Manusia dituntut untuk memiliki sikap sabar. Sabar itu menahan diri dari hasrat dan emosi adrenalin. Dari nafsu. Mudah diucapkan, sulit dijalankan.
Sabar itu proses perjuangan mengendalikan diri agar manusia tetap di jalur kehanifan. Menahan dan mengendalikan diri adalah jihad besar. Karena sebenarnya, musuh utama manusia bersumber dari dalam dirinya sendiri.Â
Sabar dan keimanan seperti sisi mata uang koin. Manusia tidak akan sabar jika tidak memiliki keimanan kepada Tuhan. Salah satu ciri manusia beriman: sabar. Sabar adalah buah dari iman.
Sifat sabar seringkali dikaitkan dengan penderitaan, kepedihan, kesengsaraan, kegagalan. Harapan tak sesuai kenyataan. Tetapi, sabar semestinya juga dikaitkan dengan kemegahan, kemenangan, dan kenikmatan.Â
Bahwa semua itu adalah kategori rasa yang maujud. Rasa akan tumbuh dan hilang berganti, seiring perjalanan waktu. Rasa itu tidak kekal. Kedalaman rasa adalah hasil kesadaran iman yang teruji.
Lalu, adakah batas dari kesabaran? Adakah titik henti waktu sehingga manusia dapat melepas kesabaran?
Ada.Â
Yaitu saat detik nafas lepas dari raga. Saat detik roh sudah menghadap Allah. Sifat dan sikap sabar tidak boleh hilang dari nafas manusia. Tanpa sabar, manusia tak sempurna. Tanpa sabar maka manusia tanpa iman kepada Allah.
Jadi, sabar itu tidak ada batasnya. Sabar itu tak bertepi. Sabar itu tidak boleh hilang dari diri Insan. Karena dari rasa sabar itu manusia merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya.
Mengapa begitu ?
Karena Allah menyukai orang yang sabar. Karena Allah adalah ash shabuur, Maha Penyabar.