Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Beepilepsy" dan Bagaimana Mendapatkan Kembali Privasi yang Terampas

23 Mei 2020   07:05 Diperbarui: 23 Mei 2020   13:15 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : helpsmartphone.com/en

"Kabar baiknya adalah Anda akan selalu terhubung dengan kantor Anda. Kabar buruknya adalah Anda akan selalu terhubung dengan kantor Anda" - The Wall Street Journal.

Membaca kutipan di atas, saya senang sekaligus cemas. Senang karena aksessibilitas jadi sangat mudah, cemas karena privasi seolah akan menjadi barang langka.

Saat ini, dunia teknologi komunikasi telah berkembang sangat pesat. Telepon yang dulunya berdimensi besar, statis dan terhubung kabel, kini telah berinkarnasi menjadi telepon genggam atau yang kita sebut handphone. Cobalah tunjukkan pada anak-anak milenial zaman now, mungkin mereka akan tersenyum melihat penampakan pesawat telepon yang kita gunakan dulu.

Sekarang, perangkat telepon merupakan perangkat multi fungsi. Tidak hanya tok untuk keperluan berbicara jarak jaruh, kini telepon telah menjelma menjadi telepon pintar alias smartphone.

Dikatakan pintar karena memang dapat melakukan apa saja. Dengan dukungan kemudahan akses internet, dan bantuan berbagai aplikasi yang terinstall, semua jadi mudah hanya dengan menyentuhkan jari pada layar smartphone.  Apalagi di masa pandemi saat ini, dunia digital telah memungkinkan banyak orang bisa bekerja dari rumah saja.

Namun demikian, kemajuan teknologi komunikasi sesungguhnya bak dua sisi mata uang. Di satu sisi, kita mendapat banyak kemudahan dari padanya, namun sebenarnya ada hal yang telah dirampas dari kita.

Albert Einstein pernah berkata : "Alasan kita berada di bumi ini adalah untuk menjalankan hidup yang saling berbagi dengan orang lain", dan itu menjadi sangat mungkin dengan adanya handphone saat ini. Namun, saya pikir Einstein tidak akan pernah mengira, di era digital saat ini teknologi komunikasi telah merampas privasi kita.

Dengan handphone yang selalu menyala, privasi kita tak lagi punya pintu. Kapan pun dan dari manapun, seseorang bisa masuk dan terkoneksi dengan kita.

Parahnya, saat hal-hal paling privasi sedang dilakukan, telepon tak sungkan-sungkan berdering dan membuyarkan segalanya.

Beberapa waktu lalu, muncul istilah "Beepilepsy" untuk menggambarkan bagaimana handphone ibarat penyakit ayan yang menimbulkan kejang-kejang bagi penggunanya.

Suatu waktu ketika Anda tidak bersedia menjawab panggilan telepon yang sudah diulang berkali-kali, maka akan muncul pesan singkat yang seolah protes "mengapa tak menjawab telepon?" atau desakan "Tolong jawab telepon saya sekarang!". Waw, gila ya.

Ini seolah sedang menekankan, jika Anda menggunakan handphone, apapun kondisinya Anda wajib menjawab setiap panggilan telepon. Sedemikian gilanya telepon telah merampas kebebasan dan privasi kita saat ini. Sekali telepon jadi bagian hidup Anda, aksessibilitas Anda bagai jalan tol bagi siapapun, dan Anda tak lagi punya privasi.

Berbagai aplikasi media sosial yang tren saat ini, turut membuat telepon makin digdaya merampas privasi kita. Sebut saja Whatsapp, dengan fitur video call andalannya, makin sulit bagi kita membatasi dan menutupi diri untuk diakses oleh siapapun.

Bagaimana akhir cerita privasi kita? Apakah ada obat untuk "Beepilepsy" ini? Mungkinkah kita mendapatkan manfaat dari kemajuan era komunikasi sekaligus tetap memiliki privasi?

Berikut 5 tips agar kita mendapatkan kembali privasi yang terampas oleh kemajuan komunikasi.

#1 Kita perlu menentukan "daerah batas"

Daerah batas yang saya maksud adalah hal-hal yang anda tetapkan sendiri untuk tidak boleh diakses oleh siapapun. Daerah batas ini menjadi hal privasi yang tak boleh dilewati.

Kita mungkin bisa menetapkan 'waktu makan malam bersama keluarga' sebagai daerah batas. Atau waktu nonton bersama di ruang keluarga.

Kita dapat menghidupkan mode 'silent' lalu menjauhkan handphone dari kita saat itu. Ini akan membuat panggilan telepon tidak terdengar, dan siapapun yang menelepon harus menunggu anda keluar dari daerah batas ini agar dapat terhubung.

Setiap kita bisa memikirkan sendiri, hal-hal apa yang dapat menjadi 'daerah batas' kita.

#2 Kita harus menjinakkan telepon

Saya sengaja menggunakan kata 'menjinakkan', untuk menekankan bahwa sebenarnya kitalah tuan atas telepon kita. Jika hal sebaliknya yang terjadi, berarti kita telah diperbudak oleh telepon.

Hal ini akan membuat masalah besar, seluruh hidup kita akan tunduk pada telepon. Tak 'kan ada lagi "quality time" bersama keluarga. Pasangan dan anak-anak akan protes dan berontak. Kita seolah tak berdaya berhadapan dengan telepon, waktu untuk bersama keluarga akan makin sulit didapatkan.

Untuk menjinakkan handphone, kita harus berani untuk bersikap radikal. Mematikan telepon pada waktu-waktu tertentu harus dilakukan. Waktu sedang istirahat misalnya, kita dapat menonaktifkan telepon sehingga tak seorangpun dapat menghubungi kita saat itu.

Jangan kuatir soal panggilan super penting. Jika memang sangat penting, biasanya seseorang akan meninggalkan pesan singkat.

Saat handphone kembali dinyalakan, kita dapat melakukan panggilan balik pada orang tersebut untuk menanyakan maksud dari pesan singkat yang ditinggalkan.

Agar hal ini menjadi semakin mudah dilakukan, kita bisa memberitahu kepada beberapa orang, termasuk keluarga jauh dan rekan kerja, bahwa setiap jam tertentu kita akan mematikan handphone, sehingga tidak dapat menjawab telepon.

#3 Kita bisa menolak telepon dengan modus pencarian pelanggan

Kita perlu menetapkan, tidak akan melayani panggilan telepon yang menawarkan pembelian suatu produk atau jasa. Sekali kita melayani panggilan telepon ini, maka akan datang panggilan-panggilan telepon serupa lainnya.

Kadang saya berpikir, apa mereka saling berbagi nomor telepon ya? Bisa dibayangkan jika dalam sehari kita menerima berkali-kali panggilan telepon dengan modus ini, rasanya geram dan ingin mematikan handphone agar tak dapat dihubungi lagi.

Tentu saja kita harus menolak secara sopan dan tidak bersikap kasar. Terkadang memang pangilan-panggilan telepon seperti ini akan banyak menghabiskan waktu kita, padahal ada banyak hal lain yang harus kita selesaikan. Jangan sungkan untuk meminta maaf dan segera memutus sambungan telepon, agar kita kembali bisa fokus pada apa yang kita kerjakan.

#4 Kita perlu merencanakan waktu berlibur bersama keluarga

Sekali atau dua kali dalam setahun, kita perlu merencanakan waktu untuk berlibur bersama keluarga. Liburan keluarga akan menjadi kesan yang tak terlupakan bagi anak-anak.

Tidak perlu berlibur ke tempat yang jauh atau memerlukan budget besar. Kita dapat memilih berlibur ke tempat baru yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Tentu saja tujuan liburan keluarga ini harus jelas. Bukan liburan keluarga namanya jika kita membawa tugas-tugas kantor saat momen ini. Bukan juga berarti kita akan tetap bebas menerima panggilan telepon dari kantor atau teman-teman selama berlibur. Sebelum berangkat, seluruh anggota keluarga harus komitmen membatasi diri dari mengakses telepon.

#5 Rencanakan retreat pribadi

Secara sederhana, retreat berarti menarik diri atau mengasingkan diri. Tentu saja tujuannya adalah menjauhkan diri untuk sementara waktu dari hiruk pikuk keseharian.

Kita dapat memilih tempat yang tenang dan sepi, jauh dari keramaian kota. Lebih baik lagi jika kita dapat menemukan tempat yang sulit dijangkau oleh jaringan operator seluler, namun tempat itu masih aman dan nyaman untuk kita menyendiri.

Retreat pribadi penting bagi kita untuk membangun kembali hubungan pribadi yang lebih dalam dengan Tuhan. Ditengah keletihan kehidupan sehari-hari, kita perlu recarge tangki sipiritual agar kembali segar. Bawalah kitab suci untuk menolong kita membaca dan merenungkan keberadaan kita sebagai manusia yang terbatas di hadapan Tuhan yang tak terbatas.

Selain itu, retreat pribadi bermanfaat agar kita makin mengenali diri sendiri. Terkadang tuntutan dunia luar, membuat kita tampil berbeda dari jati diri kita sebenarnya. Dengan retreat pribadi, menolong kita kembali memahami siapa sebenarnya diri kita.

Semoga 5 tips diatas bermanfaat agar kita mendapatkan kembali privasi yang terampas oleh telepon dan kemajuan teknologi komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun