Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membranding Desa Menjadi Amazing dan Keren

10 Juli 2021   07:01 Diperbarui: 10 Juli 2021   07:09 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada tiga subkultur digital yang akan makin berpengaruh di masa depan. Yakni generasi muda, perempuan dan warganet. Mereka mendominasi tidak hanya karena jumlahnya, tapi juga karena pengaruhnya. Karena itu, branding desa tidak bisa mengabaikan potensi penting mereka . Ketiganya mesti dilibatkan dalam beragam pengembangan desa. Baik di tataran teknis maupun strategis. Generasi muda, dalam konteks sekarang adalah generasi milenial dan generasi setelahnya, memiliki keunggulan kompetitif berupa pikiran yang terbuka. Mereka lebih mudah mengakomodir beragam gagasan baru dibanding generasi-generasi sebelumnya. Generasi milenial beranjak memiliki peran dalam penentuan kebijakan maupun keputusan.

Sedang perempuan, merupakan subkultur digital yang bakal punya banyak peran karena keunggulan demografisnya.Tentu  tidak semata-mata jumlahnya, tapi juga terkait dengan potensi intelektual dan pengaruhnya di beragam ranah kebijakan. Hadirnya para pemimpin perempuan di desa mesti diakomodir dengan baik. Seperti halnya potensi generasi muda, potensi perempuan harus dikelola sejak awal sebagai aset branding desa. Dan subkultur digital warganet yang terakhir adalah warganet. Warga 'pribumi' di era digital ini, jelas bakal berperan sangat vital. Mereka lahir saat digitalisasi sudah berjalan dengan baik. Tidak butuh masa transisi dan proses adaptasi seperti generasi sebelumnya. Warganet telahdigital savvy sejak anak-anak, remaja , hingga kini dewasa. Keunggulan kompetitifnya adalah koneksitas antar mereka. Mereka pelaku peerto peer di era digital yang sesungguhnya.

Ibarat brand, desa harus punya brand value. Nilai-nilai baik dari desa tersebut harus disadari oleh subkultur digital. Tidak hanya berhenti di level para pemangku kepentingan. Karena dalam konteks branding desa, para subkultur digital tersebut merupakan influencer. Merekalah yang akan meluaskan pengaruh melalui beragam platform digital. Detik ini, semua status, caption, foto, dan video mereka tentang desa, merupakan endorsement. Kesaksian yang bisa jadi lebih mujarab ketimbang pidato para pejabat desa.

Desa mesti menjadi aset branding yang keren dan amazing,  baik secara tangible maupun intagible. Sekarang memang era 'pameran', karena itu desa butuh menghadirkan pengalaman baik bagi subkultur, untuk dipamerkan di media sosial mereka. Eksotika desa berupa udara bersih, air jernih dan pangan yang sehat misalnya, tak boleh lagi  cuma dianggap romantisme tentang desa di masa lalu, yang kemudian hanya dikenang oleh generasi 'old school'.  Eksotika tersebut dibutuhkan generasi milenial dan generasi setelahnya, untuk mengawali kesadaran nilai-nilai desa (Edy SR, 2020).

Nugroho menyitir pasal 6 UU no 40 tahun 1999 tentang pers menyebut pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut  : 1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.  2) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan.  3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat, dan benar. 4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal  yang berkaitan dengan kepentingan umum. 5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Sedangkan dilihat dari fungsinya pers bisa dikatakan mempunyai fungsi antara lain : sebagai informasi (to inform), sebagai edukasi (to educate), sebagai koreksi (to influence), sebagai rekreasi (to entertain), sebagai mediasi (to mediate), dan sebagai solusi (to solve the problem).

Jurnalis warga berarti warga yang aktif mengumpulkan informasi, memverifikasi, menulis dan kemudian menyebarluaskannya, baik melalui blog personal, portal jurnalisme warga, media komunitas, mau pun media arus utama yang menyediakan kanal khusus bagi jurnalis warga. Sejatinya, jurnalisme warga bukan barang baru di Indonesia. Radio telah memulainya, jauh sebelum internet banyak diakses masyarakat. Jurnalisme warga memiliki  pengertian yang berbeda dengan jurnalisme publik. Jika jurnalisme publik dilakukan oleh pekerja jurnalistik profesional, maka jurnalisme warga dilakukan oleh warga yang awam dengan kerja-kerja jurnalistik. Akan tetapi, keduanya mempunyai filosofi yang sama yaitu pemberdayaan masyarakat. Jurnalisme warga lebih betujuan untuk melibatkan warga secara langsung dalam produksi berita.

Jurnalisme warga dapat diadopsi dan dimodifikasi sebagai jalan tengah untuk menjadikan jurnalisme yang berkeadilan bagi warga desa, konsep ini dapat dikatakan sebagai jurnalisme warga. Membangun desa yang memiliki seperangkat lengkap organisasi media massa dalam format jurnalisme desa. Hadirnya media desa sudah barang tentu ikut membantu mengentaskan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat terutama pemuda menjadi jurnalis desa yang handal dan profesional layaknya jurnalis pada media arus utama. Media desa diyakini akan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah terhadap program-program pembangunan di pedesaan (Firmansyah, 2020).

Guna memersuari, dalam ranah komunikasi sains, terdapat dua hal yang harus diperhitungkan, hal pertama yaitu kredibilitas penyampai pesan dan kedua adalah pesan seperti apa yang akan diterima oleh khalayak yang dituju. Membuat program komunikasi sains yang disampaikan oleh pihak yang dipercaya  oleh masyarakat telah terbukti efektif mampu mengubah perilaku masyarakat selama pandemi. Pesan-pesan persuasif komunikasi sains yang memiliki kemungkinan efektif adalah pesan yang menunjukkan manfaat bagi masyarakat untuk mengikuti anjuran kesehetan dalam menghadapi pandemi.

Kolaborasi antara komunikasi sains dan modal sosial yang telah ada dan dianut dalam setiap sendi masyarakat perdesaan  diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mendahulukan sikap kebersamaan, gotong royong  dan saling menolong. Dalam jangka panjang komunikasi sains akan membentuk mental kritis masyarakat desa sehingga tidak akan dengan mudah terpengaruh kabar bohong, tetap mngutamakan kebersamaan dan gotong royong, pada akhirnya dapat meningkatkan daya lenting masyarakat ketika terjadi bencana (Angga Wijaya Holman Fasa, Uus Faizal Firdausy, dan Sanusi, 2020).

Adalah Desa Panggungharjo, salah satu desa yang membangun sinergitas antara pemerintah desa dengan semua elemen warga desa dengan membentuk Panggungharjo Tanggap Covid-19 yang disingkat dengan PTC-19. Dengan memanfaatkan teknologi digitalisasi untuk mendapatkan data semua warga desa, terkait mitigasi dampak Covid-19. Dan bermula dari PTC-19 ini juga akhirnya Panggungharjo mengembangkan model bisnis dengan menggunakan platform digital  : pasardesa.id .Pasardesa.id ini membangun pasar di tengah pandemi Covid-19 melalui sebuah aplikasi pasardesa.id  yang mempertemukan  warga desa sebagai penjual dan pembeli,  dan pasardesa.id memfasilitasi pemenuhan kebutuhan warga desa dengan servis prima pengiriman langsung ke alamat by name pembeli.

Tentunya dengan bekerja sama dengan Pemerintah Desa dengan mengintervensi warga desa sebagai penerima manfaat BLT Dana Desa untuk dibelanjakan di pasardesa.id.  Tujuannya adalah agar uang yang beredar di Desa Panggungharjo tidak keluar dari Desa Panggungharjo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun