Mohon tunggu...
Jos Rompisela
Jos Rompisela Mohon Tunggu... -

walah walah walah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Efek Buruk Ahok Jadi Gubernur

21 Maret 2017   14:12 Diperbarui: 21 Maret 2017   23:11 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter: @wijaya9292

Ketika Ahok tersandung kasus penistaan agama sebelum memasuki masa kampanye, saya menyebut bahwa partai-partai pendukungnya, terutama PDI-P perjuangan justru yang diuntungkan. Saya tidak penah menganggap status Ahok sebagai tersangka penistaan agama sebagai kemenangan ummat Muslim yang melakukan demo. Sebaliknya,  yang mendapatkan keuntungan adalah partai-partai politik, termasuk partai-partai pendukung Ahok Djarot. Kenapa bisa demikian?

Keuntungan yang diperoleh oleh lawan Ahok-Djarot tentu sudah jelas karena dengan status tersangka, Ahok tidak akan leluasa berkampanye, waktunya semakin terkuras untuk menghadiri pemeriksaan dan persidangan, serta kesulitan untuk membangun popularitasnya di para pemilih muslim.

Tapi, bagaimana bisa partai-partai pendukung Ahok-Djarot turut bisa mendulang keuntungan dari pristiwa tersebut? Posisi Ahok dalam partai-partai pendukung bukan lah siapa-siapa. Dia bukan kader PDI-P, Hanura, Nasdem, atau PPP. Ahok adalah orang luar yang diusung karena partai-partai tersebut tidak memiliki kader potensial dalam pemilihan kepala daerah di Jakarta. Artinya, partai-partai politik tersebut tidak memiliki rasa tanggaungjawab dan loyalitas yang sangat besar untuk membela Ahok sampai titik darah penghabisan.

Namun, yang paling diuntungkan dari semua partai pendukung Ahok tentu saja PDI-P. Sebagai pendukung utama dan kadernya juga menjadi pasangan Ahok, yakni Djarot Saiful Hidayat, PDI-P bisa mendapatkan keuntungan dari status terdakwa Ahok. Atas alasan ini kita bisa memperhatikan bagaima rendahnya pembelaan para kader PDI-P ketika Ahok di serang dari berbagai sisi oleh partai-partai pendukung lawan, ormas-ormas agama, dan warga DKI Jakarta yang membenci Ahok. Justru, yang paling lantang membela Ahok adalah para Ahokers dan civil society.

Karena itu, seandainya Ahok-Djarot berhasil memenangkan perebutan kursi gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, saya meragukan Ahok lah yang sampai akhir akan menjadi guburnur. Sebaliknya, yang beruntung sampai akhir menjadi gubernur adalah Djarot, yang merupakan kader PDI-P. Bagaimana mungkin?

Mekanisme sangat sederhana. Jika Ahok-Djarot memenangkan Pilkada DKI Jakarta, maka status terdakwa Ahok di pengadilan kemungkinan besar akan berlanjut pada penjatuhan hukuman terhadap Ahok, yakni sebagai terpidana. Keputusan pengadilan ini tentu akan terjadi setelah Pilkada selesai, bahkan setelah Ahok-Djarot (seandainya) memerintah.

Dengan demikian, status terpidana Ahok sangat potensial akan dijatuhkan setelah menduduki posisi sebagai gubernur seandainya ia berhasil di putaran kedua saat ini. Tapi, karena status terpidana, Ahok tentu tidak akan bisa melanjutkan jabatannya karena peraturan menetapkan pejabat yang dijatuhi pidana oleh pengadilan, wajib diberhentikan dari jabatannya. Terlebih, yang dapat memberhentikan pejabat daerah adalah Menteri Dalam Negeri, yang kebetulan diisi oleh kader PDI-P

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun