Kota Bandung, sebuah kota yang tak pernah tidur, memiliki jaringan sungai yang rumit, banyak di antaranya adalah anak sungai dari Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat.Â
Sebut saja Sungai Cikapundung atau Sungai Cinambo, yang alirannya berasal dari lereng Gunung Manglayang, melintasi Ujung Berung, Arcamanik, Cinambo, hingga akhirnya bermuara ke Sungai Induk Citarum di daerah Sapan, Kabupaten Bandung.Â
Sungai-sungai ini, seperti banyak sungai perkotaan lainnya, pernah menghadapi tantangan berat.
Tantangan pencemaran lingkungan, baik oleh sampah rumah tangga maupun limbah industri, telah lama mengganggu ekosistem sungai-sungai ini. Pemandangan tumpukan sampah yang mengapung atau air yang berubah warna akibat limbah adalah hal yang tidak asing.Â
Kondisi ini tentu saja membuat kehidupan di dalam sungai terganggu, bahkan di beberapa titik, ikan-ikan sulit ditemukan. Banyak orang mungkin mengira bahwa sungai-sungai di Bandung sudah tidak lagi memiliki kehidupan alami yang berarti.
Namun, berkat kesungguhan pemerintah dan kesadaran warga, ada secercah harapan. Upaya restorasi dan pembersihan sungai mulai menunjukkan hasil. Di beberapa titik, anak-anak Sungai Citarum itu kini mulai membaik, airnya kembali jernih, dan ekosistemnya perlahan pulih.Â
Ini adalah kabar baik, sebuah bukti bahwa dengan kerja keras dan komitmen, alam bisa kembali bernapas. Sungai yang dulunya terlihat mati, kini mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Seperti halnya pagi ini, Sabtu, 12 Juli 2025. Langit Bandung cerah, udara terasa segar, dan semangat pagi mulai terasa di setiap sudut kota. Saya berjalan-jalan di sekitar area Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik, dan Cisaranten Wetan, Cinambo.Â
Kedua daerah ini dipisahkan oleh sebuah aliran sungai kecil yang tak lain adalah bagian dari Sungai Cinambo. Di sana, sebuah pemandangan menarik mencuri perhatian saya.
Di tepian Sungai Cinambo, di antara rimbunnya tanaman liar dan bebatuan kecil, terlihat tiga orang anak sedang asyik dengan kegiatan mereka. Mereka adalah Doni, bersama dua temannya, yang usianya sebaya, sekitar 10 hingga 12 tahun.Â
Raut wajah mereka penuh konsentrasi dan kegembiraan. Mereka tidak bermain gawai atau berlarian seperti anak-anak pada umumnya. Justru, mereka sedang melakukan sesuatu yang kini semakin jarang terlihat di tengah kota.