka. Di pihak rakyat 90 mati. Tentara sangat letih karena aksi 12 jam; 4 brigade marsose dikirim dari Padangpanjang ke Bukitinggi. Patroli Westenenk sewaktu menggledah rumah-rumah diserang 25 orang berpakaian putih-putih yang semula sembunyi di belakang rumah: 5 serdadu dan 2 pribumi mati. Kemudian di jalan, tentara diserang 50 orang dengan klewang. Mereka semua mati. Antara yang meninggal Datuk Rajo penghulu dan lain-lain termasuk 2 wanita…(halaman 142-143)

Siti Manggopoh kombatan perempuan lainnya dalam pemberontakan pajak itu. Nama Manggopoh adalah salah satu desa dalam wilayah Kabupaten Agam, tempat Siti lahir pada Mei 1880. Menurut sumber lokal Siti Kecil terbiasa ikut ke pasar, sawah, Surau bahkan ke gelanggang persilatan, yang tempo dulu hanya di ikuti oleh kaum laki-laki. Orang tua dan abang-abangnya mengajari dan mendidiknya menjadi perempuan pemberani.Siti diceritakan menikah dengan Rasyid Bagindo Magek dan dianugrahi dua orang anak. 2

Pada waktu itu menurut sumber lokal selain soal pajak, rakyat di Manggopoh tidak suka dengan perilaku 55 serdau Belanda yang ditempatkan di daerah itu suka merendahkan martabat perempuan. Pada Juni 1908 Siti memimpin 17 orang.Sekalipun Belanda mencium keberadaan pasukan kecil ini, tetapi Siti lolos. Pada 16 Juni 1908 malam Siti dan pasukannya menyerang markas Belanda. Sebanyak 53 serdadu Belanda, termasuk komandannya.Dua orang lagi lolos. Keesokan harinya, kedua serdadu itu melaporkan penyerangan tersebut ke markas Belanda di Lubuk Basung. Belanda segera mengirim bala bantuan dari Pariaman dan Bukit tinggi untuk mengamankan Manggopoh. Sejak itulah suasana di Manggopoh mencekam.Tentara Belanda menangkap pemuka masyarakat, ninik mamak Manggopoh, ditangkap dan memenjarakan mereka di Lubuk Basung. Sementara warga Manggopoh mengurung diri di rumah atau mengungsi ke hutan.

Pasukan bala bantuan Belanda.Siti dan suaminya baru menyerahkan diri17 hari kemudian karena tidak tahan melihat rakyat Manggopoh diintimidasi oleh tentara Belanda . Mereka ditahan di Lubuk Basung. Setelah mendekam di tahanan selama 14 bulan, mereka dipindahkan ke penjara Pariaman, dan 18 bulan kemudian mereka dipindahkan lagi ke penjara Padang. Setelah 12 bulan di penjara di Padang, Rasyid dibuang ke Manado, Siti yang juga minta dibuang bersama suaminya ke Manado, malah dibebaskan dengan alasan punya anak kecil.

Sumber lokal menyebutkan di pihak rakyat 7 orang tewas dan 7 lagi ditangkap dalam bentrokan di Manggopoh, tidak sebanding memang dengan korban Belanda 53 serdadu. Sementara dalam bentrokan di Kamang dalam OtobiografinyaMohammad Hatta menyebutkan sekitar 100 orang mati di pihak rakyat dan di pihak Belanda mati 12 orang dan 20 orang luka-luka. 3

Bisa jadi apa yang diceritakan sumber lokal sesuai dengan fakta, tetapi juga bisa berlebihan terutama tentang akibat serangan Siti Manggopoh. Sejarawan ahli Indonesia dari Yale University, Ken Young dalam bukunya Islamic Peasants and The sate: The 1908 Anti Tax rebellion in West Sumatra, yang diterbitkan dalam bentuk monograf pada 1994mungkin bisa jadi sumber bandingan. Ken Young menyebutkan bahwadia menemukan selama pemberonatkan anti pajak di berbagailokasi di Sumatera Barat, ada tokoh pemberontak perempuan yang panggilUniang Siti ( Maksudnya Uniadalah kakak dalam Bahasa Minang).

Dalam bukunyaini, Ken Young menyebutkan Uniang Siti ini terlibat dalam suatu serangan pada patroli Belanda di Manggopoh pada malam hari 10 Juli 1908. Uniang Siti disebutnya sebagai Female Fighter memimpin 14 pria dalam serangan itu. Seorang perwira Belanda mati dibuatnya dan delapan serdadu luka-luka.Dalam perkelahianyang sengit, dua orang Minang gugur. Pada keesokan harinya terjadi perkelahian kedua, kali ini tujuh pemberontak tewas dan Siti ditangkap pejabat Minang yang memihakBelanda (halaman 75). Ken Young menggunakan sumber Belanda.

Menurut Ken Young bisa jadi memang ada dua pertempuran terpisah di Manggopoh pada 15 dan 16 Juni 1908dan 10 Juli 1908.Tetapi sejarawan ini mengaku mempercayai sumber Belanda.Ken Young membenarkan bahwa dalam bentrokan di Kamang 9 serdadu Belanda memang mati dan 13 luka-luka dan 90 pemberontak gugur, dua di antaranya adalah perempuan (halaman 71).Perkelahian juga terjadi di Batipuh di mana Belanda kehilangan serdadunya tewas dan delapan lagi luka-luka.

Sekalipun terdapat beberapa perbedaan, semua sumber membenarkan bahwa memang terdapat sejumlah kombatan perempuan Minang terlibat dalam bentrokan berdarah membela martabat nagari mereka pada 1908 sama dengan mitra pria mereka.

Kombatan Perempuan di Sulawesi

Kedudukan perempuan dalam masyarakat Bugis-Makassar mendapat kehormatan yang tinggi. Dalam bukunya Manusia Bugis Makassar, sejarawan Dr. Hamid Abdullah, menyebutkan tentang mitos Tomanurung, mahluk yang berjenis kelamin perempuanyang kawin dengan laki-laki yang menjadi wakil dari anggota masyarakat Bugis Makassar.

Seperti halnya Aceh,salah satu dari sejumlah kerajaan di Sulewesi Selatan pernah diperintahperempuan ialahKerajaan Tanete, yaituWe Tenri Olle(putri kedua dari La Tunampare’ To Apatorang Arung Ujung)antara 1855-1910. Pada masa peemrintahannya We Tenri membuka sekolah untuk seluruh kalangan tanpa diskriminasi, entah itu kelas sosial maupun gender.

Dalam perang kemerdekaan di Sulawesi Selatan, terdapat namaEmmy Saelan.Perempuan kelahiranMakassar15 Oktober 1924ini lahir dari keluarga yang bukan dari kalangan gouvernement ambtenaar,yang membuatnya sulit mendapatkan akses pendidikan di HIS Makassar. Karena keberuntungan Emmy mengenyam pendidikan di Zusterschool Arendsberg dilanjutkan masuk HBS Makassar pada 1937. Namun pada 1941 Jepang masuk ke Makassar, ketika Emmy masih duduk di kelas empat.

Pada masa pendudukan Jepang, Emmy melanjutkan pendidikandi sekolah Jepang Cugakko di Jawa selama setahun, kemudian kembali ke Makassar menjadi perawat di Rumah sakit Katolik Stella Marispaad awal perang kemerdekaan.Penangkapan Sam Ratulangi menyebabkan terjadi pempgokan perawat. Pada Juli 1946 Emmy meninggalkan rumah bergabung dengan adik laki-lakinya, Maulwi Saelan dalam perjuangan bersenjata secara geriliya. Emmy tergabung dalam Laskar Pemberontakan Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris).

[caption id="attachment_368844" align="aligncenter" width="300" caption="Emmy Saelan (kredit foto Irvan sjafari repro Buku Sulawesi, 1953)"]

14141265821846285501
14141265821846285501
[/caption]

Emmy menentukan aturan menggunakan sandi untuk mengenal sesama pejuang. Misalnya jika dia memegang rambut dan orang yang ditemui juga memegang rambut, maka artinya orang itu adalah sesama teman pejuang.   Emmy gugur di Kasi-kasi 3 Km dari Makassar ketika ia dan masukkan terkepung diKasi-kasi, sekitar tiga kilometerdari Makassar pada 23 Januari 1947.Emmy mencabut pin granat yang dipegangnya dan membunuh delapan serdadu Belanda dan menyebabkan kematiannya (Sulawesi, Kementerian Penerangan RI, 1953, halaman 368)

Jawa Barat:Kombatan Perempuan Bandung dan Posisi Perempuan dalam Cerita Rakyat

Tak banyak catatanyangsaya temukan tenatng apakah ada kombatan perempuan di daerah lain selama Perang Kemerdekaan.Memang ada pembentukan Laskar wanita Indonesia (LASWI). Sebuah blog menyebutkanpada awal kemerdekaan di Kota Bandung, adadua nama anggota LASWI yang membuat gempar, yaituWilly dan Susilowati. Mereka jadi bahan cerita karena berani memenggal kepala tentara Gurkha. Willy berhasil menembak mati seorang Gurkha dalam pertempuran dekat Ciroyom. Dengan pedang Gunto, ditebasnya kepala Gurkha itu. Potongan kepala Gurkha diserahkan Willy ke komandan LASWI, Ibu Arudji, sebagai bukti bahwa Pemuda Bandung bukanlah Peujeum Bol.

Susilowati (ada sumber yang menyebutnya sebagai juga anggota TKR) agak lebih ekstrim. Setelah memenggal kepala seorangGurkha.Kepala tentara itu ditengtengnya sambil berjalan sepanjang Jln. Raya Barat,melalui Cibadak, sampai ke Markas Divisi III di Regentsweg. Dari sini potongan kepala dikirimkan ke Markas Tentara RI di Yogya sebagai bukti bahwa Pemuda Bandung tidak pernah berhenti melawan dan bertempur. Selain itu, banyak juga anggota LASWI yang gugur seperti korban pemboman di Majalaya dan yang tertembak saat mengantarkan makanan dalam pertempuran di Lengkong Besar. Nani dan Hermiati ditangkap Gurkha dan dibawa ke Nusakambangan

Cerita ini dibenarkan sejarawan tentang Indonesia asal Amerika Serikat, Theodore Friend dalam bukunya Indonesian Destiny , 2003 halaman 65 mengutip wawancaranya denganA.H. Nasution, Panglima Siliwangi masa itu.

suatu pagi seorang wanita pejuang muda menghentikan kudanya di depan pintu, turun dan menempatkan kepala terputus dari petugas gurkha di depan saya di atas meja bersama-sama dengan pita nya. Aku merasa kasihan pada perempuan, yang telah menjadi korban pergolakan politcal jauh dari rumah dan yang tidak mempedulikan dirinya. Wanita itu dipanggil Susilowati dan dia kadang ikut dalam mobilku.

Meskipun dalam perjalanan sejarah-seperti halnyaSumatera barat- setidaknya posisi perempuan dalam politik diakuidalam cerita rakyat “Lutung Kasarung” dan “Sangkuriang”. Dalam “Lutung Kasarung”Sunan Ambu sebagai pemimpin atau Ratu tertinggi di kahyangan, begitupun Purbasari yang terpilih menjadi Ratu memimpin kerajaan, Purbalarang sebagai perempuan yang memiliki kuasa penuh menindas rakyatnya. Sementara dalam “Sangkuriang “ Dayang Sumbi yang memohon pertolongan Dewata untuk menggagalkan taruhan Sangkuriang dalam membangun perahu dan menjadi legenda cikal bakal Gunung Tangkuban Perahu. Sementara dalam cerita Peristiwa Bubat di Majapahit, Dyah Pitaloka memilih bunuh diri daripada jatuh ke tangan Raja Hayam Wuruk.

Saya juga mencatatsejumlah kombatan perempuan lain tersebar di berbagai daerah, seperti Martha Christina Tiahahu dari Maluku yang terlibat dalam peperangan melawan Belanda pada 1817, pendekar perempuan asal Banten, Nyimas Gamparan dan Nyimas Melati dalamPerang Cikandesekitar tahun 1829 hingga 1830.Sejarah mencatat Martha Christina memilih mogok makan dan meninggal dalam perjalanan di kapal daripada ditawan, sementara dua pendekar perempuan Banten gugur.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki

1.http://weninovita40.blogspot.com/2012/12/menganalisis-kaba-sabai-nan-aluih.htmldiakses pada 21 Oktober 2014.

2.http://www.sufiz.com/kisah-mujahid/siti-manggopoh-singa-betina-dari-sumatera-barat.htmldiakses pada 21 Oktober 2014.

3.Mohammad Hata: untuk Negeriku, Jakarta: Kompas Gramedia, 2011 halaman 12

ReferensiBuku:

Abdullah, Hamid, Manusia Bugis Makassar,Jakarta: Idayu Press, 1985

Amran, Rusli, Sumatra Barat Pemberontakan Pajak 1908 bag. Ke 1 Perang Kamang, Jakarta: PT Gita Karya, 1988

Friend, Theodore, Indonesian Destiny, 2003

Stapleton, Timothy J,A MilitaryHistory of Africa, Santa Barbara, 2013

Sulawesi, Jakarta, Kementerian Penerangan RI,1953

Young, KenIslamic Peasants and The sate: The 1908 Anti Tax rebellion in West Sumatra, Yale University, monograf, 1994

Referensi Artikel:

Abdullah, Taufik, Adat and Islam: An Examination Conflict in Minangkabau” Indonesia, Oktober, 1966

Celik, Elsa Clave “Silenced Fighters: AnInsight into woman CombatansHistory in Aceh(17th -20th) ” Archipel 87, 2014

Sumber Situs

http://rinyyunita.wordpress.com/2008/04/19/bundo-kanduang-perspektif-perempuan-dalam-pandangan-adat-minangkabau/diakses 21 Oktober 2014

http://www.berdikarionline.com/tokoh/20110718/emmy-saelan-kisah-pejuang-wanita-garis-depan.htmldiakses pada 22 Oktober 2014

http://ilhamkadirmenulis.blogspot.com/2013/04/siti-aisyah-we-tenri-olle-pahlawan.html diakses pada 22 Oktober 2014

http://havebe.wordpress.com/2014/05/03/laskar-wanita-indonesia-laswi/(diakses pada 22 Oktober 2014)

http://arsipbudayanusantara.blogspot.com/2013/06/cerita-perempuan-bundo-kanduang-dalam.html diakses pada 23 Oktober 2014

http://selviagnesia.wordpress.com/2012/09/29/lutung-rasa-sunda/diakses pada 23 Oktober 2014

http://www.warandgender.com/goldstein%20female%20combatants.pdfdiakses pada 24 oktober 2014

Foto-foto:

Perempuan AcehKredit Foto http://fokreninlove.blogspot.com/2011/04/kartini-benarkah-sang-penggerak.html

http://ewingsa.files.wordpress.com/2012/04/100712101915-keumalahayati-2.jpg

http://www.smansasingaraja.sch.id(sabai nan aluhi)

http://samalangaraya.wordpress.com/seujarah/sejarah-samalanga/Pucut moelingo

http://www.indonesia.travel/public/media/images/upload/news/Lutung-Kasarung-cov.jpgLutung Kasarung dalam sbeuah drama musikal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun