Mohon tunggu...
Juliana
Juliana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis yang tidak suka minum kopi

Ada, diam, mengamati kemudian menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kepada yang Menamakan Dirinya Hamba Allah

13 Februari 2022   14:28 Diperbarui: 16 Februari 2022   22:44 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaitsara, Qoryah Syaikh Imam Abul Hasan as-Syadzili/dokpri

Sudah sejak lama saya berkeinginan untuk ziarah ke Humaitsara. Namun sayang, setiap kali pendaftaran ziarah dibuka hanya bisa mengelus dada, menyadari kocek dalam saku tak cukup untuk menutupi biaya ongkos yang nominalnya cukup untuk hidup selama sebulan. Dan belum lagi tambahan biaya untuk bayar masuk wc atau jajan di jalan, membayangkannya cuma bisa tersenyum getir. Kendati demikian harapan itu tak sekalipun pupus, semoga Allah memberi kesempatan untuk ziarah. 

Hingga suatu Jum'at pagi, sebuah pesan masuk mengabarkan pembukaan pendaftaran ziarah ke Humaitsara. Senang mengetahuinya dan lagi-lagi pada saat yang sama agak sedih juga, alasannya persis dengan yang sudah-sudah. Sambil menghitung hari keberangkatan, jika lebih giat jualan pempek akankah semua biaya akomodasi tertutupi? 

Pesan selanjutnya tak segera saya respon, menanyakan hendak ikut atau tidak. Karena tidak ingin membalasnya dengan kata tidak, sedangkan jika menjawab iya akan ada 'tapi'-nya jadi abai. Tanpa tahu bahwa isi pesan berikutnya hal penting: mewartakan kabar gembira, seorang hamba Allah menghadiahiku ziarah gratis ke sana. Saat membacanya, hati jingkrak-jingkrak kegirangan namun mata rasanya mau mrembes mili, kadang kedua organ itu memang tak selaras perilakunya.

Banyak tanya yang berkelindan, "Siapa hamba Allah itu? Apakah dia ataukah dia? Kenapa merahasiakan nama? Aku ingin berterima kasih secara langsung." Namun rahasia biarlah tetap menjadi rahasia, dan hingga saat ini saya masih mendoakan dirinya dengan nama hamba Allah.

Hadiah yang saya terima beruntun, hujan berkah. Di sore hari ketika ziarah ke maqam Sidna Imam Husein ada Habib Umar di sana. Melihat beliau saya hanya terpaku di tempat, tak tahu harus berbuat apa. Bahkan untuk mendekat sajaa ragu kemudian memberanikan diri mengikuti beliau dari belakang. Dada bergemuruh, titik-titik air menetes dari pelupuk mata. Sampai akhirnya beliau memasuki mobil dan menjauh. 

Menunggu hari H keberangkatan rasanya seperti menunggu jodoh: ada bahagia, ada cemas juga. Bahagia karena yang diimpikan akan kesampaian, cemas kalau sampai tidak jadi apalagi saat menjelang tanggal keberangkatan mendadak demam dan batuk-batuk. Saya pun mengadu kepada Tuhan, "Ya Allah ... jika pertemuan ialah obat bukankah saya (orang yang sakit jasmani dan rohaninya) lebih berhak untuk mendapatkannya. Perkenankanlah saya untuk mengunjungi  Humaitsara, ya Allah." Dan saatnya pun tiba, tanggal tiga Februari puji syukur  saya termasuk golongan peserta ziarah Humaitsara. 

Ada pun maqam dan masyhad yang diziarahi:

1. Sayyidah Nafisah

2. Sayyidah Huuriyah

3. Sab'u Banat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun