Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Momentum Dari yang Tersisa

11 Juni 2018   08:00 Diperbarui: 11 Juni 2018   08:04 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kubuka kamar anakku perlahan, ketiga gadisku masih terlelap. Semalam, hingga nyaris larut mereka kubiarkan menikmati kemerdekaannya. Mengembara di dunia maya, menikmati kegemaran mereka mendengar dan mendendangkan lagu-lagu manca. Lewat youtube.  Aku tidak kuatir dengan apa yang mereka buka, karena dengan bertiga mereka akan selalu saling mengingatkan.

Tetapi kakak, si sulung, berkali-kali mengingatkanku; "pa, jangan nggak, besok bangunin. Deyna mau ikut papa." Permintaannya, sudah beberapa kali aku dengar. Setiap kali dia libur dan aku bekerja. Selama ini tidak kukabulkan. Aku kasihan, jika harus membangunkannya pagi buta, belum lagi mesti berdesakan di sesaknya bus transjakarta. Namun hari ini, aku ingin mengabulkan keinginannya. Entah untuk permintaan yang keberapa kalinya.

Bersama gadisku dulu (dokumen pribadi)
Bersama gadisku dulu (dokumen pribadi)
"Kak." Kubisiki telinganya, dan kukecup keningnya perlahan. Perlahan pula ia membuka matanya, dan bergegas bangun. Sepertinya ia ingat permintaannya, sehingga tidak ingin berlama-lama menghilangkan rasa kantuknya. Aku melihat ada kegirangan yang terpancar dari mata sembabnya. Hanya untuk hal yang sangat sederhana, mengajaknya pergi ke tempat kerja. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran anakku, sehingga ia berkali-kali meminta ikut bersamaku.

Anakku tahu, bahwa kami tidak akan pergi ke mall. Juga bukan ke dunia fantasi. Karena ini bukan liburan, meski dia sedang libur. Bahkan dalam rayuannya, anakku pernah bilang ; "pa, nanti kalau boleh ikut. Deyna mau beresin meja papa." Anakku tahu persis, meja kerjaku berantakan. Ada banyak sekali bundel koreksian, ditambah buku-buku yang ingin kubaca. Meski sudah berbulan-bulan ada di tempatnya, belum kubaca, tetapi yang penting aku sudah punya keinginan membaca. Dan masih banyak lagi, aku sendiri tidak yakin apa saja yang ada di meja kerjaku.

Bersama para gadisku, kini (dokumen pribadi)
Bersama para gadisku, kini (dokumen pribadi)
Beberapa teman bilang, anak mereka susah jika diajak pergi. Anak-anak mereka lebih suka bermain dengan teman-teman sebayanya. Tetapi itu setelah anak mereka beranjak remaja. Sementara anakku, belum sampai di tahap itu. 

Tetapi masa-masa itupun tidak lama lagi. Terlebih, istriku beberapa kali kudengar memberikan pemahaman apa itu menstruasi pada gadis kecilku itu. Kuperhatikan, anakku kini juga mulai tidak sepenuhnya anak-anak. Kukabulkan permintaannya, karena aku juga tidak ingin kehilangan momentum dari masa kanak-kanak gadis kecilku itu.

Kegenggam erat tangannya, seperti tahun-tahun sebelumnya. Tetapi pagi ini, gadis kecilku memang sudah berbeda. Kulihat, ia menginjak bagian belakang sepatunya. Ia bilang, sepatunya sudah kekecilan. Jarinya sakit, kalau dimasukkan. Ketika kutanya berapa ukuran sepatunya. Ia jawab, sama persis seperti ukuran sepatu mama. Deg! Kugenggam kembali tangannya. Aku memang tidak seharusnya melewati momentum kanak-kanaknya ini, mumpung waktu itu masih ada. Meski aku tahu, ini hanya sisa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun