"Tapi kalau mbak-e mau meninggalkan berkas, sewaktu-waktu kami membutuhkan, akan kami hubungi."
Oke akhirnya saya meninggalkan berkas di masing-masing sekolah yang saya lamar. Oh iya, bahkan saya sempat juga melamar di sekolah tempat saya dulu bersekolah. Saya tahu kalau sekolah tadi membutuhkan guru sesuai ijazah saya dari Bulik.
Khusus di sekolah ini harus ada seleksi. Soalnya pelamar guru untuk mata pelajaran tersebut ada dua orang. Pada akhirnya bukan saya yang terpilih menjadi tenaga guru di sana. Dan suatu saat saya bertemu dengan guru saya di sebuah rumah makan.
Kami mengobrol santai. Ya meski saat bersekolah dulu, beliau termasuk guru yang dinilai siswa "pelit nilai" tapi cara mengajarnya sangat berkesan dan menginspirasi saya.Â
Pembelajaran sangat menyenangkan. Tak terasa belajar sejarah bersamanya menjadi lebih ringan. Meski untuk mencatat agak bingung karena beliau salah satu guru yang mengajar dengan banyak tanda anak panah dan bulatan-bulatan. Hihihii...
Kembali ke cerita dari guru saya ketika bertemu di rumah makan.
"Gimana, ndhuk. Sekarang mengajar di mana?"
Saya menyebutkan salah satu nama sekolah yang akhirnya memberi kesempatan saya untuk menjadi GTT di sana. Mengajar di sana sesuai dengan ijazah saya. Alhamdulillah. Senang juga memiliki pengalaman mengajar di sana.
"Ya syukurlah, ndhuk. Pas kamu melamar ke sekolah, sebenarnya aku disuruh  kamu sama mbak X."
Saya menyimak cerita pak guru tadi.
"Tetapi aku menolak. Aku wegah, mbak. Wong aku tahu kalau seleksi hanya untuk formalitas."