Seorang guru sejarah harus mampu mendaratkan nilai keberanian pada peserta didik ketika materi perjuangan kemerdekaan Indonesia sedang dipelajari di kelas. Siswa didorong meneladani sikap berani yang ditunjukkan para pejuang kemerdekaan dengan cara sederhana seperti berani menolak ajakan seorang teman yang tidak baik meskipun berisiko untuk dijauhi.
Seorang guru matematika harus memberikan penekanan pentingnya mengikuti kaidah dan aturan matematika dengan benar agar peserta didik bisa mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya dari pengerjaan soal-soal matematika. Dan banyak contoh-contoh lainnya yang dapat dikembangkan.
Gagasan besar mencegah praktik korupsi dengan menerapkan pendidikan anti korupsi akan berhasil jika didukung oleh semua pihak termasuk stakeholder di luar lingkungan sekolah. Penanaman nilai anti korupsi di sekolah akan mentah jika di rumah anak-anak tidak pernah diberikan tanggung jawab walau hanya membersihkan kamar tidur dan mencuci piringnya setelah makan.
Masyarakat berkontribusi dengan menegur anak-anak yang berkeliaran di luar sekolah pada jam pelajaran. Memberikan sanksi sosial kepada para koruptor agar anak-anak merasakan bahwa korupsi merupakan hal yang sedang diperangi bersama.
Termasuk di lingkungan rumah ibadah. Jangan sesekali menjadikan korupsi sebagai guyonan ceramah agama seolah-olah tindakan tersebut jauh lebih mulia dibandingkan perbuatan-perbuatan buruk lainnya.
Untuk korupsi yang sudah membudaya dan mendarah daging, dibutuhkan penanaman nilai anti korupsi yang disampaikan berulang-ulang dan keroyokan. Setiap kita, baik sebagai guru, karyawan atau ibu rumah tangga bertanggung jawab untuk mendidik generasi muda negeri ini bermental anti korupsi, menjadi agen perubahan bangsa di masa kini dan mendatang.
Jose Hasibuan
*) Sebagian isi tulisan merupakan gagasan penulis yang pernah diterbitkan di Majalah DIA