Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Recehan: Mengurai Benang Takdir Ekonomi Mikro yang Terjalin oleh Senyum Anak Sekolah

31 Juli 2025   10:46 Diperbarui: 31 Juli 2025   10:46 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sekolah sedang jajan di para pedagang pinggir sekolah di Kota Bandung, Kamis (31/7/2025). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Mereka juga memberikan kontribusi dalam menjaga stabilitas harga. Dengan menawarkan jajanan yang murah dan terjangkau, mereka membantu masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan makanan ringan tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Ini adalah bentuk ketahanan pangan mikro yang seringkali tidak disadari.

Secara tidak langsung, mereka juga mengajarkan nilai-nilai ekonomi kepada anak-anak sekolah. Anak-anak belajar tentang konsep uang, nilai tukar, dan pentingnya mendukung usaha kecil. Ini adalah pelajaran praktis yang tidak mereka dapatkan di dalam kelas, namun sangat berharga untuk kehidupan mereka kelak.

Anak Sekolah sebagai Penggerak Utama Roda Ekonomi Recehan

Anak-anak sekolah, dengan uang saku mereka yang terbatas, adalah pahlawan tak terduga dalam ekosistem ekonomi mikro ini. Meskipun nominal pembelian mereka kecil, frekuensi dan jumlah mereka yang banyak menciptakan arus kas yang stabil bagi para pedagang. Mereka adalah pasar yang captive, yang setiap hari datang dan pergi dari sekolah, dan seringkali membutuhkan camilan atau hiburan.

Bayangkan saja, jika ada seribu siswa di sebuah sekolah, dan masing-masing membeli jajanan seharga Rp 2.000 saja setiap hari, maka akan ada perputaran uang sebesar Rp 2.000.000 per hari. Angka ini mungkin terlihat kecil bagi perusahaan besar, namun bagi pedagang kecil, jumlah tersebut sangat signifikan untuk menopang kebutuhan mereka.

Selain itu, pembelian dari anak-anak sekolah juga bersifat konsisten. Mereka adalah pelanggan setia yang akan kembali lagi setiap hari, selama jajanan yang ditawarkan sesuai dengan selera dan kantong mereka. Konsistensi inilah yang memberikan stabilitas bagi para pedagang, memungkinkan mereka untuk merencanakan pembelian bahan baku dan mengelola keuangan mereka dengan lebih baik.

Daya tarik jajanan "recehan" juga terletak pada kemampuannya untuk dijangkau oleh semua kalangan siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka. Seorang anak dengan uang saku pas-pasan pun masih bisa menikmati sebungkus kerupuk atau segelas es, yang pada gilirannya turut berkontribusi pada pendapatan pedagang. Ini menciptakan inklusi ekonomi di tingkat paling dasar.

Peran anak-anak sekolah juga melampaui sekadar transaksi jual beli. Mereka seringkali menjadi "word-of-mouth" marketing yang efektif. Jika seorang anak menyukai jajanan tertentu, mereka akan memberitahu teman-temannya, yang kemudian akan menarik lebih banyak pembeli. Ini adalah bentuk promosi organik yang sangat berharga bagi pedagang kecil yang tidak memiliki anggaran untuk iklan.

Hubungan yang terjalin antara anak sekolah dan pedagang juga seringkali personal. Pedagang tahu nama anak-anak tertentu, bahkan hafal jajanan favorit mereka. Ini menciptakan lingkungan yang akrab dan nyaman, yang membuat anak-anak merasa senang untuk kembali membeli. Kepercayaan dan hubungan baik ini adalah modal sosial yang tak ternilai harganya.

Oleh karena itu, setiap kali seorang anak sekolah mengeluarkan uang saku mereka untuk membeli jajanan dari pedagang kecil, mereka tidak hanya memuaskan keinginan sesaat. Mereka secara langsung berkontribusi pada keberlangsungan hidup sebuah keluarga, menjaga roda ekonomi lokal tetap berputar, dan tanpa disadari, menjadi bagian dari benang takdir ekonomi mikro yang terjalin dengan senyum polos mereka.

Keberlanjutan dan Tantangan yang Dihadapi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun