Pekan pertama Februari, atau sekitar sebulan menjelang bulan suci Ramadhan tahun 2025, harga bahan-bahan pokok di pasaran, seperti telur, bawang merah, dan terutama cabai rawit, masih melambung tinggi.
Fenomena ini seolah menjadi siklus tahunan yang selalu berulang menjelang puasa. Kenaikan harga cabai rawit, yang merupakan salah satu bahan penting dalam masakan Indonesia, tentu saja memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.
Faktor-Faktor Penyebab Kenaikan Harga Cabai Rawit
Kenaikan harga cabai rawit menjelang bulan puasa bukanlah fenomena yang terjadi secara tiba-tiba. Ada beberapa faktor yang saling berkaitan dan berkontribusi terhadap lonjakan harga cabai rawit. Memahami faktor-faktor ini penting untuk mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan.
1. Perubahan Cuaca Ekstrem
Indonesia sebagai negara agraris sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Curah hujan yang tinggi, banjir, atau kekeringan dapat merusak tanaman cabai rawit dan menyebabkan gagal panen. Akibatnya, pasokan cabai rawit dari petani berkurang drastis, sementara permintaan tetap tinggi atau bahkan meningkat menjelang puasa. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan inilah yang kemudian memicu kenaikan harga cabai rawit di pasaran.
2. Peningkatan Permintaan Musiman
Menjelang bulan puasa, tradisi memasak dan menyiapkan hidangan spesial untuk berbuka puasa dan sahur biasanya melibatkan penggunaan cabai rawit dalam jumlah yang lebih banyak.
Masyarakat cenderung lebih sering memasak di rumah dan mencoba berbagai resep masakan yang menggunakan cabai rawit sebagai bahan utama atau pelengkap. Peningkatan permintaan musiman ini telah mendorong harga cabai rawit naik.
3. Rantai Distribusi yang Panjang dan Tidak Efisien