Mohon tunggu...
Jack Subarja
Jack Subarja Mohon Tunggu... -

Staf pada Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan Alumni KDI School of Public Policy and Management, South Korea

Selanjutnya

Tutup

Money

Kereta Cepat Jakarta - Bandung, Siapa Pemenangnya Jepang atau China?

31 Agustus 2015   10:10 Diperbarui: 31 Agustus 2015   10:22 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Persaingan antara Jepang dan China terkait dengan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung semakin “memanas” atau dapat dikatakan mencapai “puncak”. Hal itu ditandai dengan adanya usulan tambahan proposal baru Jepang terhadap proposal studi kelayakan (feasibility study) yang telah diserahkan kepada Pemerintah Indonesia sebelumnya, yang disampaikan oleh Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe yaitu Hiroto Izumi dengan mengunjungi kantor Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli pada hari Rabu, 26 Agustus 2015. Atas usulan terbaru Jepang tersebut, China tak mau kalah, selang 2 hari berikutnya tanggal 28 Agustus 2015, China mengirim utusannya yaitu Duta Besar China untuk Indonesia, Xie Feng dengan mengunjungi Kantor Menko Perekonomian guna bertemu dengan Menko Perekonomian, Darmin Nasution. Usai bertemu dengan Xie, Darmin menyampaikan kepada wartawan bahwa Xie (China) “meradang” dengan mengatakan  kepada Darmin "We hope all sides will respect the rules set down by the Indonesian government. One feasibility study! No more!" and crossing his arms, yang artinya kira-kira demikian “Kami harap semua pihak akan menghormati aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia” (yang  sudah pasti ungkapan tersebut ditujukan kepada pihak Jepang), dengan menyilangkan kedua tangannya.

Darmin menyampaikan kepada wartawan bahwa Xie Feng mengungkapkan kekecewaannya terhadap usulan baru Jepang tersebut dan menyebut tindakan Pemerintah Indonesia sebagai “unfair” (tidak adil). Atas respon China tersebut, agar tercipta prinsip keadilan (fairness), maka dengan cerdik Darmin berbalik menekankan kepada China, “Apakah China akan menyampaikan usulan tambahan proposal baru dalam studi kelayakan (feasibility study) seperti Jepang?”. Namun lanjut Darmin, China menolak tawaran tersebut seperti ditekankan oleh Xie dengan mengatakan “Saya optimis….”.

Dari jawaban Xie, China sepertinya meyakini akan menjadi pemenang dengan mengklaim 1) Kereta Cepat China dalam masa matang (matured high speed rail technology), dengan panjang rel kereta api 17.000 km  (55% dari panjang rel sedunia) dan 2) tahun 2014, investasi non keuangan China mencapai USD1,50 milyar. Tahun 2020, diperkirakan nilai perdagangan Indonesia-China akan mencapai angka USD150 milyar dan investasi akan mencapai USD80 milyar (hubungan bilateral), 3)  sumber devisa China banyak, terbukti dalam proposal tidak mensyaratkan adanya jaminan Pemerintah Indonesia (Viability Gap Funding/VGF). Namun demikian, peristiwa kecelakaan yang menimpa Kereta Cepat China (CRH2-139E) pada 24 Juli 2011 yang menewaskan 40 orang dan melukai 200 orang, menjadi “pertanyaan besar” bagi issue mutu (quality) dan standar keamanan (safety standard) Kereta Cepat China ini.

Sementara itu, Jepang dengan Shinkansen yang sejak tahun 1964 telah beroperasi dan belum pernah terjadi kecelakaan juga meyakini akan menjadi pemenang dengan pertimbangan 1) sudah berpengalaman sejak 1964, 2) saat ini Jepang merupakan pemberi pinjaman (kreditur) utama (kesatu) bagi Indonesia 3) unsur keamanan (safety), tidak ada angka kecelakaan Shinkansen sejak 1964 atau 50 tahun (seperti disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu).

Sebenarnya seperti apa sih tawaran Jepang versus China ini, saya coba ringkas dari beberapa surat kabar, dengan uraian sebagai berikut:

Uraian                                              Jepang                                 vs                                    China
                                               Awal                 Revisi                                                Awal                       Revisi

1. Jarak Jakarta - Bandung 145km (s.d. Gede Bage)
2. Waktu tempuh + 37 menit
3. Nilai Proyek USD 5,5 milyar (atau + Rp72 triliun)
4. Kecepatan kereta 300 km/jam 350 km/jam
5. Stasiun awal                                    Manggarai                                                                    Halim
6. Stasiun pemberhentian 1 (antara Manggarai – Gede Bage) Non-stop
7. Jumlah pinjaman (loan)          USD6,2 juta menjadi USD4,4 juta                           USD5,5 juta menjadi USD5,5 juta
8. Syarat Pinjaman            40 tahun, dgn grace period 10 tahun                   40 tahun,  dgn (grace period) 10 tahun

9. Bunga pinjaman (interest rate)        0,1%                                                                             2% 
10. Jaminan Pemerintah Indonesia (Viability Gap Fund) 100% menjadi 50%                                       -
11. Periode pekerjaan          5 tahun (mulai 2016 dgn masa percobaan 1 tahun)    3 tahun (dimulai September 2015, selesai 2019)
12. Tingkat Kandungan Lokal             Tidak ada informasi                                                           60%
13. Tarif/ongkos                            Rp200.000/orang/trip                                                 Rp200.000/orang/trip 
14. Tenaga Kerja                              Tidak ada informasi                                     Lapangan kerja untuk 40.000 orang/tahun tetap

Hiroto (Jepang) menjanjikan akan “memberi keleluasaan” kepada Indonesia mengoperasikan kereta cepat apabila dipercaya menjadi pemenang mega proyek tersebut, artinya dalam skema Public Private Partnership berarti Jepang menggunakan skema Build-Transfer-Operate, artinya Jepang mengandalkan pengembalian investasinya pada tarif yang dikenakan kepada penumpang sebesar Rp200.000/orang/trip (sekali jalan). Jika ternyata jumlah realisasi penumpang lebih kecil/rendah daripada yang diproyeksikan, maka Pemerintah Indonesia menanggung kekurangannya sebesar 50% (Viability Gap Fund) seperti yang diusulkan Jepang dalam perubahan proposalnya, dari sebelumnya 100% (sharing risks).

Pada tahun 2011, Jepang telah mengadakan studi kelayakan (feasibility study) “Proyek High Speed Railway Project (Jakarta-Bandung Section)” yang disusun oleh Yachiyo Engineering Co., Ltd bersama dengan Japan International Consultants for Transportation Co., Ltd. Hal tersebut sejalan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang digagas oleh Presiden ke-6 pada tahun 2011, Susilo Bambang Yudhoyono, yang diantaranya menyebutkan bahwa pembangunan jalur kereta cepat Jakarta – Bandung dan Jakarta – Surabaya diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi. Hal tersebut juga dipertegas dalam Masterplan Kereta Api Nasional (National Railway Masterplan) yang menyoroti (highlight) pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Surabaya (750 km). Terlebih lagi,  Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dinominasikan sebagai proyek prioritas didalam Masterplan Daerah Metropolitan JABODETABEK (Masterplan for JABODETABEK Metropolitan Priority Area (MPA), yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah Jepang. Selain Proyek Jakarta – Bandung, Jepang juga telah melakukan studi kelayakan untuk Proyek Jakarta – Surabaya dengan 2 alternatif, yaitu Jakarta – Surabaya via Bandung (Bandung Route) atau lewat Pantura (Coastal  Route).

Terkait dengan Proyek Kereta Cepat (High Speed Train) Jakarta – Bandung ini, Pemerintah Indonesia menegaskan akan memastikan kompetisi tersebut berjalan fair, transparan, dan terbuka. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menunjuk Boston Consulting Group (BCG) untuk menilai kelayakan (assessment) kedua proposal tersebut. Setelah BCG menyampaikan laporan akhir (final) kepada Tim Pemerintah Indonesia (Tim 6) yang terdiri dari Menko Perekonomian, Menko Maritim dan Sumber Daya, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, maka Tim 6 akan melakukan review dengan 4 kriteria, yaitu: 1) Pertama, negara mana, apakah China atau Jepang, yang memiliki kereta cepat dengan aspek safety (keselamatan) dan kenyamanan yang tinggi bagi masyakat; 2) Kedua, negara mana yang menawarkan pembiayaan yang lebih murah dari sisi bunga serta tenornya; 3) Ketiga, negara mana yang memberikan jaminan paling banyak terkait kandungan lokal dari Industri Indonesia (TKDN) pada proyek tersebut. Hal itu dianggap penting untuk mempercepat transfer ilmu kepada Indonesia; dan 4) Bagaimana kerja sama operasinya, mula-mula sekian tahun operasinya dikelola China atau Jepang tetapi kami ingin secepat mungkin dikelola oleh Indonesia supaya ada transfer ilmu. Kami ingin se-fair mungkin kita adulah siapa yang paling menguntungkan Indonesia," kata Rizal Ramli.  Tim 6 nantinya akan menyampaikan hasil review kepada Presiden Joko Widodo. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo akan mengumumkan pemenang Proyek ini pada hari Selasa, tanggal 1 September 2015 (Berita terakhir di TVOne sepertinya diundur menjadi pertengahan September 2015).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun