Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nilai Moral Cerita Rakyat, Tak Melulu untuk Anak-anak

10 Januari 2021   17:44 Diperbarui: 10 Januari 2021   17:45 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dongeng, termasuk fabel, cerita rakyat, legenda dan sebagainya, sering diidentikkan dengan masa kecil seseorang.

Apakah benar dongeng hanya diperuntukkan bagi anak-anak?

Dongeng memang sering diberikan oleh orangtua, guru, ustadz kepada anak-anak agar anak-anak bisa belajar hal baik atau positif. Namun jangan salah mengerti, bahwa sebenarnya sebagai orangtua, guru atau pembawa cerita juga bisa diingatkan pada nilai moral sebuah cerita, entah cerita rakyat atau apapun.

Saya pribadi sering mengharapkan anak-anak atau anak didik di sekolah bisa mengambil nilai moral dari sebuah cerita. Di balik itu semua, jujur saja saya juga belajar dari sebuah kisah.

Sering saya tanyakan kepada para siswa, "Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita Asal-usul Bukit Catu?" Atau juga kisah lain seperti Legenda Telaga Warna dan kisah Si Pitung. 

Kebetulan kelas saya mempelajari beberapa cerita yang saya tuliskan di depan. Anak akan menyebutkan pelajaran yang bisa didapatkan dari cerita-cerita tadi.

Saya menekankan di sini bahwa yang belajar nilai moral tak hanya mereka ---para siswa--- namun saya sengaja melibatkan diri untuk belajar juga. Oleh karena itulah saya memilih kata "kita" bukan "kalian". 

Ya saya dan para siswa belajar bersama untuk bersikap positif dari legenda Telaga Warna di mana kita harus menghargai setiap bingkisan dari siapapun. Apalagi dari orangtua. 

Kita tidak boleh mengecewakan pemberi bingkisan karena kita bisa kecewa juga kalau suatu saat memberikan sesuatu ternyata tak diterima dengan wajah berseri.

Ilustrasi: history.id
Ilustrasi: history.id
Dalam kisah Telaga Warna ---dari Jawa Barat--- diceritakan bahwa ada Puteri raja yang tak menghargai hadiah ulang tahun dari orangtuanya. Hadiahnya berupa kalung intan indah dan warna-warni. 

Akibatnya orangtuanya sangat sedih dan menangis. Akhirnya terbentuklah telaga dan berwarna-warni. Ada yang menceritakan bahwa warna telaga berasal dari kalung hadiah dari raja dan ratu untuk puterinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun