Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Kekayaan Intelektual: Merek dan Indikasi Geografis

8 Maret 2024   20:38 Diperbarui: 8 Maret 2024   20:52 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DEFINISI DAN KLASIFIKASI MEREK

Pasal 1 UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan definisi Merek. Norma itu sendiri berbunyi :

"Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Dari definisi, jelas bahwa Merek adalah wajah perusahaan yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha tertentu. Sebagai suatu tanda, Merek kemudian berfungsi agar masyarakat mudah mengindetinfikasikan barang dan/atau jasa, serta untuk mencerminkan citra dan ciri khas tertentu yang disediakan oleh perusahaan itu sendiri.

UU 20 tahun 2016 dengan jelas mengklasifikasi Merek. Jenis-jenis itu meliputi :

Merek dagang

Merupakan Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.

Merek Jasa

Merupakan Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.

Merek Kolektif

Merupakan Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Merek Internasional

Merupakan Merek yang tidak diatur dalam UU secara definitif, namun tersirat ketentuannya dalam beberapa norma, terutama terhadap Merek yang datang dari Luar Negeri ataupun Merek yang ketentuannya diatur dalam hukum Internasional ( Konvensi Madrid )

SERTIFIKASI MEREK.

Sebagai bagian dari Kekayaan Intelektual, Merek memiliki kemiripan regulasi dengan Hak Cipta atau Hak Paten, kecuali pada bagian substansi, seperti subjek dan objek yang diatur, berapa lama waktu prosesi, dan sebagainya. Merek memiliki Hak Prioritas, memiliki jangka waktu perlindungan, dan penyelesaian sengketa secara litigasi diselesaikan di Pengadilan Niaga seperti halnya Hak Cipta atau Hak Paten.

Kecuali dengan lisensi Merek Kolektif, Penjelasan pasal 50 dengan menyatakan bahwa :

"alasan Merek Kolektif tidak dapat dilisensikan disebabkan kepemilikannya bersifat kolektif dan jika ada pihak lain yang akan menggunakan Merek tersebut tidak perlu mendapat Lisensi dari pemilik Merek Kolektif, cukup menggabungkan diri."

Secara sederhana, alur sertifikasi dimulai dari Permohonan, kemudian diperiksa DJKI, lalu diumumkan apakah Merek tersebut perlu dilengkapi, atau ditarik kembali, atau mengalami keberatan oleh pihak berkepentingan. Bila mengalami keberatan, maka keberatan tersebut diproses menggunakan Sanggahan, dan masuk ke tahap Pemeriksaan Substantif. Apabila Permohonan Merek ditolak saat Pemeriksaan Subtanstif, Pemohon dapat mengajukan upaya hukum sebanyak tiga kali. Apabila diterima, maka Pemohon mendapatkan sertifikasi Merek.

Pada dasarnya, semua bentuk Merek dapat disertifikasi, kecuali yang diatur dalam pasal 20. Di pasal tersebut dijelaskan bahwa yang tidak bisa didaftarkan adalah yang pada intinya bersifat politis, mengandung penyesatan, dan terkesan plagiasi. Rasio yang sama juga tampak pada pasal 21-22.

Dasar penolakan yang ada dalam UU tersebut berangkat dari Teori Pelanggaran Merek yang pada intinya berbunyi :

Infringement

Infringement (pelanggaran) disini merujuk pada tindakan yang mengacu pada persamaan terhadap darimana datangnya Merek tersebut.

Counterfeiting

Counterfeiting (pemalsuan) bicara tentang perbuatan pidana terhadap penggunaan Merek yang menyaru dengan Merek lain

Dilution

Dilution(dilusi) bicara tentang penurunan valuta yang dimiliki Merek yang terkena dampak dari perbuatan Infringement dan Counterfeiting.

Adapun Barang dan/atau jasa yang dapat dikenakan Merek, adalah barang atau jasa yang diatur dalam PP 24/1993 tentang Kelas Barang atau Jasa bagi Pendaftaran Merek. Di dalamnya ada 24 jenis barang dan 8 jenis jasa. Mengingat banyaknya jenis barang dan jenis jasa yang dapat dijadikan dasar bagi usaha untuk membuat Merek, maka tidak dituangkan.

KAITAN DENGAN INDIKASI GEOGRAFIS

Adapun salah satu alasan mengapa Permohonan sertifikasi Merek ditolak karena adanya Indikasi Geografis. Berdasarkan pasal 1 ayat 6 UU 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan Geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Definisi tersebut jelas bahwa Merek dengan lini usaha jasa tidak termasuk didalam alasan penolakan Sertifikasi Merek, kecuali produk yang dimaksud juga diinterpretasikan sebagai jasa. Secara sederhana, Indikasi Geografis merupakan Merek yang ditempelkan pada barang/produk yang memiliki ciri khas dari wilayah tertentu.

Perlindungan terhadap Indikasi Geografis menjadi penting karena sifat dari barang/produk tersebut membawa kearifan territorial barang/produk itu diproduksi. Misalnya, Kopi Aceh Gayo, Lada Putih Muntok dari Bangka Belitung, Vanili Kepulauan Alor, dan lain sebagainya.

Dalam melakukan sertifikasi Indikasi Geografis, dalam pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa pemohon merupakan lembaga yang mewakili masyarakat kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang dan/atau jasa produk berupa Sumber Daya Alam, Kerajinan Tangan, atau Hasil Industri. Selain lembaga, pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota juga dapat mengajukan sertifikasi Indikasi Geografis tersebut.

Adapun keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek, adalah karena Indikasi Geografis juga merupakan tanda yang secara spesifik menunjukkan daerah komoditas itu diproduksi. Artinya, Indikasi Geografis juga merupakan wajah dari pelaku usaha yang memiliki manfaat ekonomi, manfaat fungsional, dan manfaat psikologis terhadap masyarakat, sama seperti Merek itu sendiri.

Manfaat ekonomi pada intinya bicara tentang monetisasi yang dapat dilakukan ketika sertifikasi Merek atau Indikasi Geografi tersebut sah dan meyakinkan. Manfaat Fungsional bicara tentang fungsi Merek bagi pelaku usaha sebagai identitas perusahaan itu dalam menjalankan usahanya. Manfaat Psikologis bicara tentang kekuatan tanda dalam keseharian masyarakat yang berada dalam alam bawah sadar mereka sendiri terkait penilaian atas Merek tersebut.

Hanya saja yang membedakan, tidak seperti Merek, Indikasi Geografis harus lebih spesifik dalam menyampaikan Kawasan geografis dimana komoditas itu dibuat. Kecuali, apabila komoditas tersebut diimport lebih dahulu kemudian diproduksi di Indonesia. Itu adalah yang benar-benar berbeda.

Perbedaan tersebut merujuk pada bagaimana Indikasi Geografis membedakan antara produk yang datang dari luar negeri dan yang dari dalam negeri. Yang datang dari dalam negeri harus memiliki sertifikasi terlebih dahulu terkait Indikasi Geografisnya, dimana penerbitan sertifikasi harus melewati beberapa lapis penyaringan, mulai penyaringan formal, penyaringan lapangan, dan evaluasi agar dapat diterbitkan. Hal ini karena penerbiatan Indikasi Geografis dalam negeri berada dibawah regulasi peraturan perundangan nasional.

Sementara produk yang datang dari luar negeri mengikuti ketentuan Internasional, sehingga pemberian sertifikasinya lebih bersifat kemanfaatan hukum daripada kepastian hukum itu sendiri. Hal tersebut tersirat dalam penjelasan pasal 64 yang berbunyi :

"Indikasi asal tidak sama dengan Indikasi Geografis karena indikasi asal hanya mengidentifikasi asal barang itu diproduksi yang tidak terkait dengan faktor alam. Contoh kamera bermerek Nikon yang berasal dari Jepang tetapi juga dibuat oleh pabriknya yang berada di Cina melalui Lisensi dan pada kamera produk cina tersebut made in china. Label made in china ini adalah indikasi asal. Hak indikasi asal timbul sejalan dengan perwujudan objek dan bukan melalui pendaftaran, berbeda dengan perlindungan Indikasi Geografis yang bersifat konstitutif dan mewajibkan pendaftaran."

Dan dengan demikian, tidak heran ketika ada produk-produk luar negeri berupa sumber daya alam, barang kerajinan tangan, atau hasil industri, yang kemudian ada di bawah naungan Indikasi Geografis untuk mendapatkan wajah tertentu. Terutama juga, barang atau produk yang bersifat demikian tidak diproduksi di Indonesia karena satu dan lain hal.

Demikianlah, sekilas tentang Merek dan Indikasi Geografis. Akhir kata, semoga bermanfaat.  

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Modul Perkuliahan.

Peraturan Perundangan :

UU 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun