Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Reuni dengan Hui Kumayung: Menghidupkan Kembali Rasa Pangan Andalan Leluhur yang Pernah Ada

22 Juni 2025   19:07 Diperbarui: 22 Juni 2025   19:07 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hui (ubi) kumayung yang sudah dikukus. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Kita semua akrab dengan sumber pangan utama seperti padi atau beras, jagung, singkong, dan beragam jenis ubi-ubian. Makanan-makanan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari piring kita sehari-hari. Namun, di antara semua yang kita kenal, ada satu nama yang mungkin asing di telinga, bahkan belum pernah dicicipi oleh banyak orang, Hui Kumayung, atau ubi kumayung. Padahal, di masa lalu, terutama di kampung-kampung, ubi ini adalah salah satu sumber pangan andalan selain bahan pokok.

Hui Kumayung bukanlah ubi biasa. Ia memiliki ciri khas yang membuatnya unik. Kulit luarnya berwarna putih hingga cokelat muda, cenderung kusam. Ukurannya rata-rata sebesar ubi kentang, pas dalam genggaman tangan. Begitu kulitnya dikupas, dagingnya akan terlihat putih bersih. Rasanya? Sedikit manis, sebuah kejutan yang menyenangkan bagi lidah. Lebih dari sekadar enak, Hui Kumayung juga dikenal sebagai salah satu sumber karbohidrat terbaik.

Saya masih ingat betul, bertahun-tahun lamanya saya tidak lagi menjumpai Hui Kumayung. Seolah-olah ubi ini lenyap ditelan zaman, tergantikan oleh pilihan pangan yang lebih modern atau yang lebih mudah ditemukan di pasaran. Rasanya seperti kehilangan seorang teman lama yang dulu sering mengisi perut dan menghangatkan suasana di kampung.

Hari ini, momen yang saya nantikan akhirnya tiba. Saya baru saja kembali dari kampung halaman, dan di sana, saya berkesempatan untuk kembali merasakan Hui Kumayung. Ubi itu disajikan dalam bentuk yang paling sederhana, dikukus. Namun, kesederhanaan itulah yang justru membawa kembali memori dan kenangan masa lalu.

Saat uap panas mengepul dari piring Hui Kumayung yang baru matang, aroma manisnya langsung menyeruak, memenuhi ruangan. Aroma itu bukan sekadar bau, melainkan gerbang waktu yang membawa saya kembali ke masa kanak-kanak. Sebuah aroma yang sarat cerita dan kesederhanaan hidup di kampung.

Satu gigitan. Rasa manis lembut langsung menyapa lidah. Teksturnya empuk, mudah lumat di mulut, namun tidak lembek. Ini bukan manis yang berlebihan seperti gula pasir, melainkan manis alami yang menenangkan, mirip dengan rasa manis pada ubi jalar, tapi dengan karakteristiknya sendiri yang unik.

Rasanya begitu otentik, tidak berubah sedikit pun dari yang saya ingat. Seolah waktu tidak berlalu bagi ubi ini. Setiap kunyahan adalah sebuah perjalanan kilas balik, mengingatkan saya pada sore hari di teras rumah nenek, saat hujan rintik-rintik, dan sepiring Hui Kumayung kukus menjadi teman minum teh.

Di masa lalu, Hui Kumayung adalah penyelamat. Ketika musim paceklik tiba, atau ketika beras sulit didapat, ubi ini menjadi alternatif pangan yang bisa diandalkan. Petani di kampung tidak perlu khawatir. Mereka tahu, di kebun atau ladang, Hui Kumayung selalu tersedia.

Menariknya, Hui Kumayung adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh. Tangkainya merambat, mirip tanaman labu atau timun. Ia tidak rewel soal tanah, bisa tumbuh subur di berbagai kondisi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Hui Kumayung begitu populer dan diandalkan di masa lampau. Kemudahan budidayanya memastikan ketersediaan pangan yang stabil bagi masyarakat.

Para orang tua di kampung dulu sering bercerita tentang bagaimana Hui Kumayung menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Ubi ini bukan hanya dimakan sebagai pengganjal perut, tapi juga diolah menjadi berbagai makanan ringan atau camilan saat berkumpul bersama keluarga atau tetangga.

Ada yang menggorengnya, ada yang merebusnya, bahkan ada yang menjadikannya campuran dalam kolak. Fleksibilitas Hui Kumayung dalam pengolahan menjadikannya sangat dihargai. Ia bisa menjadi hidangan utama yang mengenyangkan, atau sekadar teman minum kopi di sore hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun