"Kok cuma diam, Put..."
Aku mengedikkan bahu. Tanpa berkomentar apapun. Kalau berkomentar, pasti aku akan mengungkit masa lalu di mana aku dan Husna dipisahkan tanpa belas kasih. Ayahnya juga tak memperjuangkan keluarga kecilnya.
"Bicaralah, Put. Dari tadi kamu tak bicara..."
Aku memandang sekilas ayah Husna. Kualihkan lagi pandanganku pada layar HPku.Â
"Semua yang mas katakan benar..."
"Lalu...?"
"Kita berikan perhatian untuk Husna semampu kita. Kukira itu sudah cukup..."
Ayah Husna mengubah posisi duduknya. Dia duduk di sampingku.
"Husna ingin bersama ibu dan ayahnya, Put..."
Akhirnya kudengar ucapan itu keluar dari mulut ayah Husna.Â
"Semua sudah terlanjur seperti ini, mas. Sudah sejak Husna masih bayi. Mas pasti masih ingat itu. Aku ingin melupakannya. Aku juga ingin melupakan rasa sakitku ketika kehilangan bayi cantikku, hanya demi ego nenek, kakek, dan ayahnya yang tak berdaya..."