Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Setiap Anak Juara

18 Desember 2019   11:47 Diperbarui: 18 Desember 2019   11:46 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: catsoffice.wordpress.com

Minggu- minggu ini para guru masih berjibaku dengan penyusunan laporan hasil belajar siswa atau rapor. Untuk penyusunan rapor sendiri ada guru yang mempergunakan aplikasi rapor, ada pula yang mempergunakan format rapor kosong secara manual. 

Penyusunan rapor Kurikulum 2013 termasuk njlimet. Ada empat aspek penilaian yang harus diisikan, nilai spiritual, sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pada nilai Sikap dan Spiritual hanya berupa deskripsi capaian siswa yang bersangkutan. Sedangkan pada nilai Pengetahuan dan Keterampilan ada nilai kuantitas, predikat dan deskripsi capaian Kompetensi Dasar terbaik dari siswa yang bersangkutan.

Jika dicermati, tak akan dijumpai jumlah nilai, baik di nilai Pengetahuan maupun Keterampilan. Sejatinya pada Kurikulum 2013 memang tak mengenal sistem ranking. 

Lalu bagaimana orangtua bisa mengetahui prestasi putra- putrinya? Bagaimanapun orangtua telah terbiasa dengan istilah ranking selama berpuluh- puluh tahun. Bahkan dari ranking itu akhirnya akan menjadi bahan pembicaraan yang tanpa ujung setiap bertemu orangtua lainnya. Tak jarang mereka saling memuji dan membangga- banggakan sang anak.

Muncullah masalah. Ada yang memberikan stempel sombong pada orang tua yang sering membanggakan prestasi anaknya. Di sisi lain ada yang distempeli sebagai orangtua yang tak bisa mendidik anaknya.

Sungguh itu seolah menjadi lingkaran setan. Ranking memang bisa membuat siswa termotivasi. Tapi siswa yang berkemampuan di bawahnya malah jadi minder. Apalagi kalau di rumah dibumbui suara orangtua yang marah. 

Ketika menyerahkan rapor kepada orangtua, atau wali, saya menekankan agar anak tak dimarahi. Toh memang tak ada ranking- rankingan. Namun jika orangtua ingin data nilai ya diberikan. Agar mereka membandingkan sendiri capaian nilai anaknya. 

Setiap Siswa Juara

Siswa merupakan anak yang memiliki hal unik dan kekhasan sendiri- sendiri. Kegemaran dan pembiasaan dalam lingkungan keluargalah yang menciptakan karakter awal anak. 

Di sekolah, guru tinggal mengembangkan karakter yang terbentuk sebelumnya. Akibatnya, karena didasari pembentukan karakter dari keluarga maka siswa memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan yang dimiliki anak sudah tentu menjadikannya mahir dalam bidang tertentu. Ada yang mahir menggambar, menulis, menari, menyanyi dan sebagainya. Alhasil hal tersebut mempengaruhi prestasinya. 

Pada dasarnya anak adalah juara di bidangnya masing- masing. Oleh karenanya guru tak membanding- bandingkan nilai pengetahuan dan keterampilan. Guru menyadari bahwa siswa itu memiliki keunikan sendiri- sendiri.

Sebagai contoh, X di sekolah saya sering berbuat onar tetapi hafalan Alqurannya lumayan bagus. Meski masih berupa kemampuan menghafal, sebagai guru saya tetap mengapresiasi. Tinggal dengan pendekatan spiritual nanti bisa saya gunakan untuk menasehati agar si X tidak berbuat onar lagi.

Ada kisah lain, A, dia termasuk siswa temperamen. Namun A memiliki kemampuan menggambar. Mengenai sifat temperamennya memang agak sulit dikendalikan. 

Siswa C, gampang nangis. Sungguh menghadapi siswa seperti ini juga butuh kesabaran tinggi. Namun ternyata C ini sangat berbakat dalam seni baca Alquran. Suaranya merdu. Tak jarang dia mengikuti lomba keagamaan.

Sementara E, anaknya kurang mampu dalam pelajaran tetapi jangan tanyakan tentang prestasi olahraganya. E sering mewakili sekolah dalam mengikuti berbagai lomba.

Itu gambaran betapa setiap anak adalah juara. Pastinya juara di bidangnya masing- masing. Juara bukan berarti bahwa anak harus menguasai banyak bidang. Cukup menguasai hal yang paling dikuasainya, dia sudah berprestasi.

Jika ternyata anak juga pandai dalam mata pelajaran Matematika dan mata pelajaran umum lainnya, itu adalah bonus yang dikaruniakan untuk anak tadi.

Orangtua, guru, lingkungan dan siapapun harus memahami hal itu. Saat ini sudah bukan saatnya lagi mempertanyakan kejuaraan ketika menerima rapor karena penilaian sangat memperhatikan banyak pertimbangan. Tak hanya kemampuan akademik saja yang dicantumkan dalam rapor.

Di Indonesia sendiri memang belum ada sekolah khusus sesuai bakat anak. Bukan berarti anak tak bisa mengeksplorasi bakatnya. Akan lebih baik jika orangtua mengembangkan bakat anak dan mendampingi anak dalam belajar. 

Mari, menjadi orangtua yang berpandangan luas bahwa semua anak juara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun