Dongeng, termasuk fabel, cerita rakyat, legenda dan sebagainya, sering diidentikkan dengan masa kecil seseorang.
Apakah benar dongeng hanya diperuntukkan bagi anak-anak?
Dongeng memang sering diberikan oleh orangtua, guru, ustadz kepada anak-anak agar anak-anak bisa belajar hal baik atau positif. Namun jangan salah mengerti, bahwa sebenarnya sebagai orangtua, guru atau pembawa cerita juga bisa diingatkan pada nilai moral sebuah cerita, entah cerita rakyat atau apapun.
Saya pribadi sering mengharapkan anak-anak atau anak didik di sekolah bisa mengambil nilai moral dari sebuah cerita. Di balik itu semua, jujur saja saya juga belajar dari sebuah kisah.
Sering saya tanyakan kepada para siswa, "Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita Asal-usul Bukit Catu?" Atau juga kisah lain seperti Legenda Telaga Warna dan kisah Si Pitung.Â
Kebetulan kelas saya mempelajari beberapa cerita yang saya tuliskan di depan. Anak akan menyebutkan pelajaran yang bisa didapatkan dari cerita-cerita tadi.
Saya menekankan di sini bahwa yang belajar nilai moral tak hanya mereka ---para siswa--- namun saya sengaja melibatkan diri untuk belajar juga. Oleh karena itulah saya memilih kata "kita" bukan "kalian".Â
Ya saya dan para siswa belajar bersama untuk bersikap positif dari legenda Telaga Warna di mana kita harus menghargai setiap bingkisan dari siapapun. Apalagi dari orangtua.Â
Kita tidak boleh mengecewakan pemberi bingkisan karena kita bisa kecewa juga kalau suatu saat memberikan sesuatu ternyata tak diterima dengan wajah berseri.
Akibatnya orangtuanya sangat sedih dan menangis. Akhirnya terbentuklah telaga dan berwarna-warni. Ada yang menceritakan bahwa warna telaga berasal dari kalung hadiah dari raja dan ratu untuk puterinya.Â