Kondisi ekonomi di negara kita memang sedang tidak menentu. Pemerintah terus berupaya meningkatkan efisiensi di berbagai sektor, yang sayangnya seringkali berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Akibatnya, angka pengangguran melonjak, dan mencari pekerjaan baru menjadi sangat sulit.Â
Banyak keluarga yang merasakan dampaknya secara langsung, merasakan tekanan ekonomi yang berat setiap harinya. PHK bukan hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga hilangnya sumber penghasilan utama yang selama ini menopang kehidupan.
Namun, di tengah badai ekonomi ini, ada secercah harapan yang datang dari masyarakat kecil, dari mereka yang paling merasakan dampak PHK. Kisah-kisah tentang ketangguhan dan akal kreatif mulai bermunculan, membuktikan bahwa semangat untuk bertahan hidup jauh lebih kuat dari krisis apa pun.Â
Salah satu contoh nyata dari semangat ini adalah Sarnawi, seorang pria berusia 38 tahun yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Sarnawi adalah salah satu korban PHK yang kini berhasil bangkit.
Beberapa bulan lalu, Sarnawi masih bekerja sebagai operator mesin penggiling daging di sebuah pabrik bakso dan sosis di kawasan Gedebage, Kota Bandung. Pekerjaannya cukup stabil, penghasilan lumayan untuk menghidupi keluarga.Â
Namun, tiba-tiba, kabar buruk itu datang. Delapan bulan yang lalu, Sarnawi terkena PHK. Perusahaan tempatnya bekerja melakukan efisiensi besar-besaran, dan banyak karyawan yang harus dirumahkan, termasuk dirinya. Tentu saja, ini menjadi pukulan telak bagi Sarnawi dan keluarganya.
Pagi ini, Selasa, 26 Juni 2025, saya berkesempatan bertemu Sarnawi. Saya kebetulan ingin menggiling daging untuk membuat bakso kebutuhan dapur dan mampir ke lapak tempat Sarnawi bekerja.Â
Setelah berbasa-basi, saya mulai mengobrol dengannya. Sarnawi menceritakan bagaimana dia menghadapi masa-masa sulit setelah PHK. Awalnya, dia merasa bingung dan putus asa. Pekerjaan yang sudah bertahun-tahun dia geluti tiba-tiba hilang. Ia sempat tidak tahu harus melakukan apa.
Di tengah kebingungannya itu, Sarnawi beruntung bertemu dengan seorang temannya. Temannya ini juga membuka usaha penggilingan daging di Pasar Gedebage, tidak jauh dari tempat Sarnawi dulu bekerja.Â
Melihat peluang dan mungkin juga karena sudah kenal dengan keahlian Sarnawi, temannya itu menawarinya untuk ikut bekerja di lapaknya. Ini adalah titik terang pertama bagi Sarnawi setelah berbulan-bulan terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Sarnawi tidak hanya sekadar menerima tawaran pekerjaan itu sebagai karyawan biasa. Dia melihat ini sebagai kesempatan untuk lebih dari sekadar bertahan hidup.Â