Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagia Itu tentang Rasa Pada Pencipta dan Kecewa Bagi Yang Putus Asa Terhadap Dunia

12 Februari 2024   09:17 Diperbarui: 12 Februari 2024   14:03 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Tersenyum, ceria atau dengan sebutan lain penuh suka cita itu adalah gambaran dari ekspresi manusia yang tengah merasakan kebahagiaan batin dirinya. Kebahagiaan ini mudah sekali dideteksi dan begitu jelas tampak, sebab jarang sekali orang yang bahagia itu menyembunyikan bahagia yang ia tengah rasakan.

Beda halnya kesedihan yang sering kali dirahasiakan bahkan tidak jarang berpura-pura tersenyum agar tidak diketahui orang lain, bahwa diri sedang bersedih dan luka. Walaupun begitu, acapkali tersenyum manis tetap saja sebagian dari mereka yang telah berpengalaman itu mengetahui kalau diri tengah bersandiwara. Sebab tanda kesedihan dan kekecewaan itu biasa tampak pada anggota tubuh lainnya, sebagaimana ucapan yang sering kita dengar "mulutmu bisa berbohong tapi matamu tidak sedang membuktikan demikian".

Mendapati kebahagiaan sudah menjadi harapan bagi setiap orang, tidak hanya mengetahui tentang bahagia tetapi juga ingin mengecapnya. Begitupun sebaliknya kesedihan, kesengsaraan dan kekecewaan bagi setiap diri tidak berharap demikian. Namun bagaimana bisa diri yang diketahui memiliki kemampuan terbatas itu dapat menghindarinya? Bahkan satu detik kedepan saja diri tidak mampu menebak peristiwa apa yang akan segera terjadi.  

  Dari sini dapat diketahui bahwa kehidupan itu tidak akan selalu diwarnai dengan suka cita dan bahagia saja. Jika kita berani berkata jujur, faktanya penuh dengan warna yang beraneka ragam bahkan lebih banyak permasalahanya. Termasuk kehidupan Nabipun tidak selalu berjalan mulus, apalagi kita hanya manusia biasa.

Maka gambaran itu memberikan isyarat bahwa kehidupan ini tidak akan lepas dari dua warna itu. Ia hadir secara berdampingan. Bukankah nikmatnya makan adalah rasa lapar yang tengah dirasakan sebelumnya sekalipun makanan tersebut tidak enak, sebaliknya selezat apapun makanan didepan mata tidak akan memberikan kenikmatan jika perut dalam keadaan kenyang.

Lantas menurut pembaca sendiri makna sedih dan bahagia itu bagaimana? Apakah seperti anggapan mereka bahwa bahagia itu didapat oleh orang yang mempunyai kekayaan yang cukup, dengan hartanya ia dapat mewujudkan semua harapannya, perkataanya selalu didengarkan, bahkan salah ucap saja dimaafkan. Jika begitu, maka makna kesedihan itu adalah sebaliknya.

Namun faktanya dari sekian banyak orang yang memiliki hampir segalanya itu, ternyata lebih banyak merasakan kekecewaan dan itu terbukti. Anehnya kita sebagai manusia basyariah ini hanya melihat dari sisi enaknya saja, padahal sebelumnya ia mengetahui sisi kurangnya dimana, tetapi berat hati untuk mengakuinya. Namun jika memandang orang yang miskin nampak jelas buruknya bahkan tidak sungkan mengungkapkannya dan sulit mengakui sisi baik yang ia temukan.

Anehnya lagi kita hanya mampu membandingkan apa yang kita rasakan dengan yang mereka rasakan. Dengan sambil bergumam "seandainya aku seperti dia yang punya segalanya, pasti aku akan bahagia". Disangka air namun ternyata itu hanya fatamorgana di padang sahara. Maknanya, apa yang kita lihat hanya pada apa yang dapat dilihat (sebagian kecil), maka dari sebagian yang kita temukan belum cukup untuk menggambarkan seutuhnya dari pada apa yang kita pandang. Kita hanya mampu melihat apa yang tampak didepan dinding bukan apa yang ada dibalik dinding.

Maka jangan menduga-duga, apalagi berharap lebih seperti mereka. Lagipula, itu telah ditentukan dengan kadar kemampuan yang Allah tetapkan. Nampak kecil masalah yang kita rasakan belum tentu orang lain yang punya segalanya itu mampu menyikapinya, begitu sebaliknya nampak enak kehidupan mereka belum tentu diri sanggup menjalaninya.

Sebetulnya masalah itu pada kesedihanya atau pada diri yang tidak pandai bersikap itu? Lagipula mereka yang tampak bahagia bukan berarti mereka tidak merasakan kesedihan, hanya saja mereka pandai menyembunyikan dan juga cerdik dalam menyikapinya serta fokus pada solusi bukan tenggelam bersama permasalahanya.

Orang seperti inilah yang dimaksud oleh penulis adalah orang yang putus asa dari pada rahmatNya. Bagaimana tidak? Sebab bahagia dalam pandangannya sebagaimana yang penulis ungkap di awal yakni pada banyaknya harta yang akan ia kumpulkan. Biasanya ketika ia tidak berhasil meraihnya, ia akan kecewa dan berdalih, "kebahagianku terhalang karena miskin".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun